Sherlock Holmes Kumpulan Kasus Seru Jilid 1 Edit & Convert: zhe (zheraf.wapamp.com) http://www.zheraf.net 1. Petualangan Diplomat Bulgaria -Zakaria Erzinclioglu- Tahun 1901 juga menyajikan kasus "Sekolah Priory" dan "Jembatan Thor", sementara tahun 1902 memperkenalkan kita pada "Tempat Lama Shoscombe", "Tiga Garridebs" dan "Klien Terkenal". Tahun 1903 membawa kita pada salah satu teka-teki terbesar. "Prajurit Pucat" adalah kasus yang diceritakan Holmes sendiri, bukan Watson. Holmes jelas berada datum suasana hati iri ketika ia menuliskan catatan kasus itu karena ia agak ingin membalas dendam pada Watson yang meninggalkannya untuk menikah. Tampaknya suatu waktu menjefang akhir tahun 1902 dan awal 1903 Watson menikah lagi, dan Holmes merasa ditolak dengan kasar dan diabaikan. Namun sebenarnya, Watson tidak mengabaikan Holmes. Ia ada di sana sepanjang waktu. Holmes hanya memilih menulis tanpa menyertakan Watson sama sekali dalam kisah "Prajurit Pucat" karena kedengkian yang agak kekanak-kanakan yang disebabkan oleh pernikahan Watson beberapa tahun kemudian ketika Holmes menuliskan catatan itu. Selama terjadinya kasus itu Holmes menyebutkan bahwa ia punya tugas mendadak untuk Sultan Turki yang harus ditangani. Terima kasih atas penelitian Dr. Zakaria Erzinclioglu, patologis terkenal, yang mengakses karya-karya tertentu di negara asalnya, maka mengumpulkan karya lengkap "Petuatangan Diplomat Bulgaria", dan sekali lagi mempertahankan posisi Watson menjadi hal yang mungkin. Holmes mungkin punya salah satu otak terhebat yang pernah kita saksikan, tapi kadang-kadang ia bisa jadi orang yang suka membantah dan canggung. Selama tahun-tahun awal abad baru, kekuatan luar biasa Mr. Sherlock Holmes mengalami ujian besar dan kesuksesannya telah membuatnya terkenal di seluruh benua Eropa. Walaupun kebanyakan kasus-kasus itu memberi temanku kesempatan besar untuk mendemonstrasikan metode berpikir deduktifnya yang digunakannya untuk mencapai sukses-sukses luar biasa itu, namun tak ada kasus yang melibatkan barisan kepribadian aneh yang lebih hebat lagi dan tak ada yang konsekuensinya, bila temanku gagal, lebih mengerikan lagi daripada kasus yang hendak kupaparkan di depan publik untuk pertama kalinya. Untuk alasan-alasan yang akan menjadi jelas bagi pembaca narasi ini, baru sekaranglah aku bisa mengungkapkan fakta penuh apa yang yang harus dianggap sebagai titik puncak karir temanku. Pada suatu malam yang dingin dan menusuk di bulan Januari, tahun 1903, temanku Sherlock Holmes dan aku kembali dari berjalan-jalan yang menyegarkan ke kamar-kamar Baker Street. Kami mendaki tangga tanpa berbicara, karena kami berdua beku hingga ke tulang sumsum, dan sesaat kemudian dengan rasa senang kami mendapati diri kami sendiri di depan api menyala-nyala di ruangan Holmes yang besar dan tak rapi. Kami berdiri menggosok-gosokkan tangan di depan pagar perapian dan darah hangat segera mengalir di pembuluh darah kami. Holmes mengambil salah satu pipa kosongnya dan meletakkannya di antara giginya, kemudian melemparkan diri ke dalam kursi anyaman dan memungut sebuah amplop besar yang tergeletak terbuka di meja di sebelahnya. Ia menarik selembar kertas besar, yang ditekuk dari amplop itu dan, setelah membentangkannya di atas lutut, mulai membacanya sendiri diam-diam dengan kerutan konsentrasi di wajahnya. Saat ia berlaku demikian, aku tak tahan untuk tidak mempelajari amplopnya, yang dikembalikan Holmes ke atas meja. Amplop itu berwarna krem dan ukurannya tak biasa, tapi ciri khasnya yang paling luar biasa adalah amplop itu dihiasi desain di atasnya. Desain itu seperti simbol tiga tanda kunci yang sangat rumit dan besar berwarna emas, di bagian tengah tanda itu terdapat lima garis bolak-balik pada panjangnya. "Nah, Watson," kata Holmes, yang telah mengamatiku sembunyi-sembunyi. "Apa pendapatmu tentang itu?" "Menurutku ini amplop yang paling tidak biasa, Holmes, tapi kuakui aku tak bisa menyimpulkan sesuatu yang menarik darinya," jawabku. Holmes bangkit dari tempat duduknya dan menyerahkan surat itu padaku. "Surat ini diantar kurir khusus pagi ini. Kau tahu metodeku, Watson. Terapkan." Aku memegang surat itu di satu tangan dan amplop itu di tangan yang lain dan memulai pengamatanku. Pertama-tama aku meneliti amplop dengan desain khusus itu. Mengikuti metode temanku aku mengambil kaca pembesarnya dari meja dan meneliti desain itu dengan cermat. Aku kemudian membaui amplop itu, seperti yang kulihat kadang-kadang dilakukan Holmes. Kemudian aku membuka lipatan surat itu dan membaca isinya keras-keras: Yang Terhormat Mr. Holmes, Saya diperintahkan oleh Penguasa saya untuk meminta nasehat Anda untuk suatu urusan yang amat sangat sensitif. Tak mungkin saya memasukkan detail-detail masalah itu dalam surat ini, atau mengidentifikasikan diri saya. Saya akan memberanikan diri mengunjungi Anda di ruangan Anda malam ini pukul 8 untuk menceritakan kasus ini pada Anda. Saudara Anda yang saya hargai Mycroft sudah sepenuhnya mengerti fakta-fakta yang relevan. "Kasus dari klien anggota kerajaan!" aku berseru, "Holmes yang baik, aku mengucapkan selamat padamu." Holmes melambaikan tangan mencela. "Tolong lanjutkan pengamatanmu," ia berkata. Aku duduk dan membalikkan surat itu berulang-ulang di tanganku, memeriksanya dari setiap sudut. Aku memutar otakku dalam usaha mendapatkan suatu kesimpulan tentang arti penting surat itu atau karakter penulisnya, tapi, betapa pun aku berusaha, aku tak bisa mendapatkan kesimpulan mendalam tentang masalah ini. Bagaimanapun, aku bertekad menunjukkan pada Holmes bahwa aku bukannya sama sekali tak punya pendapat tentang masalah itu. "Tampaknya jelas dari kualitas tinggi kertas dan amplopnya," kataku, bergaya penting, "dan dari fakta bahwa ia menulis atas nama penguasanya bahwa korespondenmu adalah orang berposisi tinggi. Aku katakan juga bahwa ia orang asing, dinilai dari simbol aneh di atas amplop dan fakta bahwa ia menyebutkan "Penguasa saya". Seorang Inggris akan menuliskan "sang Raja". Juga, penggunaan kata "yang saya hargai" dalam konteks demikian kuanggap sangat tidak Inggris. Aku tak bisa menemukan petunjuk lain tentang identitas pria itu." Sherlock Holmes duduk diam dengan siku di lengan kursi dan dagunya terletak di atas tangannya yang disatukan, mengawasiku dengan cermat. Sesaat kemudian ia berbicara. "Cukup benar, Watson, cukup benar. Pria ini orang asing yang tinggi martabatnya dan kuakui aku sendiri tak bisa mencapai kesimpulan yang lebih mendalam lagi." Aku merasakan secercah kepuasan saat ia bangkit dan menyeberang ke rak perapian, tempat ia menyandarkan sikunya dan berpaling menghadapku. "Memang, Watson, terpisah dari fakta jelas bahwa penulis surat itu orang tua-seharusnya kukatakan, sangat tua-bangsawan Turki, yang tidak merokok, yang baru saja tiba di negara ini, yang sangat berpendidikan tinggi, bahkan dengan standar umum diplomat modern, yang secara khusus dipercaya dengan baik oleh Sultan Turki dan yang kondisi tubuhnya luar biasa sehat dan kuat untuk pria seumur dia, tak ada lagi yang bisa kusimpulkan. Ketika aku menambahkan bahwa ia punya bekas tinta di jari kelingking tangan kanannya, bahwa ia menghabiskan banyak waktu menyusun surat pendeknya, bahwa ia berjenggot, bahwa rambutnya hampir semuanya putih, bahwa ia punya kebiasaan keras, hampir Spartan, dan bahwa ia seorang prajurit yang sudah melihat aksi dalam banyak kampanye militer, kuakui persediaan pengetahuanku yang terbatas tentang koresponden kita sudah habis." "Harus kukatakan stok pengetahuanmu lebih dari sudah habis," kataku dengan kasar, karena hatiku terluka oleh pameran kemahatahuannya, "karena aku tak menganggap kekayaan informasi seperti itu bisa dianggap terbatas oleh pengamat akurat mana pun." "Sempurna, Watson!" ia menjawab dengan tergelak, "Touche! Respon yang sangat berlawanan!" Ia mendekat ke tempat aku duduk, mengambil surat dan amplop itu dan mendudukkan dirinya sekali lagi di kursi anyaman. Dengan kemarahan yang sudah agak teredakan, aku bertanya padanya bagaimana ia mencapai kesimpulan luar biasanya tentang penulis surat itu melalui pemeriksaan sekedarnya pada surat dan amplop itu. "Pria itu orang Turki dan bangsawan jelas terlihat dari fakta bahwa di amplop itu terdapat lambang Tugra, yang merupakan emblem pribadi Sultan Turki," kata Holmes, "Tak ada rakyat biasa atau orang asing yang mungkin bisa diserahi kertas surat semacam itu. Bahwa ia orang yang sangat tua dapat disimpulkan dari gaya tulisan tangannya. Ia tak merokok karena, sebagai orang Turki, bila ia perokok ia akan merokok tembakau Turki, yang punya aroma khusus yang akan menempel, betapa pun samarnya, pada kertas-kertas tulisnya. Aku punya hidung yang sangat sensitif namun demikian aku tak bisa mendeteksi sedikit pun aroma tembakau pada surat maupun amplop. Ia berpendidikan sangat tinggi karena ia menulis surat ini sendiri dalam bahasa Inggris; bila surat itu dituliskan oleh seorang ahli tulisan, tulisannya jelas akan tampak sebagai tulisan orang yang jauh lebih muda. Secara umum, diplomat modern berbicara dan menulis dalam bahasa Perancis untuk kepentingan diplomatik. Pria ini menulis suratnya dalam bahasa Inggris-dan bahasa Inggris yang cukup lumayan, Watson-yang menunjukkan bahwa ia paling tidak berbicara dalam dua bahasa selain bahasanya sendiri, karena, sebagai diplomat, sudah pasti ia berbicara bahasa Perancis-karirnya takkan maju bila tidak demikian. Ia baru saja tiba di negara ini karena, seperti yang kita lihat, ia telah menuliskan suratnya dengan kertas surat Sultan sendiri dan bukan kertas surat biasa milik Kedutaan Turki, yang akan kita kenali. Tampaknya jelas bahwa orang kita ini punya misi khusus dari Turki dan bertindak dalam kapasitas yang hampir independen dari pejabat-pejabat di kedutaan. Kalau ia sudah berada di negara ini selama beberapa lama ia takkan menulis di atas kertas surat khusus dari kedutaan Belgravia, yaitu dari mana kurir itu datang. Juga, fakta bahwa ia secara efektif menyatakan bahwa ia melaksanakan tugas dari Sultan berarti ia baru saja tiba, karena tak mungkin ia bersantai-santai menganggur selama beberapa waktu sebelum melaksanakan urusan Sultan. "Sedangkan bahwa ia bangsawan yang dipercaya secara khusus, ini terbentuk dari umurnya. Nada mendesak surat itu memberi tahu kita bahwa urusan ini penting namun demikian Sultan tidak memilih orang yang lebih muda dan energik untuk tugas itu. Fakta bahwa ia mengirim seorang pria tua menyeberangi Eropa pasti berarti bahwa ia sangat dapat diandalkan dan dapat dipercaya. Kondisi tubuhnya luar biasa sehat dan kuat karena, ia tidak hanya bisa melakukan perjalanan seperti itu dalam usianya dengan cukup mudah, tapi juga karena ia berkeliaran di malam hari seperti ini segera setelah kedatangannya di negara ini. Jari bernoda tinta kusimpulkan dari corengan yang sangat samar pada huruf 'n' dari 'kebebasan', yang hanya bisa dihasilkan oleh jari kelingking tangan kanan ketika penulis menulis huruf 'a'. Sejumlah rambut tertempel di lipatan kertas, yang menunjukkan bahwa pria itu punya jenggot yang pasti ditariktariknya sewaktu menulis, yang pada akhirnya menyatakan bahwa ia memerlukan cukup banyak waktu untuk menyusun surat itu, mungkin karena ia tak yakin berapa banyak yang ingin ia akui di atas kertas. Rambut-rambut itu hampir semuanya putih. Apakah aku sudah meyakinkanmu, Watson?" "Kesimpulanmu jelas sangat masuk akal," jawabku hati-hati, "tapi bagaimana dengan kebiasaan Spartan dan karir militer?" "Sudah terkenal bahwa kelas atas Turki, dan memang, anggota kelas yang memerintah di tetangga benua kita itu, punya kebiasaan mengolesi diri mereka dengan parfum berbau. Kau tahu seperti apa orang-orang asing ini, Watson! Bagaimanapun, hidung sensitifku tidak bisa mendeteksi bau seperti itu di amplop atau isinya. Itu, bersama-sama dengan usia tua yang sehat dan kuat dan fakta bahwa ia tidak merokok, menandakan bahwa ia punya kebiasaan Spartan. Paling tidak, kemungkinan itu ada. Sedangkan tentang karir militer, kau akan melihat desain yang lebih kecil di satu sisi emblem utama amplop. Ini adalah versi militer Turga, yang hanya digunakan Sultan bila berurusan dengan jendral-jendralnya yang paling senior. Apakah itu lulus, Watson?" Aku sudah membuka mulut untuk menjawab, ketika suara kaki kuda terdengar di jalanan di luar. Holmes duduk tegak. "Sudah hampir pukul delapan, Watson, dan tamu kita sudah tiba." Ia bangkit dan menyeberang ke jendela, ketika aku mendengar pintu di bawah tangga terbuka dan menutup. Suara langkah kaki lamban dan tak tergesa-gesa terdengar di tangga. Ini hal yang aneh, tapi aku tiba-tiba dipenuhi firasaat, yang tak pernah kualami sebelumnya dalam kasus Holmes yang mana saja. Sumber masalah yang eksotik, pertanda akan adanya intrik internasional dan jarak yang ditempuh oleh tamu kami, yang saat ini tak bernama, untuk menemui temanku, semua itu bersatu memberiku perasaan tak nyaman yang tidak rasional. Aku berdiri, menghadap pintu, tak yakin apa yang kuharapkan, meskipun Holmes memberi kesimpulan pasti tentang penampilan dan karakter klien Turki kami. Terdengar ketukan di pintu. "Masuk," kata Sherlock Holmes. Banyak orang berpenampilan khas dan berlatar belakang aneh masuk melalui pintu ruangan Baker Street. Namun begitu tak ada penampilan yang jauh lebih menjijikkan dari semua orang yang datang mencari nasehat Mr. Sherlock Holmes daripada yang sekarang masuk; apa pun yang kuharapkan, itu bukan sosok yang sekarang berdiri di depan kami. Aku berani berkata bahkan Holmes sendiri pun terkejut, walaupun ia tak menunjukkan tanda-tanda keterkejutan. Karena tamu yang datang dari tempat begitu jauh itu tak menyerupai apa pun selain biarawan abad pertengahan. 'Pakaian'nya dibuat dari kain berkualitas bagus, tapi tak ada tali ataupun sabuk di pinggangnya, kepala dan wajah pria itu sama sekali tertutup di bawah sebuah topi runcing besar. Dengan tak pantas, tangan kanannya memegang tongkat hitam. Sesaat kemudian efek itu dengan cepat berubah, ketika tamu kami mengangkat tangannya dan menurunkan tudungnya ke bahu, menampakkan sebuah wajah kasar orang tua dengan jenggot dan kumis lebat, tak ada satu pun yang bernoda menguning yang ditimbulkan oleh bertahun-tahun merokok. Ia seorang pria yang paling tidak berusia delapan puluh tahun, namun masih kuat, sehat, ramah, tinggi, bertubuh sedang, dan ia mengenakan sebuah topi astrakhan(Bahan rajutan berbulu) bundar, yang sekarang dilepasnya. "Mr. Sherlock Holmes?" katanya, memandang temanku, "Ijinkan saya memperkenalkan diri; saya Orman Pasha, utusan pribadi Yang Mulia Sultan dan mantan Komandan Tentara Ottoman di Eropa." Ia menyeberangi ruangan dan berjabat tangan dengan Holmes. "Ini teman saya, Dr.Watson, yang telah membantu saya dalam banyak kasus saya," kata Holmes. "Ah, Dr. Watson, si pencatat," kata tamu kami, dengan tersenyum, saat ia berjabat tangan denganku. "Tolong lepaskan jubah Anda dan duduklah di sebelah perapian," kata Holmes. Pria tua itu melepaskan jubah pakaiannya yang luar biasa dan aku terheran-heran mendapati ia mengenakan seragam lengkap, lengkap dengan tanda pangkat emas dan renda emas sebanyak mungkin per inci persegi di dadanya. Ia duduk perlahan-lahan di kursi yang ditunjukkan Holmes dan membalas tatapan kami. Melihat pria ini, dengan matanya yang cerdas namun baik, semua perasaan tak nyaman lepas dariku, tapi keingintahuanku akan tujuan kunjungannya meningkat. "Orman Pasha," Holmes memulai, "surat Anda tak menunjukkan apa pun tentang sifat misi Anda. Mungkin Anda bisa mulai dengan memberi kami detail-detail kasus, sebelum memberi tahu saya bagaimana saya bisa membantu penguasa Anda." Orang Turki tua itu diam beberapa saat, sebelum memulai ceritanya. "Anda sadar bahwa situasi politik di Balkan, sejak peperangan negara Anda dengan Yunani pada tahun 1879, berada dalam kekacauan. Beberapa tetangga Balkan kami telah menimbulkan masalah di kota-kota kami, terutama agen-agen Pemerintah Bulgaria. Tiga bulan lalu, seorang utusan Bulgaria, seseorang bernama Anton Simeonov, tiba di London untuk mencari dukungan dari Pemerintah Inggris dalam urusan klaim Bulgaria pada teritori Turki di provinsi Rumelia dengan dasar bahwa tempat itu punya minoritas Bulgaria dalam jumlah besar. Pemerintah Inggris tak mendukungnya dalam masalah itu, tapi orang-orang Rusia memberinya bantuan penuh mereka dan mereka sendiri menekan Pemerintah Inggris untuk mendukung klaim negaranya. Pemerintah saya sendiri telah menolak semua klaim Bulgaria. Empat minggu lalu Simeonov lolos dari lubang jarum kematian, ketika ia diserang di jalan oleh seorang pria bertopeng dengan revolver, sewaktu Simeonov sedang dalam perjalanan pulang dari Konsulat Bulgaria di malam hari. Tembakan itu meleset dan Simeonov melarikan diri ke tempat yang aman. Insiden itu, bagaimanapun, dimanfaatkan oleh Kementrian Tsar, yang mengirim surat ke Pemerintah Turki, menuduh Turki mempekerjakan pembunuh untuk menghabisi nyawa Simeonov dan mengklaim bahwa itu adalah tindakan perang melawan orang-orang Slavia, yang dipandang Pemerintah Rusia berada di bawah perlindungannya. "Pada titik itu tuan penguasa saya, Sultan, memerintahkan saya untuk datang ke Inggris untuk masuk dalam negosiasi dengan perwakilan negara-negara yang punya kepentingan dalam urusan itu, begitu pula Pemerintah Inggris, yang bertindak sebagai mediator. Namun, sejak kedatangan saya dari Konstantinopel dua hari lalu, urusan menuju ke arah yang lebih mengancam, karena Simeonov ditemukan terbunuh kemarin malam di Royston Manor, rumah Lord Eversden, Menteri Luar Negeri. Hanya melalui usaha keras Pemerintah Inggrislah, Tsar berhasil dibujuk untuk tidak mendeklarasikan perang terhadap Turki. Pemerintah saya menyangkal segala macam keterlibatan dalam hal itu. Bagaimanapun, bila misteri ini tidak dipecahkan dengan segera dan penjahat yang sebenarnya tidak diadili, tak perlu diragukan bahwa Turki dan Rusia akan berperang sebelum satu minggu berlalu, dan negara-negara lain di Eropa akan bergabung di kedua belah pihak. Saya berada di sini untuk meminta bantuan Anda memecahkan masalah ini sehingga suatu perang yang merupakan bencana besar dapat dihindarkan." Aku bersiul; pemikiran bahwa suatu peperangan akan menelan seluruh Eropa sama sekali tak dapat dibayangkan. Aku memandang Holmes, yang tampaknya sama sekali tak tergerak oleh narasi menganggu tamu kami. "Tolong beri tahu kami tentang kejadian di sekitar kematian Mr. Simeonov," katanya. Tamu kami melanjutkan narasinya. "Pembunuhan itu terjadi, seperti yang telah saya katakan, di rumah Lord Eversden, Royston Manor, dekan Stroke Morden di Surrey. Lord Eversden punya minat besar terhadap urusan Balkan dan ia telah mengundang sejumlah diplomat yang berhubungan dengan perselisihan itu untuk makan malam di rumahnya kemarin malam, dengan tujuan mendiskusikan masalah itu dalam suasana santai dan informal. Yang diundang adalah Count Balinsky, Duta Besar Rusia; Mr. George Leonticles, Konsulat Jerman; Mr. Anton Simeonov; Baron Nopchka, Duta Besar Austro-Hungaria; Kolonel Yusufoglu, Atase Militer Turki; dan saya sendiri. Semua tamu-tamu Lord Eversden akan menginap, dan suasana setelah makan malam, sejauh yang mungkin dalam kondisi itu, cukup menyenangkan. Kami menyebar setelah makan malam, beberapa pergi ke ruang merokok, beberapa ke perpustakaan, sementara saya menemani Lord Eversden ke ruang kerjanya, tempat ia menunjukkan pada saya sejumlah manuskrip Persia langka, yang merupakan minat bersama kami. Sekitar pukul setengah sepuluh, kami ketakutan mendengar suara keras tembakan sebuah revolver, diikuti jeritan mengerikan kesakitan. Suara itu datang dari koridor lantai atas, Eversden dan aku bergegas keluar dari ruang kerja dan naik ke atas tangga secepat kami bisa. Terbaring di atas lantai, tepat di luar kamar tidurnya, Simeonov tergeletak dengan sebuah lubang peluru di dadanya. Ia tidak mati dan megap-megap, sementara Yusufoglu berlutut di sampingnya. Berdiri beberapa kaki jauhnya adalah Leonticles, si orang Yunani, dengan wajah pucat, menunduk memandang pria sekarat itu. Lord Eversden dan aku sama-sama berlutut di lantai, karena jelas bahwa Simeonov sedang berusaha mengatakan sesuatu. Aku berkata: "Siapa yang menembakmu?" Ia megap-megap sesaat kemudian, menunjuk pada Yusufoglu, berkata dengan cukup jelas: "Salon . . . salon", kemudian tergeletak dan menghembuskan nafas terakhirnya. Ketika saya berdiri saya sadar bahwa Count Balinsky dan Baron Nopchka sudah tiba dan sedang menatap terkejut pada mayat di atas lantai. Sejumlah pelayan juga sudah berkumpul, dan berdiri kaku tak bergerak, menunggu perintah tuannya. Lord Eversden menyuruh salah satu dari mereka untuk menelepon Kedutaan Bulgaria dan menyuruh yang lain pergi. "Yusuflogu dan Baron Nopchka memindahkan tubuh itu ke kamar tidur orang yang meninggal itu, sementara kami sisanya berdiri di luar. Count Balinsky sepucat kertas dan jelas berusaha keras mengontrol emosinya. Segera setelah Yusufoglu keluar dari kamar tidur, Balinsky bergegas ke arahnya dan berkata, "Ini ulahmu, kau pembunuh!" Kemudian berpaling pada saya, ia berkata, "Kau dan negaramu akan membayar untuk ini! Kau sudah membantai cukup banyak ras kami dan kau akan membayar! Kau akan membayar!" Ia lepas kendali, dan seakan itu belum cukup, Yusufoglu, orang yang agak perasa, berteriak membalas: "Aku bukan pembunuh, kau tahu kebenarannya, tanya dirimu sendiri siapa pembunuhnya!" Ia melangkah maju, tapi aku meletakkan tangan menahan di atas lengannya dan Balinsky, yang gemetar karena marah, juga membuat gerakan maju ke arah Yusufoglu, tapi Lord Eversden melangkah ke depan dan menempatkan dirinya di antara mereka. "Saya minta Anda menenangkan diri, Count," katanya dengan suara tegas, kemudian, berpaling pada Yusufoglu, ia berkata, "Kolonel, tolong!" Balinsky melangkah maju dengan kasar melewati Eversden dan pergi dengan cepat menuruni tangga. "Hal yang paling membingungkan dalam misteri ini, Mr. Holmes, adalah terdapat sepucuk revolver yang ditemukan di sebelah tubuh itu." "Tentunya, itu tak sulit dijelaskan, karena pembunuh itu pasti telah menjatuhkannya saat ia melarikan diri dari tempat kejadian," potong Holmes. "Revolver itu belum ditembakkan, Mr. Holmes," kata Orman Pasha, "dan tak ada revolver lain yang ditemukan." Holmes menggosok tangannya. "Tolong lanjutkan narasi Anda yang sangat menarik." "Dua jam kemudian pejabat-pejabat dari Kedutaan tiba dan tubuh itu dipindahkan. Baron Nopchka menyatakan bahwa, karena urusan itu punya sensitivitas diplomatik besar, penyelidikannya harus ditangani dengan sangat rahasia. Saat itulah saya memberi tahu orang-orang yang berkumpul tentang instruksi saya dari Sultan dan ada persetujuan bersama bahwa Anda akan diundang untuk menyelidiki kasus ini. Seorang bernama Inspektur Lestrade dari Scotland Yard dipanggil dan diminta bekerja dengan rahasia dan memberi Anda segala macam bantuan bila Anda setuju menerima kasus ini. Saya menyesal mengatakan bahwa penyelidikan awalnya tak mengungkapkan apa pun. "Tinggal sedikit yang bisa diceritakan. Malam ini saya menghadiri pertemuan dengan Menteri Luar Negeri di Whitehall, suatu pertemuan yang juga dihadiri Count Balinsky dan Baron Nopchka. Kontribusi Count itu adalah serangkaian ancaman perang; ia telah mengontak Pemerintahnya lewat telegram dan melaporkan pada pertemuan itu bahwa suasana hati di St. Peterseburg adalah bahwa perang sudah dekat. Saya mengontak Porte lewat telegram dan saya diberi tahu bahwa Tentara Turki di Rumelia dan Kaukasus sudah dalam keadaan siaga. Saya sudah memberikan detail lengkap masalah ini, Mr. Holmes, dan sekarang saya hanya tinggal bertanya apakah Anda setuju menyelidiki masalah ini dan menemukan pelaku sejati kejahatan ini." Sherlock Holmes duduk diam di kursinya beberapa lama, siku terletak di atas lengan kursi dan jari-jari disatukan, sedikit menyentuh janggutnya. Ia seakan-akan memandang dinding di belakang tamu kami. Tiba-tiba, ia berdiri dan, menunduk memandang tamu kami, ia berkata dengan singkat, "Saya sangat menyesal saya tak bisa membantu Anda dalam masalah ini." Aku terkejut. Lepas dari ketidakpercayaanku akan penolakan Holmes terhadap masalah yang menekan dan berat yang dibawa ke hadapan kami, aku kaget melihat teman tua kami itu ditolak dengan sikap yang begitu kasar. "Holmes," kataku, "apa maksudnya ini? Tentunya, kau takkan menolak bertindak dalam masalah semacam ini? Pikirkan konsekuensinya-apakah kau ingin dunia terseret dalam peperangan mengerikan, bila kau punya kuasa untuk mencegahnya?" Holmes tak mengatakan apa pun, tapi terus memandang tamu kami dengan wajah tanpa ekspresi. Orman Pasha duduk dengan kerut kekecewaan di wajahnya dan tak berkata apa pun selama beberapa saat. Akhirnya ia berbicara. "Mr. Holmes," katanya, "saya tak mengerti-" "Nah, nah, Pasha yang baik," kata Holmes, tegas, "Anda mengerti dengan sangat baik. Saya khawatir Anda belum memberitahukan seluruh kebenaran urusan ini." "Mr. Holmes!" sang Pasha bangkit berdiri dengan penuh harga diri. "Oh, saya yakin Anda sudah menceritakan pada saya semua fakta yang berhubungan dengan kasus itu sejauh yang Anda ketahui," kata Holmes, "tapi saya menyesal mengatakan bahwa Anda tidak benar-benar terbuka pada saya berkaitan dengan-motivasi Anda meminta saya menyelidiki masalah ini. Saya tak bisa menerima kasus itu kecuali saya benar-benar Anda percayai." Ada keheningan, sewaktu Pasha berdiri memandang Holmes dengan kerut tak senang di wajahnya, sementara Holmes tetap tenang dan tak tergerakkan seperti semula. Akhirnya, sang Pasha berbicara. "Mungkin, Anda mau menjelaskan apa maksud Anda, Mr. Holmes," katanya. "Dengan cara apa pun juga," jawab temanku, "maukah Anda memberi tahu saya nama pria muda yang Anda coba lindungi, atau haruskah saya yang-mengatakannya?" Orman Pasha menatap Holmes tak percaya. Perlahan-lahan, ia kembali duduk dan segera ekspresinya berubah menjadi rasa senang masam. "Meskipun saya telah banyak mendengar tentang Anda, Mr. Holmes, saya masih memandang rendah Anda," kata Orman Pasha. "Saudara Anda memperingatkan saya bahwa Anda punya kemampuan yang luar biasa untuk mencapai kebenaran. Hal itu sangat membesarkan hati saya. Apa yang Anda katakan benar; saya berada di bawah instruksi Sultan, untuk tidak hanya melakukan segala yang saya bisa untuk menyelesaikan krisis politik berbahaya ini dan mencegah perang, tapi juga melindungi reputasi Pangeran Murat, keponakan Sultan. Tapi bagaimana Anda bisa tahu?" Sherlock Holmes duduk di ujung kursinya dan mencondongkan badan ke arah Pasha. "Dua petunjuk, keduanya disediakan oleh Yang Mulia, mengungkapkan kebenarannya pada saya. Pertama, Anda memberi tahu saya bahwa Simeonov ini diserang di jalan sekitar empat minggu lalu, yang terjadi segera setelah Pangeran Murat muda tiba di negara ini untuk kunjungan tak resmi, seperti yang diketahui setiap orang dari surat kabar. Segera menjadi jelas bagi saya bahwa Anda berkepentingan supaya takkan ada orang yang melihat hubungan apa pun antara kedua kejadian ini, terutama karena Pangeran itu sudah berulang kali mengumumkan pandangan-pandangannya tentang masalah Bulgaria ini. Kedua, fakta bahwa Sultan menginstruksikan Anda mencari nasehat saya dan tidak mempercayakan dirinya pada kesatuan polisi biasa mengusulkan bahwa ia sangat ingin bahwa bila kebenaran dikemudian-dan ditemukan sebagai kebenaran yang tidak menyenangkan-kerahasiaan saya dapat diandalkan untuk menjaga masalah itu tetap didiamkan hingga Pingeran itu dipindahkan dari negara ini, dan, semoga, diadili dengan pantas di Konstantinopel. Apakah saya betul?" Pasha itu mendengarkan dengan campuran ekspresi senang dan hormat di wajahnya saat Holmes berbicara. "Bagus sekali, Mr. Holmes," katanya, ketika Holmes selesai, "Yang Mulia Raja, bila beliau hadir disini, akan setuju. Beliau kenal baik pencapaian-pencapaian Anda dan, tentu saja, sebagai seorang penggemar seperti Anda sendiri, beliau telah membuat penelitian mendetail tentang struktur berbagai kayu dari jenis-jenis pohon yang berbeda yang mengelilingi tanahnya." Holmes bersandar di kursinya. "Yang Mulia Raja nampaknya orang yang sangat menyenangkan; saya akan mementingkan untuk mengirimkan sebuah salinan monograf saya padanya tentang penggunaan barang-barang kayu sebagai alat pembunuhan," katanya. "Namun, kembali ke permasalahan, di mana Pangeran berada pada waktu terjadinya pembunuhan?" "Ia sedang tinggal di Istana Buckingham sebagai tamu Raja. Tak ada keragu-raguan tentang keterlibatannya dalam urusan ini." "Saya tak meragukannya, tapi, bila saya harus bertindak dengan gangguan sesedikit mungkin, saya harus meminta Anda membujuk Pangeran meninggalkan Inggris secepat mungkin dan kembali ke Konstantinopel." "Dengan senang hati saya akan lakukan apa yang Anda minta, Mr. Holmes. Keberangkatan Pangeran akan mengangkat beban berat dari pikiran saya." Ia bangkit dari duduknya. "Maukah Anda menerima kasus ini, Mr. Holmes?" ia bertanya. "Dengan senang hati saya akan melakukan apa pun yang saya bisa dalam masalah ini," jawab temanku, "tapi saya akan memerlukan alamat tempat saya bisa mengontak Anda." "Kedutaan Turki di Belgrave Square akan menemukan saya," jawab Pasha dan, setelah mengenakan topi dan jubahnya, ia pergi. Ketika suara kaki kuda telah menghilang di jalanan di luar, saya bertanya pada Holmes apa yang hendak ia kerjakan. "Aku akan tidur cepat, Watson," katanya, "ada banyak hal yang harus dikerjakan besok." Waktu subuh hari yang baru kami sarapan pagi-pagi, setelah itu kami naik kereta ke stasiun Victoria, tempat kami naik kereta api pertama ke desa Stoke Morden. Saat kereta api berderak ke arah tujuannya, Holmes, setelah mengawasi pemandangan yang dilewati selama beberapa saat, tiba-tiba berpaling padaku dan berkata, "Apa pendapatmu tentang kata-kata terakhir orang yang meninggal itu, Watson?" "Ia menyebutkan sebuah salon dan menunjuk pada Atase Militer Turki," kataku. "Dihadapkan kenyataan itu, hal itu akan mengusulkan bahwa orang itu menuduh Atase itu sebagai pembunuh, tapi kuakui aku tak bisa melihat arti penting kata-katanya tentang salon. Mungkinkah ia dan orang Turki itu telah setuju bertemu di sebuah salon khusus untuk membicarakan suatu perselisihan, tapi orang Turki itu memutuskan untuk mengambil alih masalah itu sendiri dan menembak Simeonov tanpa bersusah payah mendiskusikan masalah itu dulu? Itu tampaknya terlalu mengada-ada, tapi aku tak bisa menemukan penjelasan lain yang lebih masuk akal." "Namun demikian, Watson, penjelasan masuk akal lain dapat diberikan," jawab Holmes. "Mungkin, misalnya, orang itu mengarahkan orang-orang yang hadir pada bukti memberatkan yang dapat ditemukan di salon yang mungkin dikenal sebagai milik salah satu dari mereka. Namun kuakui, aku tak mendapatkan penjelasan seperti itu memaksa." "Ada pula perdebatan yang sangat khas bahwa segera setelah kematian pria itu, ketika Count dan Atase Militer itu saling menuduh satu sama lain sebagai pembunuh," kataku. "Demikiankah kau mengartikannya?" "Ya, interpretasi apa lagi yang bisa dibuat?" "Pertimbangkan apa yang sebenarnya dikatakan," jawab Holmes. "Count itu berseru 'Ini hasil kerjamu, kau pembunuh' pada Atase Militer itu, tapi Atase Militer itu, sebetulnya, tidak membuat tuduhan balik, tapi berkata, 'Aku bukan pembunuh, kau tahu kebenarannya, tanya dirimu sendiri siapa pembunuhnya'. Ia tidak mengatakan 'Aku bukan pembunuh, kau pembunuhnya', jawabannya yang sebenarnya akan menunjukkan bahwa ia tidak yakin Count itu seorang pembunuh, karena bila ia yakin ia akan, kiranya, mengatakan hal itu dengan terbuka, karena tampaknya tak ada rasa bersahabat di antara mereka." Dalam kasus itu jawabannya tampaknya menunjukkan lebih jauh lagi bahwa baik ia dan Count mengetahui identitas pembunuhnya," kataku. "Itu, tentu saja mungkin," kata Holmes, tak jelas, dan ia diam sepanjang sisa perjalanan. Ketika kami tiba di Stoke Marden, Holmes menghentikan sebuah kereta dan meminta pengemudi untuk membawa kami ke Royston Manor, rumah Lord Eversden. Setelah perjalanan yang membisu di bawah langit berwarna abu-abu besi, kami tiba di Manor yang tertutup es yang merupakan tempat kejadian pembunuhan mengerikan, yang hasilnya tampaknya membahayakan kedamaian dunia. Kami membunyikan bel pintu kuno dan seorang kepala pelayan tua murung membuka pintu. Holmes menunjukkan kartu namanya dan minta bertemu Lord Eversden. Kami diantar ke sebuah ruang tamu besar, tempat kami menunggu kedatangan bangsawan itu. Holmes dan aku berdiri memandang ke luar lewat jendela pada pemandangan musim dingin suram dan pada gagak yang berputar-putar dan berkaok-kaok di atas pohon-pohon. Tiba-tiba, pintu ruang tamu terbanting membuka dan dua orang, yang tampaknya berada di tengah agumentasi seru, masuk bersama-sama. Yang seorang adalah pria dengan tinggi lebih dari rata- rata, dengan kepala botak berpuncak bagus dan kumis perak, sementara yang satunya adalah seorang pria besar dan gemuk, yang langsung kukenal. "Sherlock," seru pria besar itu segera setelah ia melihat temanku, "kami menunggumu." Ia adalah saudara Holmes, Mycroft, ahli sihir Whitehall. Holmes jelas merasa senang, bila bukan terkejut, melihat saudaranya, yang memperkenalkan kami pada pria tinggi itu, yang adalah Lord Eversden, Menteri Luar Negeri yang terkenal. Ketika kami semua sudah duduk, Lord Eversden memandang Holmes dan berkata, "Saudara Anda telah memberi tahu saya bahwa Orman Pasha sudah berkonsultasi dengan Anda sehubungan dengan tra-gedi yang terjadi di rumah saya. Bukannya dibesar-besarkan bila saya mengatakan bahwa urusan ini penuh dengan bahaya, seperti saya yakin Orman Pasha, yang sangat dihargai di lingkungan Pemerintah Inggris, telah beri tahukan pada Anda. Kami menyambut baik keterlibatan Anda dan saya ingin meyakinkan Anda bahwa rumah dan staf saya berada di bawah perintah Anda." "Terima kasih, my lord" jawab Holmes, "saya ingin mulai dengan memeriksa rumah." Kami semua mengikuti Holmes naik tangga dan Lord Eversden menunjukkan pada kami titik tempat tubuh itu ditemukan. Holmes berlutut di lantai dan memeriksa karpetnya dengan cermat, ia kemudian bertanya, "Bagaimana tubuh itu terbaring? Apakah kakinya mengarah ke tangga atau menjauh dari tangga?" "Kakinya mengarah ke tangga," jawab Lord Eversden, "dan kepalanya tergeletak tepat di sebelah meja tepi kecil di pintu masuk ruangan." Holmes berdiri. "Sekarang, my lord," katanya, "dapatkah Anda mengingat di mana semua orang sedang berdiri ketika Anda dan Orman Pasha tiba di sini?" Lord Eversden berpikir sejenak. "Kolonel Yusufoglu sedang berlutut di sebelah Simeonov di antara orang itu dan pintu kamar tidur. Mr. Leonticles sedang berdiri beberapa kaki jauhnya di belakang kepala Simeonov." "Dengan kata lain, ia berdiri di tempat Simeonov tak bisa melihatnya?" tanya Holmes. "Tidak, Simeonov takkan bisa melihat Leonticles dari tempatnya terbaring," jawab Lord Eversden," Count Balinsky dan Baron Nopchka tiba setelah Pasha dan saya, dan mereka berdiri mengintip dari bahu kami melihat pemandangan mengerikan itu." "Terima kasih, Lord Eversden, komentar Anda sangat memberi pencerahan," kata Holmes. "Sekarang saya ingin memeriksa kamar tidur Mr. Simeonov." Kami memasuki kamar tidur dan Holmes langsung menuju jendela. "Apakah jendela ini tertutup waktu Anda tiba di atas?" ia bertanya pada Lord Eversden. "Sejauh yang saya ingat, ya, walaupun saya tidak masuk kamar, tapi saya bisa melihat jendela itu dari koridor. Hanya Nopchka dan Kolonel yang masuk, membawa tubuh Simeonov." Holmes membuka lemari pakaian, yang ternyata kosong, kemudian berlutut di lantai dan mengintip ke bawah ranjang. Ia mengulurkan tangannya ke bawah ranjang dan menarik keluar sebuah tas Gladstone kecil yang sangat tua. "Apakah tas ini milik Simeonov?" tanyanya. "Ya, hanya itulah bawaannya," jawab Lord Eversden. Holmes meletakkan tas itu di atas ranjang dan membukanya. Tampaknya tas itu tak berisi apa-apa kecuali pakaian dan perlengkapan biasa seorang tamu yang berkunjung. Tiba-tiba Holmes memandang jendela dan membeku. Ekspresi di wajahnya begitu mengejutkan, sehingga kami semua mengikuti pandangannya, tapi aku, setidak-tidaknya, tak bisa melihat apa pun yang tak biasa. "Ada apa, Sherlock," seru Mycroft, "di luar jendela sana?" Holmes dengan cepat memulihkan ketenangannya. "Tak ada apa-apa," katanya. "Hanya gerakan tiba-tiba, mungkin seekor burung." Ia menutup tas itu dan mengembalikannya di bawah ranjang. Kemudian kami pergi ke kamar tidur semua tamu lainnya, tapi sama sekali tak ada yang ditemukan dari tempat-tempat ini pula. Setelah pemeriksaan di luar rumah dan di tanah seselilingnya, tempat Holmes mencari dengan sia-sia semua tanda-tanda jejak kaki, kami kembali ke ruang tamu, tempat kami semua duduk, kecuali Holmes, yang tetap berdiri di sebelah perapian. "Lord Eversden," ia memulai, "saya ingin bertemu dengan para diplomat yang menjadi tamu Anda dua hari lalu, tapi, sebelum saya melakukan hal itu, saya ingin memperoleh penilaian atas karakter dan latar belakang mereka dari Anda sendiri dan saudara saya. Sebagai pembuka, Orman Pasha. Tentu saja, saya sudah berkenalan dengannya dan ia saya anggap orang yang berkemampuan dan jujur. Anda berdua mengenalnya dengan lebih baik; apakah Anda menerima kesimpulan saya?" Lord Eversden berbicara dulu: "Ya, ia pria yang sepenuhnya sopan dan terhormat. Saya sudah mengenalnya selama tiga puluh tujuh tahun." Mycroft mengangguk. "Tak ragu lagi ia adalah salah satu diplomat Turki paling terkenal. HMG selalu mempunyai kesepakatan bagus dengannya; ia dikenal tak dapat disuap." "Dan Kolonel Yusufoglu, si Atase Militer?" tanya Holmes. "Ah, ia pria yang sulit dikenal," kata Mycroft, "seorang pria yang agak gelap, suka berpikir, yang kuanggap cukup mampu menyimpan dendam." Ia berpaling pada Lord Eversden, yang menambahkan: "Saya tak mengenal baik pria itu, tapi saya akan bersumpah bahwa saya langsung tak menyukainya." "Apa yang diketahui tentang latar belakangnya?" "Ia adalah staff Gubernur Turki di Thessaly," jawab Mycroft, sang sumber pengetahuan politik, "yang secara efektif adalah bagian Yunani yang masih berada di bawah hukum Turki, atau demikianlah yang dikatakan Yunani. Gubernurnya, Hassan Pasha, berurusan dengan sebuah perusahaan, tapi turut campur dalam kerusuhan yang pecah di sana tahun lalu dan mendapatkan ucapan terima kasih dari Yunani, yang merupakan sesuatu yang di luar kebiasaan dalam hubungan Yunani-Turki. Yusufoglu adalah wakilnya dan ia, juga, memperoleh reputasi dari penanganan yang adil ketika anggota berbagai golongan yang membuat kerusuhan dibawa pengadilan. Ia menjabat posisinya di Kedutaan Turki di London baru enam bulan lalu." "Dan Count Balinsky-orang macam apa ia?" tanya Holmes. "Seorang yang pria dengan keyakinan yang sangat kuat, kokoh, dan berwatak bengis, seperti yang Anda ketahui dari cerita Orman Pasha," kata Lord Eversden. "Seorang pria berbahaya dan bukan orang yang bisa diajak main-main. Ia penganut kuat Pan-Slavisme(Pergerakan pada pertengahan abad 19 yang bertujuan untuk menyatukan bangsa Slavia.) dan memiliki kebencian mendalam dan ketidakpercayaan pada orang-orang Turki. Sedangkan Baron Nopchka, ia seorang bangsawan yang ramah, bila bukan sangat imajinatif, anggota salah satu keluarga tertua Austria-Hungaria. Ia orang kepercayaan dekat Kaisar. Temperamennya liberal, ia mendukung sebagian besar perwakilan parlemen untuk orang-orang Slavia di Kekaisaran Austro-Hungaria, tapi diam-diam sangat mencurigai kegiatan politik orang-orang Slavia di negaranya." "Yang tinggal adalah Mr. George Leonticles, Konsul Yunani," kata Mycroft, "Ia, seperti Yusufoglu, belum lama di posnya. Ia memegang sejumlah posisi di Pemerintahan Yunani sebelum datang ke Inggris. Ia digosipkan terlibat dalam sejumlah kegiatan politik yang membuat raja Yunani tak senang. Ia pria yang berwatak dan menyimpan rahasianya sendiri." "Satu pertanyaan terakhir; di mana alamat Mr. Simeonov di London?" Mycroft menarik sebuah buku catatan kecil dari sakunya. "Harrington Mews, Nomor 6, WI," katanya, "tapi aku khawatir kemungkinan besar Kedutaan Bulgaria takkan memberi kau ijin masuk ke tempat itu. Sejak penolakan Pemerintah Inggris untuk mendukung klaim Pemerintahnya, pihak berkuasa Bulgaria menjadi tak kooperatif." Holmes dan aku kembali ke London pada awal siang. Di perjalanan aku memberanikan diri berkata pada temanku, "Holmes, sejauh ini kau belum berkomentar tentang keberadaan sebuah revolver yang berisi tapi tak ditembakkan di sebelah tubuh Simeonov. Aku sudah memikirkan masalah itu dan hanya bisa menyimpulkan bahwa revolver itu milik Simeonov dan ia mencoba melindungi dirinya dari pembunuhnya dengan menarik keluar revolvernya ketika ia sadar bahwa ia hendak ditembak. Setujukah kau?" "Faktanya akan menunjang interpretasi itu, kurasa," jawab Holmes, saat kereta api tiba di stasiun Victoria. "Apakah interpretasi lain terpikir olehmu?" balasku. "Ya, Watson," jawab Holmes, dengan cahaya di matanya dan melompat turun dari kereta. Kami memanggil sebuah kereta kuda dan Holmes meminta kusirnya mengantar kami ke Kedutaan Rusia. Setibanya di sana, Holmes, sambil menyerahkan kartunya pada penjaga pintu, minta bertemu Duta Besar. Beberapa lama kemudian, kami diantar ke ruang mewah Count Balinsky. Count Balinsky tetap duduk ketika kami masuk dan memandang kami dengan dingin dan bibir terkatup rapat saat kami berdiri di depan mejanya. Ekspresi di wajahnya adalah kemarahan yang hampir tak terkontrol dan ia sedang membolak-balik kartu Holmes di antara jari-jarinya. Ia seorang pria kurus, dengan wajah pucat dan mata yang membara seperti api. Ia bercukur bersih, sebuah kumis pensil yang tiba-tiba membelok ke atas di ujung-ujungnya. "Anda agen orang Turki itu, bukan?" katanya dingin. "Saya diminta mempelajari misteri pembunuhan Mr. Anton Simeonov oleh Yang Mulia Orman Pasha," jawab Holmes. "Dan Anda datang pada saya minta bantuan?" tanyanya dengan nada sangat heran. "Saya datang untuk bertanya apakah Anda dapat memberikan titik terang dalam urusan tragis ini," kata Holmes. "Saya bisa memberikan sangat banyak titik terang dalam urusan tragis ini, Mr. Holmes," jawab Count itu, mengancam. "Kolonel Turki itu yang melakukannya. Saya berkata demikian padanya dengan cukup terbuka di depan semua orang." "Bukti apa yang Anda miliki untuk hal ini?" tanya Holmes. "Bukti?" tanya Count itu, dengan ekspresi yang pahit di wajahnya, seakan permintaan bukti adalah cita rasa yang patut dipertanyakan. "Siapa lagi yang punya motif? Mengapa tamu-tamu lain selain utusan Sultan, ada yang ingin membunuh Simeonov? Orman Pasha sedang bersama Lord Eversden ketika pembunuhan itu dilakukan, jadi tinggal Yusufoglu." "Seseorang lain bisa saja membunuhnya untuk melibatkan Yusufoglu," kata Holmes, dengan suara pelan menatap mata Count itu tepat-tepat. "Bahkan mungkin Simeonov dibunuh untuk menimbulkan masalah di antara negara Anda dan Turki." Mata Count itu menyipit dan bibirnya menipis. Tiba-tiba, ia berdiri. "Terima kasih, Mr. Holmes," katanya, dengan sangat marah. "Wawancara ini sudah selesai." Setelah pengusiran kami yang tak terhormat dari kedutaan Rusia, kami naik kereta kuda lain, kali ini ke kedutaan Austria-Hungaria. Ketika kami tiba di sana kami menerima penyambutan yang sangat berbeda, karena Baron Nopchka sangat gentleman. Ia bertinggi badan sedang dan berbadan sehat kuat berambut pirang, memucat menjadi perak di dahi, matanya yang penuh humor dan kumis pirang yang elegan semua terkombinasi untuk memberikan kesan bangsawan Eropa Tengah yang jujur, tak sulit membayangkannya mengenakan topi Tirolnya dan menembak babi hutan liar di pondok berburunya di hutan-hutan Wina. Ia bangkit saat kami masuk ke ruangannya dan berjabat tangan dengan kami, mengatakan betapa senangnya ia mengetahui bahwa temanku yang berkemampuan setuju menyelidiki tragedi itu. "Baron Nopchka," Holmes memulai, setelah kami duduk, "saya ingin mencapai kesimpulan dari tragedi ini tanpa penundaan. Karena itu Anda akan memaafkan saya, bila saya bertanya pada Anda apakah Anda mempunyai kecurigaan siapa yang melakukan pembunuhan itu." Alis mata Baron terangkat. "Itu bukan pertanyaan yang sangat diplomatis," ia menjawab dengan senyum masam, "tapi, dalam keadaan luar biasa dimana kami berada, saya harus mengakui pertanyaan itu adil. Bagaimanapun, saya tak bisa berkata saya punya pendapat tentang masalah itu, tapi saya hanya bisa menyatakan harapan tulus saya bahwa Kolonel Yusufoglu bukan pembunuhnya, karena konsekuensinya tak dapat dibayangkan. Biarpun begitu Balinsky yakin pembunuhnya adalah pria itu." "Di mana Anda dan Count Balinsky berada ketika Anda mendengar tembakan yang membunuh Simeonov?" "Saya sedang berada di ruang merokok dan Balinsky, saya yakin berada di perpustakaan. Paling tidak, ketika saya bergegas keluar ke aula, saya melihat Balinsky di luar pintu perpustakaan. Kami kemudian lari ke atas bersama-sama." "Anda berkata Count Balinsky berada di luar pintu perpustakaan; apakah ia berdiri di sana, atau apakah ia tampaknya lari keluar dari perpustakaan?" "Tidak, ia cuma berdiri di sana," kata Baron, dengan mengerutkan kening, seakan suatu pemikiran baru terlintas di benaknya. "Apakah ada petunjuk dari arah mana ia berjalan sebelum Anda bergegas keluar dari ruang merokok?" "Tidak," kata Baron lagi, masih mengerutkan alis, "ia berdiri diam, dengan punggung menghadap pintu perpustakaan." "Apakah pintu perpustakaan terbuka atau tertutup?" "Tertutup." Ada keheningan, kemudian Holmes berbicara. "Apakah Anda tahu di mana Mr. George Leonticles berada ketika tembakan itu ditembakkan?" "Tidak, saya hanya melihatnya ketika saya mencapai lantai di atas tangga tingkat dua. Ia berdiri beberapa kaki dari tempat Simeonov terbaring, tampak pucat." "Menurut pendapat Anda, apakah Anda bisa mengatakan bahwa ia mampu membunuh?" "Itu mungkin, tentu saja, tapi ia orang yang begitu berbudi halus sehingga sejujurnya saya tak bisa membayangkan ia melakukan pembunuhan. Ia cukup terguncang oleh kejadian itu." "Bila ia membunuh Simeonov, ia akan punya alasan bagus untuk tampak terguncang." "Ya, kurasa begitu." "Anda membawa tubuh itu ke kamar tidur bersama Kolonel Yusufoglu; apakah Anda memperhatikan bahwa Kolonel itu bersenjata?" "Saya jelas tidak melihat ada senjata. Ia tidak mengenakan jaket waktu itu, dan setelah kami meletakkan mayat itu di atas ranjang kami turun tangga bersama-sama dan ia tetap dalam jarak pandangan saya selama paling tidak satu jam sesudahnya." "Apakah saat itu Anda yakin ia tidak bersalah?" Baron tak mengatakan apa pun, tapi kerut di keningnya kembali. Ia bergerak-gerak di kursinya. "Mr. Holmes," katanya akhirnya, "ada sesuatu yang saya rasa seharusnya saya beri tahukan pada Anda. Saya telah menghindarkan diri melakukan hal ini karena saya tak tahu apa arti yang saya saksikan dan saya takut cerita saya hanya akan mengacaukan urusan dan mungkin melibatkan orang tak bersalah. Bagaimanapun, dari apa yang saya dengar tentang Anda dan, terlebih lagi, sekarang setelah saya bertemu langsung dengan Anda, saya yakin bahwa saya bisa sepenuhnya bergantung pada Anda untuk mencapai kebenaran urusan berbelit ini." Holmes menganggukkan kepalanya dengan khidmat pada Baron. "Segera setelah saya dan tamu yang lain tiba di Royston Manor, saya pergi ke perpustakaan untuk memeriksa beberapa buku Lord Eversden. Buku adalah kecintaan saya yang terbesar, Mr. Holmes. Saat saya masuk, yang saya lakukan dengan diam-diam agar tidak mengganggu pembaca lain, saya mendengar suara-suara Mr. Leonticles dan Kolonel Yusufoglu, Atase Militer Turki itu. Leonticles sedang berkata, "Kita tak punya pilihan, kita harus bertindak sekarang, kita takkan mendapat kesempatan yang lebih bagus." Kemudian Yusufoglu menjawab: "Tidak, tidak, tidak sekarang, tidak di sini. Akan lebih aman-" Pada saat itu Count Balinsky masuk dengan ribut ke dalam ruangan dan percakapan mereka mendadak berhenti. Seperti yang saya katakan, Mr. Holmes, saya tak tahu apa artinya ini dan saya meletakkannya dalam tangan Anda yang mampu." Aku memandang Holmes dan merasa bergairah melihat ekspresi keras keceriaan di wajahnya yang menunjukkan bahwa ia menemukan jejak. Ia berdiri dan membungkuk pada tuan rumah kami yang gentleman. "Baron Nopchka," katanya dengan kegairahan yang ditekan, "pengamatan Anda sangat berharga." Wajah jujur Baron itu tampak kagum dan tersemangati oleh komentar Holmes. Ia berkata: "Apakah Anda sudah mencapai kesimpulan tentang kasus ini, Mr. Holmes? Berita baik atau buruk?" "Saya belum benar-benar menyelesaikan penyelidikan saya dan, bagaimanapun juga, saya berkewajiban untuk melapor terlebih dahulu pada Orman Pasha, yang memberi tugas pada saya untuk menyelidiki masalah ini," kata Holmes. "Bagaimana pun, saya akan berkata pada Anda, Baron, bahwa ada alasan untuk optimis." Kami pergi dari kedutaan, meninggalkan seorang bangsawan Austro-Hongaria yang sangat kebingungan, tapi secara keseluruhan lega, di belakang kami. Kami tiba larut malam di Baker Street, dengan Holmes dalam suasana hati sempurna. Sebuah telegram menunggu Holmes; ia menyobeknya terbuka dan membacanya keras-keras: "Pangeran dalam perjalanan ke Konstantinopel. O.P." "Sempurna!" Holmes berseru. "Teman Turki kita memainkan permainannya." Kami menyantap makan malam luar biasa yang disiapkan oleh Mrs. Hudson, selama waktu itu, Holmes menolak membicarakan kasus itu. Ketika kami selesai dan duduk di dekat api, Holmes menghisap pipanya yang sangat berbau busuk, ia memandangku dengan mata bersinar dan berkata: "Watson, aku ingin melakukan suatu kejahatan malam ini. Apakah kau masih mempunyai revolver tentara dan linggis pendekmu?" Aku merasa bergairah; sudah cukup lama sejak Holmes dan aku mengalami petualangan seperti itu yang kadang-kadang menempatkan kami di sisi hukum yang salah. "Holmes," aku berkata, sepenuh hati, "aku pengikutmu; beri saja aku waktu setengah jam untuk mengambil yang kau minta dari kamarku." Waktu sudah mendekati tengah malam ketika Holmes dan aku tiba di Harrington Mews. Kami berjalan mengendap-endap ke Nomor 6 dan, saat kami mendekat, Holmes berbisik di telingaku: "Apakah kau membawa linggis pendek untuk dipakai, Watson." Aku mengangguk, dan kami mengendap-endap ke pintu seperti perampok. Aku sudah hendak menggunakan linggis pendekku, ketika aku menahan nafas: "Holmes, pintunya sudah terbuka! Holmes berdiri diam. "Menarik, Watson, menarik," kata Holmes berbisik, "malam ini mungkin masih mempunyai banyak kejutan." Kami masuk rumah tanpa suara Holmes berjalan dengan cepat namun tanpa suara ke ruang kerja. Saat kami mencapai pintunya, kami bisa melihat cahaya bersinar dari sela-sela di bawah pintu. Ada suara seperti seseorang mengobrak-abrik kertas di ruangan itu. Kami berdiri diam dan mendengarkan, ketika tiba-tiba suara orang membongkar kertas itu berhenti dan lampu gas dimatikan. "Sekarang, Watson!" kata Holmes dan kami bergegas masuk ke kamar itu, hanya untuk melihat sebuah bayangan gelap melompat keluar dari pintu yang terbuka dan ke halaman di belakang rumah. "Kejar dia, Watson!" seru Holmes. Aku bergegas ke pintu dan melompat ke luar; aku bisa melihat buruanku berusaha menuju pagar, melompat-lompat di atas satu kaki seakan-akan satu kakinya terluka karena jatuh. Aku melesat ke arahnya, tapi tersandung kayu dan jatuh berdebam. Ketika aku berdiri lagi penerobos itu sudah pergi. Aku berjalan tertatih-tatih kesakitan menuju pagar, tapi tak ada tanda-tanda keberadaannya. Aku kembali pada Holmes dengan kecewa. "Itu urusan kecil, Watson," katanya, ketika aku memberitahukan padanya kegagalanku, "kita akan bertemu dengan pria itu besok pagi." Selama aku tak ada Holmes tidak bermalas-malasan, tapi telah memeriksa kertas-kertas di atas meja dan di dalam laci. Ia sekarang memegang sebuah potongan kecil kertas menghadap cahaya. "Ada kecurangan di sini, Watson!" katanya, wajahnya kaku dan keras, "tapi sesarang sudah waktunya kembali ke tempat tidur kita karena banyak yang harus dikerjakan besok." Setelah itu, kami berjalan kembali ke Baker Street, dan paling tidak dalam kasusku, satu malam tidur yang gelisah dan tak nyenyak. Aku bangun keesokan paginya mendapati Holmes rrengguncangkan bahuku. "Bangun, Watson! Permainan sudah dimulai!" "Jam berapa sekarang, Holmes?" aku bertanya, mengantuk. "Tujuh, Watson, dan sarapan sudah siap." Aku bangkit, mencuci muka dan pergi sarapan. Holmes sudah menyantap miliknya dan berhasrat untuk pergi, jadi aku menelan roti panggangku dan meneguk tehku secepat aku bisa dan, setelah beberapa menit saja, kami sudah berada dalam perjalanan menuju sebuah alamat yang telah diberikan Holmes pada kusir kereta kuda kami. Kontras dengan malam sebelumnya, Holmes tampak asyik dan agak bergairah. Aku bertanya: "Apakah kau sudah mencapai kesimpulannya, Holmes?" "Kau tahu cara kerjaku, Watson, kesimpulanku selalu kuberikan bila aku siap." Kami berjalan tanpa berbicara ke tujuan kami, yang ternyata merupakan sebuah bangunan kecil yang menjadi tempat Konsulat Yunani. Kami memasuki bangunan itu dan minta bertemu Konsul, Mr. Leonticles, dan segera diantarkan ke kantor Konsul. Mr. George Leonticles, sang Konsul Yunani, adalah seorang pria pendek dengan rambut hitam kelam, wajah pucat dan jenggot kambing runcing yang cerewet dan kumis yang dilapis lilin. Ia lembut dan sopan dalam sikapnya, namun gugup. Ia bangkit dengan kaku dan meminta kami duduk. "Apa yang bisa saya bantu, tuan-tuan?" ia bertanya. "Mr. Leonticles, nama saya Sherlock Holmes dan saya ditugaskan untuk menyelidiki pembunuhan mendiang Mr. Simeonov," jawab Holmes. "Akan sangat membantu secara material dalam penyelidikan saya bila Anda mau menjawab beberapa pertanyaan sehubungan dengan misteri itu." Mr. Leonticles mengelus jenggot dan kumisnya sebelum menjawab, "Saya akan senang bisa membantu Anda, Mr. Holmes, tapi dengan menyesal saya katakan bahwa yang saya ketahui hanya akan sedikit menarik hati Anda." "Bagaimanapun, Anda akan bisa membantu mengklarifikasi beberapa poin," kata Holmes, "misalnya, bisakah Anda memberi tahu saya di mana Anda berada ketika Anda mendengar tembakan yang membunuh Mr. Simeonov itu?" "Saya sedang berada di kamar saya." "Kamar Anda dua pintu jauhnya dari Simeonov, namun demikian ketika Lord Eversden dan Orman Pasha tiba, mereka menemukan Yusufoglu berlutut di sebelah tubuh itu, sementara Anda berdiri agak jauh. Mengapa Anda tidak membantu menolongnya?" "Kamar Yusufoglu berada di antara kamar saya dan Simeonov dan Yusufoglu bisa mencapainya terlebih dahulu," jawab Leonticles, butir-butir keringat mulai muncul di dahinya. "Apakah kolonel berada di kamarnya ketika tembakan itu dilepaskan?" tanya Holmes. "Saya rasa begitu. Ketika saya keluar ke koridor ia sudah ada di sana, berlutut di samping Simeonov." "Mr. Leonticles," tanya Sherlock Holmes terus terang, "apakah Kolonel Yusufoglu membunuh Mr. Simeonov?" "Tidak!" "Anda tampaknya sangat yakin akan hal itu. Bagaimana Anda bisa tahu ia tidak membunuh Simeonov?" "Kolonel Yusufoglu tak bisa melakukan pembunuhan itu. Saya sudah-saya yakin ia tidak membunuh orang itu." "Namun demikian Count Balinsky tampaknya pasti bahwa kolonel itu adalah pembunuhnya." "Count Balinsky salah," kata Konsul itu tegas. "Terima kasih, Mr. Leonticles," kata Holmes, tiba-tiba bangkit untuk meninggalkan ruangan. Saat kami mencapai pintu, Holmes berhenti dan memeriksa sebuah patung Yunani kecil di atas meja- sebelah jendela. "Saya menaruh minat besar pada seni Yunani Kuno. Apakah ini reproduksi dari Aphrodite?" ia bertanya pada Konsul itu, dengan senyum mempesona di wajahnya. "Bukan, bukan," jawab tuan rumah kami, mengitari mejanya, sedikit pincang waktu berjalan, dan menunjuk patung lain di atas sebuah meja di sisi lain ruangan, "ini Aphrodite." "Tentu saja," kata Holmes. "Sekali lagi, terima kasih, Mr. Leonticles, kami takkan menghabiskan lebih banyak waktu Anda lagi. "Kita mendapat kemajuan, Watson," kata Holmes, saat kami duduk di kereta kuda dalam perjalanan kami ke Belgrave Square, "apakah kau perhatikan pincangnya?" Aku memang sudah memperhatikannya. "Sangat mirip dengan pincangku, Holmes, setelah tersandung tumpukan kayu di Harrington Mews," kataku, "Mengapa kau tidak mengkonfrontasinya dengan hal itu?" "Tak perlu," jawab Holmes, "ia mengetahuinya." "Tapi apakah nantinya ia tidak akan melarikan diri dari negeri ini, sekarang setelah ia mengetahui kau mencurigainya masuk ke rumah orang Bulgaria itu?" aku bertanya. "Tidak, Watson," jawab Holmes, tersenyum, "kurasa tidak." Kami tiba di Kedutaan Turki dan diantar oleh seorang penjaga pintu yang mengingatkanku pada jin lampu Aladin. Ia mengenakan sepatu bot merah dengan ujung jari melengkung ke atas, celana baggy hitam dan sebuah tunik hijau berornamen banyak. Ia menerima kartu Holmes tanpa bicara dan pergi mengantarkannya pada Orman Pasha. Beberapa menit kemudian, seorang pria muram berjas dan mengenakan topi datang dan mengiringi kami ke ruangan Pasha. Kali ini Orman Pasha tidak berseragam lengkap, tapi mengenakan mantel panjang hitam. Ia bangkit dari belakang mejanya dan menyambut kami dengan hangat. "Mr. Holmes," katanya, saat ia menggerakkan tangan menyuruh kami duduk, "beranikah saya berharap Anda punya kabar baik untuk disampaikan?" | "Kami mendekati penyelesaian misteri ini, Orman Pasha," kata Holmes, "tapi ada beberapa hal tak jelas yang masih tertinggal. Saya berani berharap mungkin kita dapat mencegah suatu bencana." "Saya sangat lega mendengarnya, Mr. Holmes," jawab Pasha. "Namun, saya memang punya beberapa pertanyaan untuk Anda, setelah itu saya akan ingin bertemu Kolonel Yusufoglu," kata Holmes, duduk bersandar di kursinya. "Orman Pasha, bila, seperti yang akan kita asumsikan untuk sementara ini, urusan Bulgaria itu tidak dibunuh oleh agen pemerintahan Anda, siapa lagi yang punya motif membunuhnya?" Sang Pasha berpikir sejenak. "Dari orang-orang yang hadir pada makan malam Lord Eversden, saya tak bisa memikirkan orang lain yang mungkin punya motif. Mereka semua orang dengan posisi diplomatik menonjol dan saya tak bisa melihat apa keuntungan yang akan mereka peroleh dari melakukan hal semacam itu." "Tidakkah Anda kemudian berpikir bahwa penyelesaian masuk akal yang bisa ditarik adalah bahwa salah satu agen Pemerintahan Anda memang, sebetulnya, melakukan pembunuhan? Kolonel Yusufoglu sedang berlutut di sebelah Simeonov; kata-kata terakhir Simeonov tampaknya menuduhnya; Count Balinsky yakin Kolonel bersalah. Tak ada bukti lain yang tampaknya mengisyaratkan bahwa orang lain bersalah. Tidakkah kesimpulannya haruslah bahwa kolonel bersalah?" Sang Pasha memandang Holmes dengan ekspresi campuran kegelian dan ketidaksabaran. "Mr Holmes," katanya, "mengapa Anda mengusulkan hal semacam itu ketika Anda sudah yakin bahwa itu tidak benar?" "Mengapa Yang Mulia menyimpulkan bahwa saya tak menerimanya sebagai kebenaran?" "Karena Anda sudah memberi tahu saya Anda punya harapan besar akan mencegah bencana, Mr. Holmes. Bila Anda memang percaya bahwa Yusufoglu bersalah, Anda tentunya tak akan mengatakan hal itu." Holmes memasang senyumnya yang rapat dan rahasia. "Bersalah adalah masalah definisi. Kita tak boleh melupakan bahwa, dalam pembunuhan mana pun, motif pembunuh paling tidak sama pentingnya dengan identitasnya." Alis mata Pasha menjadi gelap. "Saya khawatir, Mr. Holmes, bahwa, apa pun motifnya, hal itu takkan banyak membawa perbedaan bila Yusufoglu adalah pembunuhnya. Apakah Anda ingin berbicara dengannya sekarang?" Holmes mengangguk dan sang Pasha membunyikan bel. Pria muram itu memasuki ruangan dan diberi beberapa instruksi singkat dalam bahasa Turki, setelah itu ia pergi, dan kembali lagi beberapa menit kemudian dengan seorang pria tinggi, berbahu bidang-kolonel Yusufoglu. Raksasa berkulit gelap, dengan mata hitam tajam dan kumis hitam tebal. Aku akui ia akan kuanggap sebagai orang yang murung, yang bisa melakukan pembunuhan bila keperluan itu muncul. Sang Pasha memperkenalkan kami, Holmes dan aku berjabat tangan dengannya. Ia duduk, memandang kami dengan curiga. "Kolonel," Holmes memulai, "saya harap Anda akan memaafkan saya bila saya berbicara secara terbuka dan tanpa ditutup-tutupi, karena apa yang menjadi taruhan dalam masalah ini. Anda, saya yakin, tahu bahwa Anda dipandang sebagai tertuduh utama dalam pembunuhan Anton Simeonov. Apa yang Anda katakan sebagai pembelaan?" "Saya tidak membunuh orang Bulgaria itu," jawab kolonel tabah. "Lalu siapa yang melakukannya?" "Saya diberi tahu bahwa adalah tugas Anda mencari tahu." "Bagaimanapun, saya akan tertarik dengan pandangan Anda dalam hal ini." "Saya tidak menyaksikan pembunuhan itu, bagaimana saya tahu siapa yang membunuh orang itu?" "Apa yang Anda maksudkan ketika Anda berkata pada Count Balinsky bahwa ia mengetahui kebenarannya?" "Maksud saya adalah ia pasti tahu bahwa saya punya segala alasan untuk tidak melakukan pembunuhan itu. Bahkan ia pasti sadar bahwa tindakan semacam itu akan memperuncing kejadian yang dengan cemas berusaha kami hindari." "Mengapa Anda berkata 'Tanya diri Anda sendiri siapa pembunuhnya?'" Atase Militer itu bergerak-gerak gelisah. "Saya memintanya berpikir lebih jernih." Aku memperhatikan Orman Pasha memandang kolonel ini dengan raut khawatir di wajahnya, seakan-akan ia mendapati jawaban kolonel atas pertanyaan Holmes lemah dan tak meyakinkan. Holmes melompat berdiri. "Terima kasih, kolonel, Anda sudah memberi tahu saya segala yang perlu saya ketahui." Kolonel itu bangkit dari tempat duduknya, memandang Holmes dengan ekspresi separuh marah dan separuh takut. Ia berpaling dan mengatakan sesuatu dalam bahasa Turki pada Orman Pasha, yang mengangguk. Kolonel itu berbalik dan memandang Holmes dengan mata hitam menyala-nyala, kemudian dengan tiba-tiba meninggalkan ruangan. "Orman Pasha," kata Holmes, ketika kolonel itu rudah pergi, "apakah ada anggota staff Anda yang bisa berbicara bahasa Bulgaria?" "Saya sendiri bisa, Mr. Holmes," jawab Pasha, dengan ekspresi sedikit heran di wajahnya. "Bagus, kalau demikian mungkin Anda mau berbaik hati memberi tahu saya apakah kalimat Inggris ini adalah terjemahan yang benar atas kalimat Bulgaria di atasnya." Ia menyerahkan pada tuan rumah kami sepotong kecil kertas. Pasha menerimanya dan aku terganggu melihat orang tua itu benar-benar terkejut. "Apa artinya ini, Mr. Holmes," kata Pasha, "apa yang sedang Anda beri tahukan pada saya?" "Saya memberi tahu Anda bahwa kasus ini jauh lebih rumit daripada yang kita pikirkan dari luar. Saya anggap terjemahan itu akurat?" "Akurat, Mr. Holmes," kata Pasha, menggelengkan kepalanya kebingungan dan keheranan. Dalam perjalanan kami kembali ke Baker Street, Holmes berhenti di sebuah kantor pos untuk mengirim telegram. Ia kemudian mengadakan kunjungan ke saudaranya Mycroft di Diogenes Club dan aku pergi seorang diri ke Baker Street. Ketika ia akhirnya kembali, Holmes berjalan ke rak perapian dan, yang membuatku ketakutan, ia berdiri merenungi jarum suntik yang memungkinkannya menuruti satu-satunya kelemahannya. "Holmes, temanku yang baik," kataku, "kau sudah mencapai kesimpulan akhir kasus ini." "Ya, Watson, aku sudah mencapai kesimpulan akhirku." Kami makan malam dengan tenang, yang seperti biasa disiapkan oleh Mrs. Hudson yang sempurna. Setelah makan, Holmes berdiri. "Besok pagi kita akan pergi ke Stoke Morden untuk menyelamatkan dunia," katanya. "Sebaiknya tidur cepat, Watson." Ia menghilang ke kamar tidurnya, sementara aku masuk ke kamarku dengan suasana hati muram. Holmes kembali seperti sediakala keesokan paginya. Kami makan pagi dan dengan cepat sudah berada dalam perjalanan ke Stasiun Victoria. Ketika kami akhirnya tiba di Royston Manor, aku memperhatikan sejumlah kereta kuda bagus yang ditarik oleh kuda-kuda luar biasa bergerak pergi di jalur masuk lebar berlapis batu yang mengarah ke rumah. Kami diterima oleh kepala pelayan tua itu dan diantar ke ruang tamu, tempat, yang membuatku terheran-heran, aku menemukan semua pelaku drama tragedi barusan hadir. Lord Eversden duduk di kursi berlengannya, dengan Orman Pasha di atas bangku di sebelahnya. Baron Nopchka duduk di ujung lain bangku itu, sementara Mr. Leonticles dan Colonel Yusufoglu duduk di kursi berlengan di hadapan bangku itu. Count Balinsky, seakan meremehkan kehadiran orang lain, duduk agak menjauh, dekat jendela. Mycroft Holmes duduk di sebuah kursi tegak di depan meja di belakang bangku. Saat kami masuk, Lord Eversden bangkit dan menyeberang untuk menyambut kami. "Saya menerima telegram Anda, Mr. Holmes," katanya. "Seperti yang bisa Anda lihat, mereka semua ada di sini. Inspektur Lestrade akan tiba dalam waktu satu jam." Ia memberi isyarat pada kami agar duduk, yang kulakukan di atas sebuah kursi tegak dekat Baron Nopchka. Holmes menolak undangan itu dan tetap berdiri. "My lord dan tuan-tuan," Holmes memulai. "Saya senang bisa melaporkan bahwa saya telah memecahkan misteri yang baru saja menjatuhkan bayangan pada hubungan internasional. Patut disayangkan, kemungkinan besar kita takkan bisa membawa si pelaku ke pengadilan, karena kita berurusan dengan penjahat yang sangat pandai. Penyelidikan saya mengijinkan saya menyimpulkan bahwa seorang perampok bersenjata berhasil masuk ke dalam rumah. Ia mengendap-endap naik tangga, tempat ia dikejutkan oleh Mr. Anton Simeonov. Sebelum Mr. Simeonov bisa menimbulkan kesiagaan, perampok itu mengeluarkan revolver dan menembaknya, tepat saat korban hendak membela diri dengan menarik keluar senjatanya sendiri. Pembunuh itu kemudian bisa menyembunyikan dirinya di belakang kursi berlengan besar di koridor dan tetap berada di sana ketika Anda semua tiba di tempat kejadian. Ketika Anda semua meninggalkan koridor, ia melarikan diri melalui salah satu jendela, dari situ ia melompat. Kemudian dengan cerdik ia menutupi jejaknya dan pergi. Ia sangat tak mungkin akan pernah tertangkap." Kami semua menatap Holmes. Lord Eversden berkata: "Tapi ini tak dapat dipercaya, Mr. Holmes, tak ada yang mengusulkan bahwa hal semacam itu terjadi." Ia mengarahkan pandangan susah pada Mycroft, yang, sendirian di antara penonton yang berkumpul, sedang mengangguk, dengan senyum geli penuh pengertian di wajahnya. Count Balinsky mendengus mengejek: "Apakah Anda kira Pemerintah saya akan menerima cerita seperti itu, karangan yang begitu jelas?" Ia bangkit berdiri. "Permisi, Lord Eversden, tapi saya berkewajiban mengirim telegram pada kabinet Tsar." Ia maju satu dua langkah melintasi ruangan, dengan senyum puas jahat di wajahnya, ketika Holmes mengambil langkah panjang dan menghalangi jalanya. "Count yang baik," katanya bengis, "saya sangat menyarankan agar Anda duduk. Cerita yang saya berikan mungkin lebih disukai oleh Pemerintah Anda-dan Anda sendiri-daripada alternatif yang bisa saya tawarkan." Count itu membelalak pada Holmes, tapi perlahan-lahan ekspresinya berubah menjadi kecurigaan yang penuh rasa takut. Holmes kembali ke tempat ia tadi berdiri, sementara Count tetap berdiri selama beberapa saat. Seisi ruangan tegang. Perlahan-lahan Count kembali duduk. "Kesulitan kasus ini adalah tidak adanya motif, selain motif jelas dalam kasus pembunuhan oleh agen Pemerintah Turki," kata Holmes. "Kebodohan tindakan semacam itu, terutama di bawah suhu politik sekarang, menunjukkan bahwa pembunuhan oleh seorang agen Turki sangat tak mungkin. Kejahatan semacam itu tak mungkin sesuai dengan tujuan Pemerintah Turki-sebetulnya, cukup berlawanan-jadi saya mengabaikan kemungkinan ini sebagai kemungkinan sebenarnya yang tampak dari luar. Bagaimanapun, ini tidak berarti pembunuhan itu tak bisa dilaksanakan oleh seorang Turki untuk alasan non politis. Ini, juga, tampaknya tak mungkin, karena orang seperti itu yang melakukan kejahatan seperti itu akan sangat menyadari interpretasi politis yang akan ditempatkan beberapa orang atas kejadian itu. "Karena itu, hipotesa kerja saya adalah bahwa kejahatan itu tidak dilakukan oleh kedua tamu Turki. Orman Pasha, bagaimanapun, tidak dicurigai, karena ia sedang bersama Lord Eversden waktu itu. Tapi Kolonel Yusufoglu ditemukan berlutut di sebelah Simeonov dan Count Balinsky menuduhnya atas pembunuhan itu. Di sisi lain, kolonel itu tampak tak bersenjata, tapi bila ia pembunuhnya, ia takkan punya waktu membuang senjata itu, kecuali dia menembak Simeonov, bergegas pergi membuang senjata, dan kemudian dengan jahat, kembali untuk menempatkan dirinya dalam posisi memberatkan berlutut di sebelah orang yang ia tembak. "Aspek lain yang membingungkan dari kasus ini adalah saya memulai dengan asumsi bahwa pembunuh Simeonov dan orang yang menyerangnya beberapa minggu lalu adalah orang yang sama. Paling tidak, tampaknya masuk akal untuk mengasumsikan bahwa kedua kejadian itu berhubungan. Penyelidikan saya mengungkapkan bahwa kedua kejadian itu tidak berhubungan dan itu adalah petunjuk yang memecahkan misteri." Holmes berpaling pada Lord Eversden. "Seseorang di ruangan ini membunuh Simeonov, tapi ia bukan pembunuh. Satu-satunya pembunuh di antara tamu-tamu Anda adalah Simeonov sendiri!" Kecuali Mycroft, kami semua menahan nafas keheranan. Count Balinsky mengajukan duduknya di kursi dan ekspresinya tampak lebih takut dari sebelumnya. Leonticles lebih pucat dari biasanya. Kolonel Yusufoglu menutup wajahnya dengan tangan. "Ya," kata Holmes, bergantian memandang Konsul Yunani, Kolonel Turki dan Count Rusia itu. "Anda semua mengetahui kebenaran hal ini. Ketika Kolonel Yusufoglu berkata bahwa Count Balinsky tahu kebenarannya, ia sedang membicarakan kebenaran, bukankah begitu, Count?" "Anda berani menuduh seorang anggota Pemerintah Tsar melakukan pembunuhan-" ia mulai, bangkit berdiri. "Kontrol diri Anda, Count," kata Holmes, kasar. "Tak ada yang menuduh Anda membunuh Simeonov. Kejahatan Anda jauh lebih kejam." Count membuka mulutnya untuk menjawab, tapi semua mata menatapnya, dan tak ada suara yang keluar dari kerongkongannya. Ia duduk, wajahnya berkerut. "Ketika kolonel berkata bahwa Count Balinsky mengetahui kebenarannya, ia memaksudkan ia tahu bahwa Simeonov adalah seorang pembunuh. Count Balinsky sangat memahami hal ini, tapi memilih berpura-pura tidak tahu, untuk alasan-alasan yang nantinya akan menjadi jelas. Sebenarnya, Simeonov tertembak saat ia hendak melakukan pembunuhan lain. Korban yang ia tuju siap menghadapinya dan kedudukan berbalik. Revolver yang terletak di lantai bukan revolver yang ingin digunakan Simeonov untuk melakukan pembunuhan, bukan yang ia cabut untuk membela dirinya. "Ketika saya memeriksa barang milik Simeonov, saya menemukan sebuah kotak kecil berisi apa yang tampak seperti kartu ucapan. Memang demikian-semacam itu. Saya harap saya dimaafkan karena mengalihkan perhatian agar semua orang melihat sesuatu lewat jendela, tapi itu perlu bagi saya untuk mengambil kotak itu tanpa dilihat melakukan itu. Setiap kartu punya huruf VMRO di atasnya." Holmes mengeluarkan salah satu kartu dari sakunya dan mengangkatnya. Huruf-huruf itu sangat besar dan dapat dilihat dengan mudah dari seluruh ruangan. Holmes berpaling pada Count Balinsky: "Anda mengenali simbol ini sebagai organisasi anarkis Balkan tanpa nama yang terkenal, bukankah begitu, Count? Saya bayangkan orang lain dalam ruangan ini juga tahu. Bagaimanapun, hanya tiga orang yang hadir di sini yang mengetahui masa lalu lengkap Simeonov yang penuh pembunuhan dan keanggotaannya pada organisasi itu. Ketika Watson dan saya masuk ke rumah Simeonov, saya menemukan tiga kartu lain, masing-masing dengan huruf IMRO tercetak di atasnya. IMRO adalah organisasi anarkis lawan, sangat bertentangan dengan organisasi pertama tadi. Satu kartu mempunyai tulisan berikut dalam bahasa Bulgaria: "Kematian sudah dekat. Anda sudah diperingatkan." Terjemahan saya dengan baik hati dikonfirmasi Orman Pasha ketika saya menunjukkannya padanya kemarin. Kartu itu juga memiliki tanggal Desember ketika Simeonov diserang di jalanan. Calon pembunuhnya pada kesempatan itu adalah anggota kelompok kriminal oposan. "Memahami hal ini membantu saya mengerti sisanya. Baron Nopchka secara tak sengaja mendengar Mr. Leonticles mendesak Kolonel Yusufoglu untuk bertindak, tapi kolonel itu mendesakkan untuk menahan diri. Baron mengkhawatirkan hal ini karena ia mengira Mr. Leonticles mungkin memaksudkan pembunuhan Simeonov yang sudah direncanakan, tapi ia salah. Mr. Leonticles ingin mengekspos Simeonov sebagai penjahat seperti adanya, sedangkan kolonel mungkin mendesak Mr. Leonticles menunggu hingga mereka berada pada pertemuan di London, tempat bangunan itu dijaga oleh polisi, membuat Simeonov sulit melarikan diri begitu ia diidentifikasi. Count Balinsky menerjang masuk dengan ribut ke dalam ruangan sementara kolonel sedang berbicara, tapi saya yakin ia sudah mendengar cukup banyak percakapan itu untuk memahami arti pentingnya. Ia kemudian memberitahu Simeonov apa yang ia dengar dan Simeonov berketetapan untuk mengurus urusannya itu dalam tangannya sendiri. "Mr. Leonticles-lah yang mengenali Simeonov. Ia berada di Thessaly ketika Kolonel Yusufoglu bertugas di sana sebagai Deputi Gubernur dan mereka berdua terlibat dalam mengakhiri kerusuhan yang dihasut oleh VMRO. Segera setelah ia mengenali Simeonov sebagai salah satu penjahat yang dijatuhi hukuman mati, tapi kemudian melarikan diri, ia memberitahu Kolonel Yusufoglu. "Kita sekarang tiba pada pertanyaan mengapa Count Balinsky memberi tahu Simeonov bahwa Mr. Leonticles mengenalinya. Count, seperti yang kita semua ketahui, bertekad memulai perang baru antara Rusia-Turki, yang ia yakini Rusia akan mendapat keuntungan dari hal itu. Count sangat menyadari bahwa, bila ia memberi tahu Simeonov bahwa Leonticles mengetahui masa lalunya, Simeonov akan mencoba membungkamnya. Bila seorang Yunani terbunuh selama pertemuan ini, kecurigaan akan langsung dijatuhkan pada orang Turki. Bila Simeonov terbunuh, kecurigaan akan tetap jatuh pada orang Turki. Apa pun yang terjadi, ia bisa menggunakan kesempatan itu sebagai alasan menimbulkan masalah dan mendorong Tsar menyatakan perang melawan Sultan. Rencananya tak boleh gagal. Ia menunggu di bawah di luar perpustakaan sehingga ia akan bisa bergegas ke atas ketika orang lain muncul-dalam hal ini adalah Baron Nopchka-untuk memastikan alibi untuk dirinya." "Mr. Leonticles bersenjatakan sebuah revolver, ketika ia mendengar Simeonov merayap di belakangnya. Ia menembak Simeonov dulu dan lari ke ujung lain koridor untuk menyembunyikan senjata itu untuk sementara waktu di belakang kursi berlengan besar di sudut. Saya yakin ia membuangnya dengan efisien setelah itu. Kolonel mendengar tembakan itu dan bergegas keluar dari ruangannya; ia mungkin telah melihat Mr. Leonticles menyembunyikan senjata itu, tapi ia kemudian pergi ke orang sekarat itu, mungkin untuk mendengar apa yang dikatakan orang sekarat itu. Ketika saya mewawancarai kolonel kemarin ia sama saja dengan memberi tahu saya bahwa ia tahu Mr. Leonticles membunuh Simeonov. Saya bertanya apakah ia tahu siapa yang membunuh Simeonov dan ia tidak berkata 'Tidak', tapi menjawab: 'Saya tidak menyaksikan pembunuhan, bagaimana mungkin saya tahu siapa yang membunuhnya?' Caranya menghindari kata 'membunuh' juga mengungkapkan hal sebenarnya." Holmes berpaling pada George Leonticles, Konsul Yunani. "Apakah saya menceritakan kisah yang cukup baik?" ia bertanya. Konsul itu tetap diam, dengan wajah tegang selama beberapa lama. "Ya, Mr. Holmes, Anda sudah melakukannya. Tapi Anda belum menjelaskan arti kata-kata terakhir pria sekarat itu, walaupun saya yakin Anda juga mengerti." "Ya," kata Holmes, "saya mengerti arti kata-kata terakhirnya. Seorang pria sekarat yang berjuang untuk bernafas tak mudah mengatakan kata dengan banyak suku kata. Ibu kota Thessaly adalah Salonika dan kerusuhan di sana terkenal sebagai Insiden Salonika. Saya rasa Simeonov mengenali Kolonel Yusufoglu saat ia sekarat dan mencoba memberi tahu bahwa ia mengingat Kolonel dari hari-hari Insiden Salonika." Keheningan total turun dalam ruangan. Akhirnya, Lord Eversden berbicara, mengarahkannya pada kelompok yang berkumpul secara umum: "Besok pagi saya akan minta bertemu dengan Yang Mulia Raja, dengan tujuan meminta persetujuan Yang Mulia untuk persiapan perintah deportasi diplomatik. Saya juga akan meminta Yang Mulia memohon Pemerintahan Tsar untuk menunjuk seorang Duta Besar di Court of St. James, karena posisi itu sekarang kosong." Count Balinsky duduk diam, walaupun api masih membara dalam matanya. Ada sebuah ketukan pelan di pintu dan kepala pelayan yang murung itu masuk. "Yang Mulia," katanya, "seseorang dari Scotland Yard baru tiba. Namanya Inspektur Lestrade." "Terima kasih, Jenkins," kata Lord Eversden, "minta ia menunggu sebentar." Kepala pelayan itu mengundurkan diri, dengan murung. Holmes memandang Lord Eversden. "Saya sekarang berkewajiban mengungkapkan kesimpulan saya pada polisi. Cerita yang mana yang harus saya berikan pada mereka?" Lord Eversden berbalik pada Orman Pasha, yang menggelengkan kepalanya dan berkata: "Amat sangat jelas bahwa seorang perampok mendobrak masuk." Ia bangkit, menyeberangi ruangan dan menjabat tangan Holmes dengan hangat. "Mr. Holmes, terima kasih. Hutang kami pada Anda melebihi segalanya." Holmes dan aku kembali ke Baker Street di sore hari. Holmes mulai mendaki tangga, tapi aku pergi bercakap-cakap sebentar dengan Mrs. Hudson. Ketika aku bergabung dengan Holmes di atas, aku mendapatinya duduk di kursinya dengan gaya patah hati dan murung di sekelilingnya. Ia sedang memandang jarum suntik di atas rak perapian. "Suatu kasus yang menarik, Watson. Aku bertanya-tanya apakah dunia akan pernah bisa berpikir dengan akal sehat. Krisis Balkan ini hampir menjerumuskan seluruh dunia ke dalam kesengsaraan; aku yakin krisis semacam itu takkan muncul lagi sampai akhir hayat kita." "Aku juga yakin, Holmes," kataku, saat Mrs. Hudson masuk dengan sebuah baki, yang ia letakkan di atas meja dan keluar. Holmes mengendus udara dan berkata: "Halo, apa ini, Watson?" "Kopi turki, Holmes. Salah satu pelayan Orman Pasha memberikannya padaku saat kita meninggalkan Royston Manor. Ia berkata bahwa Pasha memintanya bahwa kopi ini adalah perangsang yang lebih baik daripada perangsang lain." Holmes tersenyum sendiri saat ia menyesap kopi itu. "Sempurna, Watson," katanya. 2. Petualangan Generasi Kedua I TANPA MEMPEDULIKAN sukses besarku dalam praktek medis akhir-akhir ini, aku merasakan kehilang- an yang amat-besar beberapa tahun terakhir ini. Anna, istri keduaku, tewas dalam kecelakaan kereta belum lama ini. Kedukaan besar ini menyalakan lagi kedukaan yang kurasakan waktu kematian istri pertamaku, Mary. Semoga mereka beristirahat dengan tenang. Sebagai tambahan, adalah hilangnya persahabatanku dengan Sherlock Holmes, yang sudah lama pensiun di peternakan lebahnya di Sussex. Tanpa aku sendiri menyadari, aku telah mengisi ruang kosong yang ditimbulkan oleh kehilangan-kehilangan itu dengan membiarkan praktekku berkembang sedemikian rupa hingga hampir menggerogoti kesehatanku. Kelelahan, bahkan hampir kepayahan, pelan-pelan menggerogoti rutinitas sehari-hariku dalam mengobati sejumlah pasien yang mengandalkanku untuk menyembuhkan mereka. Keadaan yang sukar kubicarakan ini terjadi selama masa awal tahun 1909, musim semi akhirnya datang, dan tak lama setelah menderita karena kerinduan hatiku akan masa-masa bahagia, aku menerima pesan dari Holmes yang memohon padaku untuk meninggalkan praktek selama beberapa minggu dan mengunjunginya sementara waktu. Inilah kesempatanku untuk memulihkan diri dari keletihan yang menggangguku, dan menurutkan kata hati dalam kenangan menyenangkan bersama teman lamaku. Tanpa ragu-ragu, aku memberi tahu sekretarisku untuk mengirim pemberitahuan pada semua pasienku bahwa aku akan pergi selama dua minggu. Aku melirik pesan itu lagi. Holmes menyiapkan bendi yang menungguku di stasiun kereta api, dan karena itu aku harus naik kereta api pukul 23:05 yang menuju timur hari ini juga ke stasiun Paddlewaite, dekat lembah Sussex. Aku tertawa, karena Holmes, temanku tersayang Holmes, masih belum kehilangan sifatnya yang sangat pongah! Berulang kali, bukan hanya dalam sedikit kesempatan, keironisan pensiun Holmes ke peternakan lebah di Sussex menderaku dengan semangat tak kenal henti; semangat yang membuatku terombang-ambing antara kebingungan akan perubahan sifatnya yang tampaknya total dan keinginan aneh untuk tertawa dari dalam hati karena perubahan sifat yang sepertinya tak mungkin itu. Aku telah tahu, di masa lalu, dengan pasti menggambarkan ketidaksenangan Holmes pada kehidupan desa, bahkan meningkat pada keengganan untuk menghabiskan waktu berlibur sesingkat apa pun di tempat peristirahatan tepi pantai. Kunjungan ke desa atau tepi pantai dapat diterima oleh temanku itu hanya bila berhubungan dengan kegemparan yang disebabkan oleh intrik langka. Karena itu, metamorfosis Holmes menjadi seorang pria desa yang tertarik untuk mengejar kompleksitas alam, daripada kompleksitas sesama manusia, terus-menerus membuatku bertanya-tanya seberapa tepat observasiku terhadap keanehan mentalnya. Renungan ini kuhentikan sementara untuk menyiapkan liburanku dengan Holmes. Aku segera mendapatkan diriku turun dari kereta dan cepat-cepat naik ke bendi yang telah dibawa oleh pelayan pria Holmes ke stasiun khusus untukku. Tidak lama kemudian kami bergerak perlahan menyusuri jalanan berkelok-kelok yang tepinya ditumbuhi tanaman lebat, segera tiba di depan rumah sederhana teman tersayangku, di mana, dengan gembira, aku melangkah ke pintu dan mengetuknya. Sejenak kemudian pintu itu terbuka dan itulah dia, sebuah senyuman menghiasi wajahnya, pipa favoritnya erat terjepit di antara bibirnya, temanku yang paling lama dan paling kusayangi, Sherlock Holmes. "Watson, temanku tersayang, sungguh suatu kehormatan kau mau menerima undanganku!" Dalam gerakan aneh, bahkan bagi Holmes, ia meletakkan lengannya di pundakku dan mengantarkanku masuk ke rumahnya. Kuperhatikan ia tampak lebih tua dari saat terakhir aku melihatnya, tapi waktu ia berbicara padaku, aku menyadari, dari ketajaman suaranya dan cahaya di matanya, bahwa ia tak akan pernah benar-benar menjadi tua. "Rumahku sekarang adalah rumahmu, Watson, selama kau tinggal di sini. Dan bahkan tentu saja, kapan saja kau ingin berkunjung. Tapi kau harus bersantai, temanku, dan melupakan bebanmu. Kau telah memaksa dirimu terlalu keras." "Bagaimana kau bisa tahu itu, Holmes?" seruku, selalu terheran-heran oleh observasinya yang tepat. "Kapan kau pernah memasukkan stetoskopmu ke dalam kantong mantelmu yang sekarang dapat kulihat menonjol keluar? Kau selalu meletakkannya dalam topimu meskipun sedang tergesa-gesa. Dan kau adalah salah satu orang yang paling rapi yang pernah kukenal, namun kemejamu menunjukkan tanda-tanda bekas bahan kimia dan kerahmu berkerut, menunjukkan bahwa kau telah memaksa dirimu bekerja sedemikian keras sehingga kau melupakan hal-hal yang selalu menunjukkan bahwa kau punya kebiasaan bersih. Tidak, Watson, kau bukan dirimu akhir-akhir ini. Mari, duduklah dan lupakan kekhawatiranmu, karena kau sedang berlibur dan berliburlah engkau!" Di balik observasi singkat ini, Holmes tak pernah bertanya padaku apa yang menyebabkan kondisi kelelahanku ini karena ia tahu, dan memang seharusnya tahu, bahwa dengan menghabiskan waktu di desa bersama dengan teman lamaku akan membereskan masalahku. Aku segera terlibat dalam percakapan seru dengan Holmes, membicarakan tindakan luar biasa kami yang lalu. Sebentar saja kami menjadi terdiam dalam keheningan yang nyaman yang hanya dapat timbul antara teman-teman seperti Holmes dan aku sendiri. Sesaat kemudian ia memungut biola tercintanya dan mulai memainkan suatu melodi yang sering rimbul dalam ingatan, jari-jarinya yang kurus membelai instrumen itu. "Indah, cukup indah, Holmes," kataku sambil melagukan. "Terima kasih, Watson," katanya, berhenti dan menatapku sejenak. "Kau tampak sangat muram," sahabatku yang baik. "Apakah kau masih memikirkan masa lalu?" "Ya, Holmes, memang." "Kuakui aku juga begitu. Ya, waktu-waktu menegangkan itu, Watson, tapi menenangkan berpikir bahwa sekarang kita tidak akan diganggu oleh dering bel pintu, sebentar kemudian diikuti oleh setan memelas yang terlibat kesulitan. Sekarang keteganganku yang paling besar berhubungan dengan pemisahan Ratu Lebah, dan kegiatan malam Charles Augustus, kucingku." Kami tertawa terbahak-bahak, suasana serius akan kenangan masa lalu mencair. "Aku masih sukar menerima bahwa kau pensiun, Holmes. Pernahkah kau mempertimbangkan kembali berpraktek lagi?" "Oh, aku kadang-kadang mempertimbangkannya, dan kemudian menolak ide itu. Seseorang harus bekerja hanya hingga puncak kemampuannya. Aku sudah melewatinya." "Omong kosong," kataku, heran karena sikapnya, "kau sama tajamnya seperti dulu!" "Secara mental, mungkin, tapi tidak secara fisik." Aku bisa melihat Holmes menutup diri waktu itu, saat pikirannya berpindah ke tempat lain. Aku tahu tanda-tanda ini, karena mereka adalah indikasi adanya kebosanan. Kebosanan yang sama yang di masa lalu, dengan tak terhindarkan membuatnya bergegas mencari alat suntik dengan cairan 7% yang dapat menenangkan. Walaupun Holmes sudah tidak mengandalkan bahan mengerikan itu untuk menenangkan diri, aku bertekad untuk mencegah rasa bosan yang menetap, paling tidak selama aku berada di sini untuk berlibur. Aku belum menyebutkan pada Holmes bahwa aku bertemu seorang wanita muda yang amat mempesona di kereta api yang mengajakku berbicara. Pembicaraan inilah, dikombinasikan dengan penarikan diri Holmes yang semakin tampak yang menggodaku untuk menyebutkan nona muda ini padanya. "Holmes, maukah kau mempertimbangkan untuk menangani sebuah masalah kecil yang akan kuceritakan padamu?" "Bila masalah pribadi yang mempengaruhimu, Watson, kau tahu aku akan melakukan apa pun yang kubisa." "Ini bukan masalahku, Holmes, ini masalah wanita muda menawan yang kutemui di kereta api. Dalam percakapan ia mengungkapkan bahwa kau sangat mengenal ibunya, dan-" Holmes menatapku, pandangan kebingungan tampak di wajahnya. "Ibunya?" Aku sudah akan mengungkapkan segalanya yang diceritakan padaku, ketika tiba-tiba pintu diketuk. "Masuk," jawab Holmes, terganggu oleh interupsi itu. Ketika pintu terbuka, di situ berdiri seorang pria kecil dengan seragam pelayan yang tidak pas, rambutnya awut-awutan dan ditarik ke belakang dalam usaha agar kelihatan rapi. Di tangannya ia memegang sepotong kertas. "Ya, Deevers, ada apa?" "Saya mohon maaf sudah mengganggu Anda. Mr. Holmes, tapi orang Anda berkata saya boleh masuk. Majikan saya, Mr. Litton-Stanley, menyuruh saya mengantar pesan ini. Ia juga menyuruh saya menunggu jawaban." Holmes mengambil pesan itu, dan setelah membacanya, menjadi marah. "Sungguh berani dia! Beri tahu tuanmu tak ada jawaban untuk surat ini!" "Tapi ia berkata saya harus memperoleh jawaban, sir." "Kau boleh berkata pada Mr. Litton-Stanley bahwa aku akan menyuruh pengacaraku menjawab pesannya pada waktunya nanti!" "Terima kasih, sir," jawab pria kecil itu yang segera pergi, gelisah karena kata-kata penuh kemarahan dari temanku Holmes. "Apa itu, Holmes?" tanyaku, penuh keingintahuan atas kejadian kecil yang begitu membuat Holmes marah ini. "Bacalah sendiri," katanya, menyodorkan pesan itu padaku. Kuambil dan kubaca keras-keras. "Jaga lebah-lebah menjijikkanmu di tempatnya. Salah satu tamuku tersengat kemarin. Bila ini terjadi lagi akan kusuruh polisi mengusirmu!" "Ya Tuhan," teriakku, "sungguh surat yang menghina!" "Pria itu sendiri lebih dari menghina," balas Holmes, "Ia seorang pemilik pabrik yang sudah pensiun yang mengira kekayaannya yang amat besar mengijinkannya mendominasi penduduk lokal!" Holmes mengambil catatan itu kembali, dan melemparkannya ke atas meja yang ada di dekat kami. Kuperhatikan saat ia berjalan mondar-mandir sejenak, kemudian membawa sandal Persianya yang biasa, mengambil sejumput tembakau dan memasukkannya ke pipanya. Ia telah cukup tenang waktu ia menyalakan pipanya, dan kemudian berbalik menghadapku. "Nah, Watson, kau dapat melihat bahwa pria itu kelihatannya menyentuh sifatku. Tapi janganlah kita rusak siang yang cerah dan indah ini dengan pembicaraan terus-menerus tentang orang itu. Silakan meneruskan cerita wanita muda yang kau temui di kereta api." "Wanita itu tampaknya berada dalam masalah besar. Aku berharap kau dapat membantunya." Aku memperoleh perhatian penuhnya sekarang, tanda-tanda penarikan diri yang ditunjukkan Holmes tadi sudah benar-benar hilang. "Katamu ia mengatakan padamu bahwa ibunya mengenalku?" "Ya." "Siapa namanya?" "Norton. Irene Norton." "Norton," katanya kebingungan, "Aku kelihatannya tidak ingat-tapi tentu saja! Di mana gadis itu. Watson?" "Ia menginap di Red Lion, di desa." "Kalau begitu telepon dia, dan mintalah supaya ia datang berkunjung secepat mungkin. Tentu saja aku akan membantunya!" Di hadapan mataku kuperhatikan Holmes hidup kembali, matanya berkilauan seperti dulu, sosoknya menegang oleh harapan. Inilah Holmes dengan pikiran penuh keingintahuan, ahli logika yang kutahu dapat memecahkan begitu banyak misteri dan minat di Baker Street. "Aku senang Holmes. Tapi apa yang membuat kau berubah pikiran sedemikian tiba-tiba dalam memutuskan menerima kasus ini? Kupikir kau sudah benar-benar pensiun dan tak dapat diubah lagi." "Apakah ingatanmu kurang kuat, Watson, hingga kau tidak dapat mengingat Irene Adler? Tentunya kau belum melupakan bahwa, dalam kasus yang kau sebut Skandal Bohemia, aku benar-benar ditipunya!" "Demi Tuhan, tentu saja! Kau selalu menyebutnya sebagai Wanita Itu. Tapi bagaimana wanita muda ini, Irene Norton, cocok dengan gambaranmu?" "Pikir, Watson, pikir! Irene Adler menikah dengan seorang pengacara bernama Jeffrey Norton! Ah, kulihat kau sudah mulai mengerti. Beri tahu Miss Norton supaya datang sekarang juga. Ia adalah putri dari Wanita Itu!" Hanya sebentar kemudian Irene Norton tiba dari desa. Holmes memberi tanda agar ia duduk. Ia berdiri di sana sejenak menatap wanita cantik ini, kemudian diam-diam duduk di hadapannya, sementara aku duduk cukup jauh, sehingga aku dapat mencatat seperlunya tanpa mengganggu pembicaraan mereka. Ada saat-saat kaku, saat aku mengingat gambaran tak lengkap Irene Adler yang kulihat lewat sebuah jendela dua puluh tahun lalu. Aku sekarang dapat menempatkan kemiripan sosok Miss Norton, waktu kubandingkan dengan ingatanku akan sosok indah ibunya. Baik ibu dan anak sama-sama membuat orang menahan nafas dan aku melihat bahwa Holmes juga terpesona oleh wanita muda ini. "Mr. Holmes," kata wanita itu, tersenyum, "saya sudah mendengar begitu banyak tentang Anda dari ibu. Ia berkata Anda orang paling pintar di Inggris." "Ibu Anda memuji saya, anakku sayang. Apakah ia pernah bercerita dalam keadaan apa kami bertemu?" "Tidak, Mr. Holmes, walaupun ia memberitahu saya bahwa Anda adalah saksi pernikahannya dengan ayah saya." "Benar, walau pun kejadian itu agak sedikit tak biasa." Holmes mencondongkan badan ke depan, menarik rantai jamnya keluar dan mengulurkannya ke arah Miss Norton. "Mata uang emas yang saya pakai di rantai jam saya ini adalah kenang-kenangan akan hari itu. Saya juga punya foto ibu Anda yang cukup bagus." "Maafkan saya karena memotong," aku angkat bicara, "tapi akan lebih bijaksana bila Anda memberitahu Mr. Holmes masalah-masalah Anda, nona." "Betul, Watson. Kenangan dapat menunggu hingga kita telah menyelesaikan masalah Anda, Miss Norton. Apa yang mengganggu Anda, nona?" "Mr. Holmes, saya diperas! Oleh tetangga Anda, Mr. Litton-Stanley. Kenalkah Anda padanya?" Holmes dan aku saling memandang dan aku melihat seringai senang di wajahnya. "Ya, memang saya kenal pria itu," kata Holmes, meniup pipanya keras-keras. "Kuasa apa yang dimiliki Mr. Litton-Stanley atas diri Anda?" "Ia punya beberapa surat," lanjut wanita itu, wajahnya agah memerah, "beberapa surat saya yang agak tidak bijaksana yang kutulis untuk seorang temannya tahun lalu." "Bagaimana ia bisa memperoleh surat-surat itu, Miss Norton?" "Ia pasti mencurinya. Saya tak tahu bagaimana, tapi ketika saya tinggal di rumahnya beberapa minggu lalu, ia memberi tahu saya bahwa ia mempunyai surat-surat itu dan meminta 5,000 pound sebagai imbalannya!" "Ini mengherankan," semburku, tapi Holmes memberi tanda padaku agar tetap diam untuk sementara. "Dan mengapa, Miss Norton, ia menganggap surat-surat Anda, bahkan yang tidak bijaksana, berharga demikian tinggi?" "Saya bertunangan dengan putra Lord Weston. Pria mengerikan itu, Litton-Stanley, tahu bahwa bila tunangan saya melihat surat-surat itu, pernikahan tak akan pernah terjadi." "Apakah Anda sudah memberi tahu ibu Anda?" tanya Holmes. "Oh tidak, ia tak akan pernah mengerti!" "Hmm, menurut saya ia akan mengejutkan Anda dalam hal itu," kata Holmes sambil bangkit berdiri dan bergerak untuk memandang keluar ke desa dari salah satu jendelanya. "Dan ayah Anda?" "Ayah seorang pengacara. Ia hampir pasti tidak akan mengerti." "Jadi Anda datang pada saya. Kenapa?" "Ibu sudah menceritakan kemampuan Anda, dan bagaimanapun, saya sudah membaca kisah-kisah Dr. Watson." "Watson," cela Holmes, "kisah-kisahmu akan membawaku ke masalah serius suatu hari nanti. Sekarang, Miss Norton, apa tepatnya yang Anda inginkan dari saya?" "Tolong, dapatkan surat-surat itu untuk saya." "Tapi bagaimana, anakku sayang?" "Curi surat-surat itu, tentu saja." Aku duduk di situ, kaget karena kata-kata wanita muda yang cantik ini, heran oleh pikiran bahwa ia akan menempatkan Holmes dalam kategori sebagai pencuri biasa. "Serius, nona muda," kataku ingin tahu, "bagaimana Anda bisa berpikir bahwa teman saya- " Holmes memotongku. "Tidak, Watson sayang. Jangan kaget. Miss Norton adalah gadis yang terus terang seperti ibunya sebelum dia. Ini benar-benar menyegarkan!" "Mr. Holmes, Anda tidak boleh berkata Anda tidak akan membantu saya." "Tidak," Holmes berkata, menoleh pada wanita muda yang putus asa ini, "Saya rasa saya tidak bisa berkata demikian. Di sisi lain, saya punya masalah pribadi yang harus dibereskan dengan Mr. Litton-Stanley sendiri. Ia orang kasar, dan tak punya pengertian terhadap lebah." "Dan bagaimana kau akan mencuri surat-surat itu?" tanyaku, kecewa oleh seluruh permasalahan ini. "Masalah itu butuh sedikit pemikiran," balas Holmes. "Aku bisa memberi tahu bagaimana caranya, Mr. Holmes." Aku berbalik menghadap Miss Norton, sekali lagi heran karena kata-katanya. Holmes tersenyum, menerima semua ini dengan caranya yang khas, kemudian bergerak untuk duduk kembali seperti sebelumnya. "Serius sekarang," katanya sambil tertawa, "ini menyenangkan, sayangku. Anda menjelaskan masalahnya, dan juga cara memecahkannya. Betapa mudahnya pekerjaan detektif bila semua klien sama membantunya. Beri tahu saya, apa rencana Anda?" "Besok adalah hari libur setengah hari bagi pembantu di rumah Mr. Litton-Stanley. Ia akan sendirian di sana sepanjang siang." "Bagaimana Anda tahu fakta itu?" tanya Holmes. "Pembantu saya sedang 'pacaran,' seperti istilah mereka, dengan Deevers si kepala pelayan ketika saya tinggal di sana beberapa minggu lalu. Ia mengetahui semuanya dari dia. Surat-surat saya disimpan dalam kotak berornamen halus di mejanya." "Dengan pengetahuan Anda, sayangku," sela Holmes, "saya heran Anda tidak mencoba membuka meja itu sendiri." "Saya sudah mencoba," katanya, "tapi meja itu sangat kokoh dan punya kunci kombinasi. Bagaimanapun, saya yakin Anda dan Dr. Watson dapat memikirkan suatu cara untuk memperoleh surat-surat itu. Terutama bila Mr. Litton-Stanley sedang sendirian di rumah." "Kami akan melakukan sebaik yang kami bisa, Miss Norton," adalah jawaban Holmes saat ia berdiri dan membungkuk pada wanita muda yang cerdik ini. Holmes meraih tangannya dan membimbingnya ke pintu. Aku berdiri dan mengikuti mereka. Miss Norton berbalik pada kami di pintu, raut gelisah tampak di wajahnya. "Berjanjilah pada saya tentang satu hal, Anda berdua." "Apa itu?" tanyaku ingin tahu. "Jangan baca surat itu, ya. Saya . . . saya benar-benar malu menuliskan semua itu." "Tentu saja kami tak akan membacanya, anakku sayang," tambahku dengan meyakinkan. "Anda berdua begitu baik pada saya. Bagaimana saya bisa berterima kasih pada Anda?" "Ucapan terima kasih sedikit terlalu awal sekarang," kata Holmes. "Tolong maafkan saya karena saya harus membutuhkan sedikit waktu untuk memikirkan masalah ini." Aku menganggukkan kepala tanda berpisah saat Holmes mengantar Miss Norton keluar. Ia berdiri di pintu sebentar, sosok tingginya tak tergoyahkan saat ia mengawasi wanita muda itu berjalan dengan ringan sepanjang jalur taman. Ketika ia kembali dan kami berdua duduk dengan nyaman, ia mengeluarkan pipanya dan menyalakannya. "Menarik, Watson. Wanita muda yang mempesona dan menarik." "Kelihatannya sulit mencari cara merampok Mr. Litton-Stanley." Ia tertawa, menghembus dengan keras ke arah pipanya. "Ya Tuhan, tidak, Watson. Aku akan berkata itu hanya masalah separuh pipa. Sementara itu, marilah kita bersantai dan menikmati sore hari beberapa jam lagi." "Hmm," kataku, "sungguh keadaan yang tak biasa. Malam ini, kita bersantai. Dan besok, sebuah sentuhan perampokan di siang bolong!" II Holmes, seorang ahli penyamaran, telah dalam berbagai kesempatan mengerjaiku dengan pemakaian rias wajahnya yang terampil. Tapi tak ada hasil kerja Holmes di masa lalu yang mengejutkanku seperti yang dilakukannya keesokan harinya. Aku merasa seperti orang bodoh waktu aku berdiri disitu, dirias oleh tangannya yang tangkas agar tampak seperti seorang dokter desa. Seorang dokter Skotlandia bernama Hamish, dengan jenggot panjang dan tetek bengek lain. "Holmes," kataku tidak senang, "bukan suatu masalah bila kau menyamar sendiri, tapi menempatkanku dalam semua keadaan ini sungguh tak dapat ditoleransi!" "Watson," jawabnya, tak mempedulikan protesku, "kau tampak menakjubkan! Mirip penampilan dokter dari sekolah kuno!" "Tapi Holmes," aku memohon. Ia meletakkan tangannya di atas bahuku dan berkata dengan nada yang paling lembut. "Watson, berilah kehormatan padaku bukan nanya sebagai temanku, tapi juga menemaniku dalam petualangan kecil ini. Tolong tahan perlengkapan yang mengganggu ini sebentar saja. Amatlah penting kau harus menyamar." Bagaimana mungkin aku dapat menolak teman lamaku Holmes? Ia benar, tentu saja, karena kami berdua tahu kami bersama-sama lagi, biarpun untuk sementara, dan benar-benar, permainan sudah dimulai! Aku menyetujui dengan anggukan kecil dan sebuah senyuman. "Aku tahu kau akan mengerti, Watson. Sekarang, mari kita lanjutkan rencana kecil kita!" Tidak butuh waktu lama sebelum Holmes dan aku berdiri di depan rumah Mr. Litton-Stanley, sebuah mansion Tudor yang elegan dengan jendela-jendela panjang yang hampir mencapai lantai, dan dikelilingi oleh semak-semak. Tanpa ragu-ragu Holmes menggedor pintu. "Ingat, Watson, karena kau dokter asli, akan mudah bagimu untuk mengambil peran seorang dokter, bahkan dokter Skotlandia sekalipun. Tunggu! Seseorang datang!" Sesaat kemudian pintu terbuka dan di sana berdiri seorang pria tinggi yang hebat. Seorang pria dengan kekuatan besar dan bertangan besar. Wajahnya berbentuk tajam dengan dahi tinggi dan rambut gelap tebal, dengan sedikit abu-abu. Dalam sekejap Holmes masuk ke peran pendeta Nonkonformis yang tegas, tapi agak ringkih "Mr. Litton-Stanley?" tanyanya. "Saya sendiri." "Saya Appleby dan ini teman saya, Dr. Hamish." "Senang bertemu dengan Anda, sir," tambahku, "Kami sudah banyak mendengar tentang Anda." "Apa yang bisa saya lakukan untuk Anda?" "Bila kami boleh masuk sebentar," senyum Holmes, "saya akan menjelaskan tujuan kami." "Silakan," kata Litton-Stanley dengan enggan, "masuklah ke ruang kerja." Ia bergegas di depan kami, sosoknya yang besar bergerak kikuk ke ruang kerja. Di sana ia berbalik dan memberi tanda pada kami agar duduk. Holmes dan aku duduk dengan nyaman sementara pria besar itu bersandar pada meja di dekatnya. "Kami sedang mengumpulkan daftar penyumbang dana," Holmes memulai dengan suara tinggi yang tak enak didengar, "untuk rumah sakit amal di Paddlewaite, di seberang lembah. Anda adalah penduduk yang menonjol di sini dan kami pikir Anda mungkin ingin menyumbangkan beberapa guinea." "Saya benar-benar tidak tertarik. Saya sudah memberikan cukup banyak amal tahun ini." "Ahh, tapi ini alasan bagus, sir," tambah saya, "saya menyediakan layanan medis tiga hari seminggu, dan Pendeta Appleby menyumbangkan pelayanan juga." "Siapa lagi yang menyumbang dana ini?" tanya Litton-Stanley, menyilangkan lengan. "Semua tetangga Anda, sir. Kami baru datang dari peternakan lebah di lembah sana," kata Holmes. "Pemiliknya memberi kami cek sebesar lima guinea!" Litton-Stanley mengepalkan tinjunya saat alisnya berkerut. "Holmes memberi Anda lima guinea, he?" "Ya. Mr. Holmes itu pria yang sangat baik," tambahku. "Kami berencana akan menamakan sebuah bangsal di rumah sakit dengan namanya." "Apakah daftar penyumbang akan diumumkan di koran lokal?" "Oh, ya, Mr. Litton-Stanley, ya," jawab Holmes, tersenyum selebar mungkin. "Saya akan memberi Anda SEPULUH guinea!" "Oh, terima kasih, sir," komentar Holmes dengan keheranan palsu. "Saya akan mengambil buku cek saya." Litton-Stanley berdiri di meja, punggungnya menghadap kami. Saat ia membuka kunci tutup meja bergulungnya yang masif dan menarik keluar buku ceknya, Holmes berpaling padaku dan berbisik. "Cepat Watson, kloroform-nya!" "Sekarang, untuk siapa saya tuliskan cek ini?" kata Litton-Stanley saat aku bergerak diam-diam di belakangnya, lenganku bergerak yakin. Sebelum jawaban datang, aku sudah berada di atasnya, setelah sebelumnya menuangkan kloroform dari wadah kecil ke saputanganku. Ia memberontak sesaat, sosoknya yang besar berdiri dari kursi, menyeretku tanpa kesulitan bersamanya, tapi Holmes memegangnya kuat-kuat dengan tangannya yang kuat saat kloroform itu memperlihatkan efeknya. Segera saja pria besar itu melorot ke depan saat kuletakkan ia kembali ke kursinya, menyandarkannya dengan lembut ke meja. "Sangat rapi, Watson," kata Holmes, sebuah seringai tampak di wajahnya. "Apakah kotak berornamen halus itu ada di meja?" tanyaku. "Ya, memang ada di sini, Watson!" Dengan satu gerakan, ia telah menariknya dari laci tempat ia menduga barang itu berada dan menunjukkannya pada saya. Kemudian, hampir sama cepatnya, ia meraih tutupnya dan membuka kotak itu. Aku merasa diriku sendiri marah, terdorong oleh tindakannya dan apa yang sebelumnya sudah ia janjikan pada Miss Norton. "Holmes, jangan buka itu! Kau sudah berjanji tidak akan melakukannya!" "Aku hanya ingin meyakinkan bahwa-" Holmes tak pernah menyelesaikan kalimatnya, karena sebuah suara di suatu tempat di ruangan itu memotongnya. "Meyakinkan apa yang ada di situ, Mr. Sherlock Holmes?" Holmes dan aku terkejut, tapi sebelum kami dapat berbalik dan melihat siapa itu, ia berkata lagi. "Jangan berbalik! Revolver saya terarah pada Anda berdua! Sekarang letakkan kotak itu di atas meja, Mr. Holmes. Dan angkat tangan, tuan-tuan!" "Saya tahu suara itu," kata Holmes dengan tenang, waktu ia meletakkan kotak di atas meja, "itu Deevers, si kepala pelayan." "Memang betul, sir." "Nah Deevers," kataku marah, "kau tak perlu menodongkan pistol pada kami. Tuanmu tidak terluka." "Saya tidak tertarik sama sekali dengan kesehatan tuan saya, Dr. Watson. Malahan, bila ia mati, saya akan senang sekali." "Lalu apa yang kau inginkan, Deevers?" tanya Holmes. "Saya sedang mengambil keuntungan atas situasi ini, sir," jawabnya cukup tenang. "Saya sudah mencoba membuka meja itu selama berminggu-minggu. Setelah kebaikan Anda dalam bagian itu, sir, saya benci kelihatan tak tahu berterima kasih, tapi saya renar-benar khawatir saya harus membunuh Anda. Atau, membunuh Anda berdua!" Aku berdiri di sana, tanganku di atas kepala, benar-benar tak tahu apa yang harus kulakukan. Kemudian kulihat temanku Sherlock Holmes. Aku tak melihat emosi sedikit pun di wajahnya, sementara aku merasa aku sendiri berjuang melawan kesedihan saat itu. Aku merasa yakin Holmes dan aku akan segera terbaring mati di rumah Litton-Stanley. "Deevers," kata Holmes, "aku tidak suka memotong saat dramatis seperti ini, tapi kenapa kau harus membunuh kami?" "Selama berbulan-bulan, Mr. Holmes, saya sudah menunggu kesempatan mencuri Zamrud Kitmanjar, dan sekarang Anda sudah melakukannya untuk saya, sir, dan memberi saya alibi sempurna." "Zamrud Kitmanjar?" tanya Holmes, raut ingin tahu muncul di wajahnya. "Ayolah, Mr. Holmes, Anda tahu harta itu ada di rumah ini seperti saya mengetahuinya. Selain zamrud itu, masih ada Cellini yang sempurna yang akan memperoleh nilai tinggi di pasar yang tepat!" "Kami di sini bukan untuk mengejar barang berharga, sobatku," kataku benar-benar jengkel. "Tolong jangan panggil saya sobat Anda, Dr. Watson," kata Deevers tajam. "Itu kebapakan. Di sisi lain, apakah Anda berada di sini untuk mengejar barang berharga atau tidak, tak ada bedanya. Kita katakan saja saya menangkap basah Anda berdua! Anda benar-benar dalam kekuasaan saya, tuan-tuan!" "Kuanggap kau akan mencuri harta itu dan berpura-pura kamilah yang bertanggung jawab." "Tepat, Mr. Holmes. Saya akan membunuh Anda berdua, mengambil barang yang menarik hati saya dan ketika tuan saya sadar kembali, saya akan menjelaskan bahwa saya mendapati tiga orang sedang merampok rumah. Saya membunuh dua dari perampok itu, sementara yang ketiga kabur dengan hasil rampokan. Siapa yang bisa meragukan kata-kata saya? Saya akan dianggap pahlawan. Bahkan mungkin gaji saya dinaikkan!" "Watson, aku khawatir inilah akhirnya, sobat lamaku." "Sungguh cara kotor untuk meninggal," semburku, ditembak dari belakang seperti pengecut! Aku tidak bisa menahan diriku karena marah. Bila aku punya paling tidak setengah kesempatan, aku akan mencoba merebut revolver Deevers dan memukulnya hingga hampir mati! Tapi aku tak berdaya, dan dalam keprihatinan, aku sadar aku lebih memikirkan keselamatan Holmes daripada keselamatanku sendiri. "Deevers," tanya Holmes, "paling tidak beri kami kehormatan dengan mengijinkan kami menghadap regu penembak, oke?" "Baiklah, tuan-tuan, berbaliklah, tapi jangan coba-coba melakukan sesuatu!" "Satu permintaan terakhir," lanjut Holmes. "Apa itu?" "Aku sudah dikalahkan, dan kuakui itu. Aku semakin tua, tapi di masa jayaku aku bertempur dengan beberapa kriminal paling hebat di Eropa. Percobaan pembunuhan atas diriku sudah dilakukan berkali-kali, tapi aku selalu lolos. Bila ini menjadi akhir hidupku, paling tidak beri aku kehormatan untuk berjabat tangan dengan orang yang, akhirnya, mengalahkanku." "Nah, sir, saya rasa saya sedikit keluar jalur, tapi saya rasa situasi ini tidak biasa. Saya harap Anda tidak keberatan saya bersalaman dengan tangan kiri, sir. Saya akan memegang revolver saya di tangan kanan." "Baiklah, Deevers. Mari kita bersalaman." Kedua pria itu berdiri bersalaman sementara aku mengawasi dengan tak berdaya. "Selamat tinggal, Mr. Sherlock Holmes." "Selamat tinggal, Deevers, dan saya ucapkan selamat." Pikiranku berlomba-lomba berusaha mencari cara untuk mengakhiri situasi mengerikan ini, ketika tiba-tiba Holmes menekuk tubuhnya, berpegangan pada lengan Deevers. Dalam sekejap Holmes mengungkit, dan Deevers, yang diserang tiba-tiba, menyadari dirinya terbaring di atas lantai, revolvernya meletus, pelurunya menembus dinding terdekat tanpa menyakiti siapa pun. "Ucapan selamatku karena kau begitu bodoh!" teriak Holmes penuh kemenangan. "Hebat, Holmes," kataku lega. "Aku mungkin semakin tua, tapi belum kehilangan keterampilan Baritsu. Deevers menghantam meja saat jatuh. Lebih baik kau periksa dia, Watson." "Ia menghantam kepalanya, tapi bukan luka serius. Ia akan tak sadarkan diri untuk sementara." "Bagus. Kurasa kita akan mengambil tindakan pencegahan dengan menutup laci meja ini. Aku tidak ingin ia dihadapkan pada cobaan lagi bila sadar nanti." "Tidakkah kita sebaiknya menghubungi polisi, Holmes?" "Polisi? Ya Tuhan, tidak, teman lama! Bagaimanapun kita pencuri, dan kita menyamar. Dua fakta yang akan sukar kita jelaskan dengan memuaskan. Tidak, Watson, kita harus kembali ke peternakan lebah secepat mungkin, panggil Miss Norton, dan beri tahu dia kesuksesan kita!" Setelah Holmes dan aku tiba di peternakannya, sami melepas samaran kami, dan menghubungi Miss Norton, menunggu kedatangannya. Pada waktu yang dijanjikan, sebuah kereta kuda mengantar wanita itu ke depan pintu Holmes dan ia segera duduk di hadapan kami. "Mr. Holmes, Dr. Watson, saya sungguh senang nelihat Anda berdua lagi!" seru Miss Norton bergairah. "Apakah Anda mendapatkan kotak berornamen halus itu?" "Ya, Miss Norton. Dan inilah kotak itu!" "Holmes, aku tidak tahu kau mengambil kotak itu ketika kita-" "Diam, Watson. Kenapa tak membukanya, Miss Norton," katanya, menyodorkan kotak itu padanya. "Bukalah nona," lanjutnya, "mungkin tak ada surat cinta di dalamnya, tapi ada sebuah catatan." Miss Norton membuka kotak itu dan menarik keluar sebuah catatan, agak kebingungan, seperti juga aku, oleh tindakan Holmes. "Tolong bacakan buat kami, nona," katanya, senyum tampak di bibirnya. Miss Norton membuka catatan itu dengan hati-hati dan membaca: JADIKAN INI PERINGATAN, MISS NORTON. TAK ADA IMBALAN BUAT KEJAHATAN. BILA KAU TIDAK PERCAYA, TANYA IBUMU. DENGAN HORMAT, SHERLOCK HOLMES. "Mr. Holmes, Anda tahu rahasia saya selama ini!" "Bukan selama ini, tapi saya segera menyadarinya saat saya membuka kotak berornamen halus." "Apa yang kau bicarakan, Holmes?" tanyaku benar-benar bingung. "Miss Norton mempunyai kesan bahwa ia bisa menggunakan aku sebagai alatnya, sebagai korban penipuan yang melakukan perampokan untuknya." "Aku masih tidak mengerti, Holmes," seruku. "Kau ingat ia meminta kita untuk 'berjanji tidak membuka kotak itu?'" "Ya, tapi kau membukanya tepat sebelum laki-laki itu menodong kita dengan sebuah revolver. Apa yang ada di dalamnya?" "Sebuah batu hijau yang mengagumkan yang aku tahu adalah Zamrud Kitmanjar!" "Tapi di mana zamrud itu sekarang?" tanya Miss Norton. "Tanpa disadari Watson saat itu, kuselipkan kembali batu itu ke dalam meja Mr. Litton-Stanley dan menguncinya. Saya membawa kotak itu ke sini karena saya ingin melihat ekspresi Anda, Miss Norton, waktu Anda membukanya." "Wah! Dan saya kira Anda makhluk malang yang mengalami kesulitan," kataku, kaget oleh kenyataan sifat asli Miss Norton. Sosok Holmes yang tinggi kurus membayangi Miss Norton saat ia menatap tepat ke mata wanita itu. "Apa yang akan Anda katakan, nona muda?" "Saya sangat menyesal, Mr. Holmes, sangat menyesal. Ide ini tampak amat menggairahkan, tapi saya tidak benar-benar bermaksud mencurinya." "Oh, tentu saja tidak, tidak, tidak," kata Holmes sinis, "Tentu saja tidak. Maksud Anda saya mencurinya untuk Anda! Miss Norton, saya yakin Anda tahu bahwa ibu Anda pernah mengerjai saya, dan Anda mengira dapat melakukan hal yang sama. Saya harus menyerahkan Anda pada polisi." "Tolong jangan, Mr. Holmes, Anda tak bisa melakukan itu." "Jelas bisa!" teriak Holmes marah, "tapi saya tidak akan melakukannya, karena dua alasan: Pertama, Anda masih muda dan mudah menerima pengaruh dan kejadian ini mungkin dapat mengajarkan sesuatu. Dan, di sisi lain, saya . . . yah, amat mengagumi ibu Anda. Tapi saya peringatkan, Miss Norton, Anda lolos dari lubang jarum- lubang yang sangat sempit!" Miss Norton seputih kertas. Dengan tegang ia bangkit dari kursi yang didudukinya, menarik keluar sebuah saputangan dari lengan bajunya, dan menekannya ke pipi. Ia mengambil nafas dalam-dalam dan memandang Holmes dengan sedikit air mata di matanya. "Mr. Holmes, sebelum saya pergi, saya ingin minta tolong satu hal." "Oh, ya, apa itu?" "Bolehkah saya menyimpan kotak berornamen halus ini dengan catatan Anda di dalamnya? Benda ini akan mengingatkan saya sepanjang hidup saya bagaimana kita bertemu." Holmes menengok ke arahku, tersenyum. "Yah, bagaimana menurutmu, Watson?" "Itu bukan kotakmu yang bisa kauberikan, Holmes." "Betul, teman lama, memang betul. Tapi aku tidak bisa melihat bagaimana kita dapat mengembalikannya sekarang tanpa menampakkan peran kita dalam percobaan perampokan itu. Bagaimanapun, aku tidak suka Mr. Litton-Stanley. Kurasa kita bisa menurutkan kata hati dalam pencurian kecil tak berarti ini tanpa merasa terlalu bersalah. Baiklah, Miss Norton, Anda boleh menyimpan kotak ini." "Saya akan selalu menyimpannya. Terima kasih. Selamat tinggal, Dr. Watson. Jangan berpikiran terlalu buruk terhadap saya. Selamat malam, Mr. Holmes." Sebelum aku menyadarinya, Miss Norton sudah pergi, meninggalkan Holmes dan aku mengenang kejadian hari itu. Aku yakin Holmes amat terpengaruh oleh wanita muda ini, karena, sebagai putri dari Wanita Itu, Miss Norton telah membawa kembali banyak pikiran dan emosi temanku yang selamanya akan tetap menjadi miliknya, dan hanya miliknya sendiri, dalam saat hening setelah kepergiannya ini. Holmes berputar perlahan-lahan mendudukkan diri dengan nyaman di kursi favoritnya, menyalakan pipanya, kemudian menyandarkan kepalanya, matanya tertutup, tenggelam dalam pikirannya. Aku duduk di hadapannya, juga tenggelam dalam pikiranku; tapi aku ingin menanyakan beberapa pertanyaan padanya tentang kejadian-kejadian yang baru terjadi ini. Kutunggu beberapa saat lagi, kemudian kupotong lamunannya. "Holmes, maafkan aku karena mengganggu lamunanmu, tapi kurasa kau luar biasa lunak terhadap gadis itu. Apakah menurutmu ibunya menyuruhnya melakukan semua itu?" "Kemungkinan itu terpikir olehku," katanya, membuka matanya. "Namun aku punya perasaan bahwa-" Kata-kata Holmes terpotong oleh ketukan di pintu depan. "Masuk!" teriaknya terganggu. "Pintunya terbuka!" "Apakah kau menunggu seseorang, Holmes?" "Tidak." Tak mungkin salah mengenali orang yang berada di depan pintu. Ia adalah Litton-Stanley. "Selamat sore, sir," kata Holmes, "Ini kehormatan yang tak terduga." "Sherlock Holmes," gertaknya, "kita belum menjadi teman baik, aku tahu itu, tapi sekarang kau harus membantuku. Aku berada dalam masalah serius!" "Oh, benarkah? Silakan duduk. Kenalkan ini temanku, Dr. Watson. Dan sekarang apa masalahmu?" "Saya telah di rampok, Holmes!" "Dirampok?" kata Holmes pura-pura terkejut. "Apa yang dicuri?" "Yah, hartaku yang paling berharga, Zamrud Kitmanjar dikeluarkan dari kotaknya, dan kemudian dikembalikan secara misterius, sendirian, di mejaku setelah itu. Tapi sebuah Cellini yang tak ternilai hilang." "Apakah kau punya dugaan siapa perampoknya?" "Ada segerombolan perampok, aku yakin itu! Sepasang menyamar sebagai pendeta dan dokter datang ke rumah dengan alasan mengumpulkan dana untuk beberapa rumah sakit. Mereka membiusku dengan klorofom." "Oh, oh, betapa tak menyenangkannya bagi Anda," kata Holmes sedih. "Ketika aku sadar, kutemukan kepala pelayanku. Deevers, berbaring di sebelahku dalam kolam darah. Pria pemberani itu pasti telah melawan pencuri-pencuri itu, tapi mereka berhasil melarikan diri. Ia sekarang di rumah sakit. Holmes, kau harus membantuku." "Zamrud Kitmanjar itu dikembalikan, katamu, tapi sebuah Cellini hilang!" "Ya, barang itu adalah kotak berornamen halus yang indah, yang kusimpan dengan zamrud itu." "Sebuah kotak berornamen halus!" seru Holmes, tiba-tiba berdiri dengan amat terkejut. "Ya, kotak itu adalah Cellini asli. Harganya beberapa ribu pound. Holmes, kau harus membantuku menyelesaikan masalah ini! Holmes duduk, tertawa lirih. "Aku minta maaf, Mr. Litton-Stanley, tapi aku khawatir aku tak bisa membantumu. Aku sudah pensiun. Ya, dan aku ingin tetap pensiun. Selamat malam, sir." "Tapi Mr. Holmes, aku akan membayarmu berapa pun yang kauminta!" "Keputusanku sudah final, sir." Holmes berkeras, kembali menghisap pipanya. "Selamat malam." "Aku seharusnya tahu aku tak akan mendapat bantuan darimu," katanya dengan nada mengejek, kemudian, memutar badannya yang besar keluar, membanting pintu di belakangnya. Kupandang Holmes yang duduk sambil tertawa, kepalanya mengadah dengan riang. "Holmes, ia mengerjaimu lagi!" "Ya, setan kecil itu! Ia sudah lama tahu kotak itu sebuah Cellini!" "Persetan kau, Holmes, kau tak sedikit pun tampak marah padanya!" "Aku tahu aku seharusnya marah, tapi tidak, Watson. Sungguh keberanian yang hebat! Anak itu punya saraf yang benar-benar menakjubkan." "Holmes, kau HARUS mengambil kotak itu darinya!" "Dan akan kulakukan, Watson. Atau lebih tepatnya, aku akan membujuk Deevers agar melakukannya untukku, dengan imbalan kita tetap tutup mulut." "Tapi," tanyaku benar-benar bingung, "bagaimana Deevers bisa mengembalikannya untukmu?" "Ingat, Deevers berpacaran dengan pelayan Miss Norton. Aku yakin bila ia menjelaskan posisinya yang sulit, ia dapat membujuk pelayan itu mencuri kotak itu dari nonanya sehingga Deevers dapat mengembalikan kotak itu ke pemiliknya yang sah." "Cerdik. Aku tak akan pernah memikirkan itu," tambahku, sekarang kembali santai di kursiku. "Ya Tuhan, Holmes, Miss Norton, bila kau pikirkan lagi, memang jatuh tak jauh dari pohonnya." "Memang, Watson. Dan itu membuatku ingin tahu..." katanya, suaranya menghilang ke dalam pikirannya. "Tentang apa?" "Aku ingin tahu, temanku yang baik, berapa lama aku dapat tetap pensiun. Dengan musuh yang begitu berharga yang sedang beraksi, ini suatu tantangan. Kuberi tahu kau, Watson, ini tantangan yang sangat menggoda!" "Kau benar, Holmes," kataku, semangatku timbul oleh pikiran kembalinya Holmes pada prakteknya, "dan aku punya beberapa kata yang ingin kukatakan padamu dengan kalimat yang sama!" Holmes bangkit, melirik jam sakunya. "Ayo, Watson. Sekarang waktu makan malam. Mari makan dan kau bisa memberitahuku tentang kehidupanmu dan bagaimana keadaan London." Bukan saja makan malam yang dihidangkan oleh pelayan pria Holmes adalah yang paling lezat yang pernah kunikmati, tapi dua minggu itu begitu memperbaharui diriku sehingga aku berada dalam keadaan batin yang lebih damai daripada yang kualami selama bertahun-tahun. Aku telah, dalam waktu istirahat dua minggu itu, mengenal Holmes dalam cara yang lebih menyeluruh, memahami kebutuhannya untuk berpisah dari sifat kompleks sesama manusia, memalingkan diri pada lingkungan alami lembah Sussex, dan efek menenangkan lingkungan ini pada teman saya yang paling brilian dan mudah berubah suasana hati ini. Bagiku sendiri, efek menyehatkan ini begitu kuat hingga memberi energi baru padaku, membuat aku bisa menghadapi kehilangan-kehilanganku yang menyedihkan, dan memacuku dalam gairah baru untuk mengumpulkan kembali catatan-catatan dan kisah-kisahku yang tak terselesaikan, sehingga aku dapat sekali lagi menceritakan petualangan menakjubkan detektif konsultan paling terkenal, Sherlock Holmes. 3. Misteri Pusaran Warwickshire -F. Gwynplaine MacIntyre- Menurut cerita Watson, Holmes menyelidiki tiga kasus lagi di tahun 1903- "Batu Mazarin", "Rumah Beratap Tiga", dan "Lelaki Merangkak". Setelah kasus terakhir ia memutuskan untuk pensiun. Ia mungkin melakukan hal ini pada ulang tahunnya yang kelima puluh. Ia tinggal di sebuah rumah kecil di Lembah Selatan dekat Eastburne dan menghabiskan waktunya beternak lebah, dan tentang hal itu ia menuliskan suatu risalah, Buku Pegangan Praktis Beternak Lebah dan menyatukan semua karya tulisnya sendiri untuk menghasilkan buku terkenal Seluruh Seni Detektif. Ia sangat berkeras dalam hal pensiunnya, menolak kembali ke praktek lamanya. Bagaimanapun, sebuah pikiran seaktif pikiran Holmes tak pernah bisa beristirahat. Ia mencatat penyelidikannya sendiri, "Surai Singa" di tahun 1907, tapi dengan agak mengejutkan ia tidak mencatat titik puncak sebuah kasus yang membingungkannya selama tiga puluh tahun. Kasus itu adalah kasus luar biasa James Philimore, yang kembali ke rumahnya untuk mengambil payung dan tak pernah terlihat lagi. Holmes menyelidiki kasus ini di awal karirnya tapi tak bisa memecahkannya. Minat F. Gwynplaine MacIntyre yang berubah-ubah menyebabkan ia melakukan penelitian dalam beberapa bidang, tak ada satu pun yang Holmesian, tapi secercah keberuntungan saat ia meneliti perkembangan bioskop di New York membuat akhir kasus itu menjadi jelas. Banyak orang lain sudah mencoba memecahkan kasus yang membingungkan ini, tapi akhirnya, inilah jawabannya. LENYAPNYA PENGUSAHA LOKAL YANG ANEH Suatu kejadian aneh dan tak dapat dijelaskan dilaporkan dari Leamington. Di pagi hari Rabu, dua bankir dari komunitas ini berkunjung ke rumah nomor 13a, jalan Tavistock, tempat tinggal Mr. James Phillimore, berusia 33 tahun, yang ingin menemani tuan-tuan itu ke tempat bisnis mereka untuk mendiskusikan suatu transaksi finansial. Melangkah ke jalan, Mr. Phillimore melirik sebentar ke atas, dan-walaupun udara cukup bagus dua minggu terakhir-ia berkata pada temannya: "Tampaknya akan hujan. Ijinkan saya mengambil payung." Setelah itu ia masuk kembali ke rumahnya, menutup pintu depan tapi membiarkannya tak terkunci, sementara kolega-koleganya tetap berada di tangga pintu depan. Sesaat kemudian, kedua pria itu kebetulan mendengar Mr. Phillimore berteriak dari dalam: "Tolong! Saya tak bisa-" Kata-katanya terhenti di tengah-tengah. Kedua tamu Mr. Phillimore langsung memasuki ruang penghubung rumah itu, tempat sebuah pemandangan aneh menunggu mereka. Papan lantai di serambi tengah gosong, dalam pola yang membentuk lingkaran berdiameter kurang lebih enam kaki: seakan pusaran tak dikenal mengunjungi bagian ruangan ini, dan ruangan yang lain tidak. Jejak kaki berlumpur Mr. Phillimore dapat dilihat dengan jelas, dalam sebuah jejak yang mengarah ke batas lingkaran itu. Bagian belakang sebuah jejak kaki menonjol keluar dari tepi luar lingkaran: separo jejak kaki Mr. Phillimore yang luar jelas memasuki lingkaran misterius itu, namun tak meninggalkan jejak di bagian dalam lingkaran. Sebuah wadah payung berdiri tak terganggu di sudut ruang depan itu, jauh dari lingkaran. Bagian pegangan payung Mr. Phillimore, dengan beberapa inci gagangnya, ditemukan di lantai di pinggiran luar teka-teki misterius itu. Bagian payung yang hilang-yang diasumsikan hilang bersama-sama Mr. Phillimore ke dalam zona lingkaran itu-terpotong dengan rapi. Kedua saksi kejadian mengagumkan ini adalah bankir menonjol di Leamington Spa, yang ketelitian dan ketenangannya melebihi semua orang. Rumah itu sekarang digeledah dengan teliti oleh polisi lokal, dan tak ada lubang bawah tanah atau kamar rahasia yang ditemukan. Pada laporan ini, tak ditemukan jejak Mr. Phillimore sama sekali. Dicuplik dari The South Warwickshire Advertiser untuk terbitan Kamis, 26 Agustus 1875 Temanku Sherlock Holmes menjelaskan kasus Phillimore padaku hanya secara singkat, karena ia tak ingin mendiskusikan kegagalannya yang jarang terjadi. Aku tahu kejadian itu terjadi sangat awal di karir detektifnya, segera setelah urusan Gloria Scott. Mr. Phillimore dari Leamington Spa, Warwickshire, lenyap seakan ditelan bumi, dan ia takkan pernah muncul lagi kecuali bumi sendiri membelah dan memuntahkannya. Pada siang tanggal 18 April 1906, aku sedang memeriksa seorang pasien di tempat praktek London-ku ketika terdengar kabar bahwa sebuah gempa bumi besar telah merusakkan kota megah San Fransisco. Pada waktu malam hari kabar suram itu dikonfirmasi: beberapa orang luka-luka atau meninggal, dan beribu-ribu orang tak punya rumah. Selama tiga puluh jam kemudian, kabel telegram trans-atlantik menyiarkan berita lebih jauh: saluran gas batu-bara di bawah jalan-jalan San Fransisco terputus dalam suatu gempa bumi, dan akibatnya seluruh kota sekarang ditelan api yang menyala tanpa dapat dikendalikan. Dalam keamanan tempat praktek Harley Streetku, aku memutuskan untuk melakukan kontribusi sederhana pada sumbangan umum yang mungkin muncul di London untuk membantu korban San Fransisco. Tak sampai dua minggu kemudian, sebuah telegram berisi alamat balasan yang kukenal di Sussex Downs diantar ke ruanganku. Pesan itu hanya terdiri dari dua kata: "DATANGLAH SEGERA" dan tanda tangan "HOLMES". Tak ada lagi tulisan lain yang diperlukan. Aku segera pergi ke stasiun Victoria dan membeli karcis kelas satu kereta ke Brighton. Setelah menunggu lama kedatangan keretaku yang di luar kebiasaan, perjalanan kereta api itu berlalu cukup cepat. Di barisan kereta kuda Brighton, seorang pengemudi kereta mengantarku ke gerbang pintu tujuanku. Rumah Mr. Sherlock Holmes dari luar tampak seperti rumah bujangan mana pun, tapi halaman yang mengelilinginya menimbulkan kekaguman. Rumahnya diapit dan dikelilingi di semua sisi oleh lemari-lemari kayu tipis panjang yang-dalam pengamatan lebih lanjut-sebetulnya adalah sarang lebah, merembeskan lilin lebah pucat dan sekresi serangga penghuninya yang berwarna lebih gelap. Suara dengung yang terus-menerus seribu kali Babel. Saat aku melangkah di jalan masuk depan di tengah-tengah iringan lebah-lebah yang ingin tahu, aku melihat sekilas wajah teman dan pemanggilku di jendela terdekat. Sebelum aku punya waktu menggunakan keset kaki di sebelah pintu, aku ditarik masuk. Lebah-lebah itu, untungnya, memilih untuk tetap di luar. Semenit kemudian aku sudah duduk bersilang kaki di atas tempat duduk bulu binatang di ruang tamu teman baikku Sherlock Holmes. "Senang sekali kau mau datang, Watson." Ia menyodorkan kotak cerutunya, dan aku mengambil sebuah cerutu perfecto hitam. Sementara aku memotong dan menyalakannya, Holmes melanjutkan: "Kau harus memaklumi lebah-lebahku. Salah satu sarang lebah hari ini baru saja menghasilkan seekor ratu baru, dan ia sedang sibuk membunuh semua ratu yang tak aktif." "Aku tak tahu lebah bisa disuruh tinggal di lemari-lemari kayu," kataku. Holmes memilih sebuah panatela Havana, dan menyalakan cerutunya tanpa memotongnya. "Lebah-lebah itu tinggal di pohon ek kosong di dekat sini. Lemari-lemari itu adalah kreasiku sendiri, terinspirasi oleh alat-alat peternak lebah Amerika, Pendeta Langstroth. Setiap sarang lebah menempati lemarinya sendiri, dan dapat dipindahkan tanpa mengganggu sarang yang lain." Tanpa aba-aba, temanku tiba-tiba mengganti pokok pembicaraan: "Watson, aku menyesal kau harus menunggu keretamu begitu lama di stasiun Victoria." "Kalau begitu kau menyadari keterlambatan itu?' aku bertanya padanya. "Sama sekali tidak," kata Sherlock Holmes. "Segera setelah kau masuk ke rumahku, aku memperhatikan bahwa keretamu terlambat." Aku tersenyum dengan memperturutkan kata hati. "Kau pasti menghafalkan Panduan Kereta Api Bradshaw, dan kau menduga keterlambatan keretaku dari jam kedatanganku." "Aku tak pernah menghafalkan data tak berguna, Watson. Pikiranku adalah ruang kerja, bukan ruang penyimpanan." Holmes menunjuk dengan jari telunjuknya yang panjang ke kakiku. "Sepatumu, kulihat, baru disemir. Karena telegramku yang mendesak, kau takkan memilih menunda keberangkatanmu dari London dengan menghabiskan waktu untuk hal-hal remeh seperti itu. Kau pasti mau tak mau tertunda di ujung rel kereta, dan-selama masa penantian yang dipaksakan itu-kau mengambil kesempatan untuk mencari penyemir sepatu yang menjajakan jasa mereka di sepanjang dinding Belgrave stasiun Victoria." "Luar biasa, Holmes! Apa yang kaukatakan itu benar." "Lebih jauh lagi," temanku melanjutkan, "ada satu penyemir sepatu khusus di Jalan Belgrave yang semir sepatu coklatnya berwarna coklat muda khas, yang tak dapat dibeli secara umum. Aku yakin ia membuat campurannya sendiri, dari resep asli. Sepatumu, Watson, mempunyai tanda dari penjaja itu." Sekali lagi aku terheran-heran. "Tapi tentunya, Holmes, kau tidak memanggilku ke sini untuk mendiskusikan penyemir sepatu," aku bertanya. "Memang tidak." Holmes pergi ke perapian, dan mengeluarkan sebuah dokumen yang terlipat dari rak perapian. "Aku yakin kau mengetahui kekacauan yang terjadi baru-baru ini di San Fransisco." Aku mengangguk dengan sedih. "Ya, gempa bumi dan kebakaran yang mengikutinya. Kecelakaan yang mengerikan." "Kecelakaan bukan kata yang tepat, Watson. Tepat sehari setelah gempa bumi San Fransisco, teman lamaku Pierre Curie-seorang ilmuwan Perancis terkenal-tertabrak dan terbunuh oleh kereta kuda di Paris. Kemalangan itu yang disebut kecelakaan. Urusan San Fransisco ini urusan yang agak lebih parah lagi: planet bumi kita meledak terbuka." Aku mengangguk sekali lagi. "Di balik perkembangan ilmiah, manusia masih berada di bawah belas kasihan alam." Ada raut gelap di matanya saat Sherlock Holmes berbicara: "Bukan alam yang memangsa manusia, Watson. Predator yang mengancam manusia adalah manusia itu sendiri." Holmes duduk dan membuka lipatan dokumen di tangannya. "Aku menerima berita tertulis dari dua tuan-tuan Amerika: Mr. Henry Evans, presiden Perusahaan Asuransi Continental; dan Mr. James D. Phelan, dulunya walikota San Fransisco. Kedua pria ini bersumpah bahwa mereka akan mengusahakan penghidupan kembali kota mati itu, dan melihat San Fransisco bangkit dari abu." "Aneh sekali seorang bekas walikota, dan bukannya seorang pemegang jabatan sekarang, yang melakukan misi seperti itu," aku berkomentar. "Walikota yang sekarang adalah bagian dari masalah, Watson." Sherlock Holmes melirik dokumen di depannya. "Mr. Phelan memberitahuku bahwa, selama masa jabatannya sendiri sebagai walikota San Fransisco, dana kota dialokasikan untuk gaji dan pelatihan petugas kepolisian dan petugas pemadam kebakaran, selain juga dana untuk membeli dan memelihara alat pemadam kebakaran, kereta pemompa, dan kuda-kuda yang menariknya." "Tentunya itu investasi yang bijaksana," kataku. "Mungkin tidak," kerutan Holmes semakin dalam. "Surat Mayor Phelan meneruskan menyatakan bahwa walikota San Fransisco yang sekarang-bernama Eugene Schmitz-adalah kaki tangan sekumpulan pencuri dan penyogok yang secara sistematis merampas peti simpanan kota dan memperkaya diri mereka sendiri dengan beberapa juta dolar curian. Karena tak adanya dana, pasukan polisi dan pemadam kebakaran San Fransisco hanya kerangka kru: tak terlatih dengan baik, dan berkewajiban memenuhi tugas mereka dengan peralatan yang tak sempurna. Sebagai akibatnya, ketika gempa bumi menimpa, jumlah kematian jauh lebih tinggi dari seharusnya. Dokter, mungkin menarik bagimu untuk mengetahui bahwa gempa bumi San Fransisco baru-baru ini, dan kebakaran besar yang mengikutinya, menelan tujuh ratus nyawa manusia." "Demi Tuhan," aku berseru. "Memang. Tapi bila Mr. Phelan bisa dipercaya-dan aku mempercayainya, Watson-lebih dari 300 kematian itu, selain kerusakan properti senilai 20 juta dolar, adalah akibat langsung penggelapan Walikota Schimtz. Kalau saja dana kota dialokasikan pada keperluan yang tepat, orang-orang itu tak seharusnya meninggal." "Jelas ini suatu tragedi. Tapi apa hubungannya denganmu, Holmes?" Temanku melipat lagi surat yang ditulis Mr. Phelan dan mengantunginya. "Perusahaan Asuransi Continental, dan beberapa perusahaan asuransi lain, sekarang terancam bangkrut sebagai akibat semburan klaim polis yang berasal dari San Fransisco. Mr. Evans dan koleganya bermaksud memberikan semua klaim, tapi mereka marah karena menanggung biaya tragedi ini sementara para pencuri yang menyebabkannya bebas. Walikota Schmitz dan sekutunya yang korup itu dipersalahkan, namun tak ada bukti kesalahan mereka yang bisa ditemukan." Kami menghisap cerutu dalam diam selama beberapa saat, dan kemudian Holmes berkata lagi: "Jelas reputasiku telah berkelana jauh hingga California, Watson. Surat inilah hasilnya. Mr. Phelan dan Mr. Evans, diikuti oleh sindikat broker asuransi menawarkan padaku carte blanche bila aku mau pergi ke San Fransisco dan bekerja untuk mereka. Orang-orang ini ingin menyewa jasaku dalam hal kesimpulan dan penyelidikan. Mereka ingin aku menemukan bukti kuat, yang akan bisa diajukan di pengadilan Amerika mana pun, tentang penyalahgunaan jabatan Schmitz dan antek-anteknya. "Dan kau bermaksud menerima penugasan ini, Holmes?" aku bertanya padanya. "Watson yang baik, aku sudah menerimanya. Politik Amerika adalah labirin gelap yang tak pernah kumasuki sebelumnya, dan tantangannya membangkitkan minatku." Holmes berdiri dan meregangkan badan. "Satu hal lagi, Watson. Rumah sakit-rumah sakit dan bangsal-bangsal darurat di San Fransisco penuh hingga hampir meledak oleh orang- orang terluka dan hampir mati; tak ada cukup dokter di kota yang hancur itu untuk merawat mereka semua. Bakat medismu akan diterima dengan baik dalam krisis itu. Dan aku mungkin memerlukan bantuanmu selama penyelidikanku. Haruskah aku memberi tahu Asuransi Continental untuk memberiku dana untuk dua tiket kapal uap ke Amerika?" Pertanyaan itu sama sekali tak terduga. Aku ragu-ragu selama waktu yang sangat singkat sementara aku mempertimbangkan bagaimana harus memberi tahu istriku, kemudian mengulurkan tanganku. Sherlock Holmes menggenggamnya dalam kedua tangannya. "Baik sekali, Watson! Kita akan sibuk selama paling tidak dua bulan. Beri tahu pasien-pasien Harley Streetmu untuk membuat perjanjian lain selama kau tak ada. Sedangkan lebah-lebahku: hingga kita kembali aku hanya bisa berharap ratu baru mereka akan memerintah dengan bijaksana!" Dan demikianlah petualangan kami mulai. Kami berlayar dari Southampton pada tanggal 12 Mei menuju kota New York di atas sebuah kapal uap yang dengan tepat dinamai New York. Selama pelayaran itu, Sherlock Holmes mempertahankan otaknya yang luar biasa tetap sibuk dengan permainan mengamati sesama penumpang dan menyimpulkan asal-usul, pekerjaan, dan kepribadian mereka dari petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh penampilan fisik dan tindak-tanduk mereka. Kami tiba di pelabuhan kota New York pada pagi hari tanggal 19 Mei. Masih terdapat benua Amerika Utara yang harus diseberangi, tapi Walikota Phelan telah mengatur agar kami diberi tempat duduk di kereta pertolongan Tentara AS mana pun yang membawa bahan makanan dan bantuan medis dari New York ke kamp pengungsi di luar San Fransisco. Setelah meninggalkan kantor bea cukai New York, stasiun kesehatan, dan pertukaran mata uang, Holmes dan aku memanggil sebuah kereta beroda empat dan bergegas dengan bagasi kami ke arah timur laut melalui Manhattan ke stasiun Pennsylvania -karena Holmes bertekad untuk memulai perjalanan panjang kereta api menyeberang benua secepat mungkin. Pada siang hari kami tiba di pemberhentian Pusat New York, tempat Holmes sangat putus asa ketika diberi tahu bahwa kereta pertolongan berikutnya baru berangkat keesokan paginya. "Tak ada yang bisa dilakukan, Watson," katanya. "Kita terpaksa menginap di metropolis ini. Mari mencari hotel untuk kita, dan kemudian kita akan melihat hiburan macam apa yang bisa ditawarkan pulau Manhattan bagi kita." Aku mengurus pemindahan tas-tas kami ke Hotel Herald Square, di sisi selatan Jalan West Thirty-Fourth, sementara Holmes mengirim telegram pada kantor pusat Asuransi Continental. "Aku sudah menelegram Mr. Evans dengan berita bahwa aku akan naik kereta besok pagi," Holmes memberi tahuku setelah aku menyelesaikan urusan dengan pendaftaran tamu hotel, "dan aku sudah memberi tahunya bahwa aku membawa serta temanku, ahli bedah lapangan terbaik." "Kau memujiku, Holmes." "Kurasa tidak. Ayo, Watson! Untuk siang dan sore hari ini, paling tidak, mari kita mencari kesenangan yang bisa disediakan kota ini, karena besok pagi tugas tak menyenangkan kita mulai. Di kantor telegram aku tak sengaja mendengar bahwa Maude Adams bermain dalam Peter Pan di Teater Empire di Jalan West Forty-Sixth. Mari kita habiskan malam ini di Neverland, dan tak memikirkan penderitaan atau San Fransisco." Sherlock Holmes dan aku berjalan ke arah utara, menelusuri jalan utama Manhattan yang lebar yang dikenal sebagai Broadway. Tepat di selatan Jalan West Thirty-Seventh, di Broadway Nomor 1367, perhatianku terpaku pada sebuah bangunan dari batuan coklat yang dilapisi kertas poster-poster sangat menyolok. Bangunan itu ternyata Gedung Hiburan Edisonia, dan poster-poster di luar memberi tahu kami bahwa, dengan karcis masuk seharga lima sen, kami bisa melihat pameran penemuan ajaib Thomas Edison, Vitascope. "Aku sudah mendengar tentang mesin ini, tapi tak pernah melihatnya dioperasikan," aku berkata pada Holmes, dengan lebih dari secercah kegairahan dalam suaraku. "Vitascope Mr. Edison selangkah lebih baik daripada lentera ajaib: penemuannya dapat memproyeksikan gambar yang benar-benar bergerak!" "'Penemuan', memang!" kata Holmes dengan dengus keras. "Edison tidak menemukan Vitascope seperti aku tak menemukan roda, Watson, kamera kinetografik dan proyektor pertama dibuat oleh Louis Le Prince, seorang pria Perancis yang tinggal di Yorkshire. Aku sendiri menghadiri suatu demonstrasi alatnya di Leeds pada tahun 1888. Tapi ayolah, karena kau jelas begitu ingin menyaksikan Vitascope ini, mari kita bayar karcisnya dan masuk." Program siang gedung hiburan itu dipenuhi pengunjung, tapi Holmes dan aku bisa memperoleh dua kursi di tempat duduk bawah, dengan baik sekali dihubungkan dengan gang tengah. Panggung gedung hiburan itu kosong, kecuali sebuah layar putih besar berbentuk segi empat yang tampaknya tak banyak menjanjikan hiburan. Pertunjukan belum mulai, dan di tempat duduk teater di sekeliling kami para penonton berdengung dalam banyak sekali percakapan. "Aku tak lagi kangen pada lebah-lebahku," gumam Holmes padaku, di tengah dengungan umum itu. "Tampaknya kita bisa berbicara dengan bebas tanpa melanggar etiket, karena toh semua orang di tempat ini berbicara. Watson, aku tak pernah bisa duduk selama pameran gambar bergerak tanpa memikirkan kasus aneh James Phillimore." Selama sesaat nama itu sama sekali tak berarti bagiku, tapi kemudian aku teringat: "Bukankah ia orang yang lenyap dari rumahnya sendiri di Warwickshire?" "Orang yang sama." Dalam tempat duduk mewah berwarna merah di sebelahku, Holmes berdesah bosan. "Salah satu kegagalan pertamaku, Watson. Mengikuti lenyapnya orang itu di tahun 1875, baik aku maupun orang lain tak ada yang pernah melihat Mr. James Phillimore lagi." "Tentunya seorang pria yang lenyap di tahun 1875 tak ada hubungannya dengan gambar bergerak," aku mengusulkan, "karena waktu itu gambar bergerak belum ditemukan." Sherlock Holmes mengangguk. "Watson, aku sudah memberitahumu bahwa kinetograf ditemukan di Inggris leh Louis Le Prince. Di tahun 1890, selama kunjungannya ke negeri asalnya Perancis, Monsieur Le Prince setuju untuk mendemonstrasikan alatnya di Rumah Opera Paris. Bulan September tahun itu, ia naik kereta api di Dijon, membawa serta kamera dan proyektornya dalam sebuah kompartemen kelas satu. Ketika kereta api tiba di Paris, Watson, kompartemen itu kosong. Meskipun dilakukan penyelidikan yang melelahkan, baik Le Prince maupun peralatan gambar bergeraknya tak pernah dilihat lagi." "Mengherankan!" aku berkata. "Aku sudah membaca kasus itu waktu itu, dan menawarkan jasaku pada pemerintah Perancis," Holmes meneruskan. "Surete menolak tawaranku. Namun, hingga hari ini aku tak pernah bisa melihat sebuah kinetograf tanpa memikirkan nasib aneh penciptanya, dan ketika aku memikirkan lenyapnya Le Prince aku secara wajar teringat pada James Phillimore." "Apakah Phillimore temanmu, Holmes?" "Aku tak pernah bertemu dengannya," kata temanku. "Kehilangan Phillimore yang aneh di tahun 1875 menimbulkan banyak perhatian pada waktu itu, dan aku mengadakan perjalanan ke Leamington Spa untuk bergabung dalam pencarian untuknya. Di antara perabotan di rumah Phillimore di Tavistock Street ditemukan sebuah foto seorang pria berusia di awal tiga puluhan; kedua kolega bankirnya mengidentifikasi foto itu sebagai James Phillimore. Aku mendapatkan salinan foto itu, dan mengingatnya. Watson, selama dua puluh tahun ia menghilang-bahkan ketika pengembaraan membawaku ke gerbang Lhassa dan Khartoum-aku tak pernah bisa melewati sekerumunan orang tanpa mencari di antara mereka wajah James Phillimore. Tapi sekarang, setelah tiga puluh satu tahun, aku menyerah bahwa ia menghilang untuk selamanya." Pada saat itu lampu ruangan meredup, dan penonton teater terdiam. Seorang pria maju ke panggung, dan memperkenalkan dirinya sebagai Mr. Edwin Stanton Porter dari Perusahan Film Edison. Ia meyakinkan kami bahwa Vitascope memiliki hiburan lengkap-komedi, drama, penelitian alam- dan semua itu akan ditampilkan pada pertunjukan siang itu. "Saya terutama ingin menarik perhatian Anda pada penutup acara ini," kata Mr. Porter pada penontonnya yang diam. "Pagi hari ini, seorang fotografer Vitascope memasang alatnya di jalan-jalan Manhattan. Ia telah menangkap adegan kehidupan asli Kota New York, diambil dalam cahaya matahari alami. Tuan-tuan dan nyonya-nyonya, rekaman fotografik kejadian-kejadian itu sudah diproses dan dikirim ke teater ini, hanya empat jam setelah terjadi." Gumaman bergairah terdengar di seluruh auditorium pada titik ini. Mr. Porter meneruskan: "Diharapkan, di masa depan, Perusahaan Film Edison dapat membuat alat yang bisa menangkap kejadian-kejadian bernilai berita di mana pun di dunia dengan Vitascope menakjubkan Mr. Edison, dan diproyeksikan pada layar di seluruh planet seketika itu juga." Di tempat duduk di sebelahku, Sherlock Holmes menggumamkan sesuatu. Sekarang Mr. Porter meninggalkan panggung, dan tiba-tiba kami tenggelam dalam kegelapan total. Tanpa peringatan, sebuah kereta api menerobos ke atas panggung, bergegas maju ke arah penonton. Ada kepanikan total, diikuti tarikan nafas dan tepuk tangan saat menyadari bahwa kereta raksasa yang mendekat ini adalah gambar kinetografik dalam salah satu film Vitascope Mr. Edison. Kuakui aku separuh berdiri di kursiku, untuk lari dari ilusi itu, sebelum Holmes mencengkeram lenganku untuk menahanku. "Tenangkan dirimu, Dokter. Itu cuma permainan." Aku duduk kembali di kursiku, dan program itu berlanjut. Vitascope selanjutnya adalah tableau vivant dari beberapa wanita gemuk yang berpose dalam gaun gaya Yunani. Ini diikuti oleh tampilan ombak laut. Kemudian tampak secuplik opera Faust, opera yang tanpa musik atau suara, karenanya aku kecewa melihat Vitascope penelitian nyata ini tidak bersuara ataupun berwarna. Para aktor terpaksa memainkan peran mereka dalam pertunjukkan bisu. Biarpun demikian, mereka mengagumkan- kediaman mereka memberi kesan bermartabat yang sering tak ada di aktor-aktor yang berbicara. "Dengar kataku, Watson," Holmes berbisik di sebelahku. "Benda ini bukan hanya mainan. Ini bagus sekali! Lama setelah para aktor di layar itu meninggal, gambar mereka masih berjalan dan membuat gerakan isyarat untuk generasi yang belum lahir!" Sekarang dimulai komedi rendahan berjudul Mengapa Mrs. Jones Bercerai, diikuti melodrama yang lebih murahan lagi berjudul Ching Lin Foo Dikalahkan. Di sebelahku di kegelapan, Holmes bergerak-gerak di tempat duduknya. "Alat pendidikan paling hebat yang pernah dibuat, dan Edison ini menyia-nyiakannya dengan sandiwara lelucon asal-asalan," komentar Holmes iijik. Sekarang gambar itu berubah lagi, menjadi drama berjudul Mimpi Seorang yang Keranjingan Rarebit. Di layar di depan kami, seorang pria yang mengenakan mantel panjang sedang duduk di sebuah meja, menikmati makan malamnya yang terdiri dari rarebit Welsh-semacam makanan dari telur, bir, keju, dan lain-lain untuk dituangkan di atas roti panggang. Lukisan itu mengabur sesaat, dan seketika orang yang sama ini berada di kamar tidurnya, mengenakan pakaian tidur dan topi tidur berujung runcing. Perubahan ini terjadi seketika, dan aku tak melihat bagaimana itu terjadi. Pria berpakaian tidur itu naik ke atas tempat tidurnya, menarik kain penutup ranjang, dan tidur dengan kesigapan luar biasa. Tiba-tiba ranjang itu terangkat dari tempatnya dan terbang ke luar jendela, dengan penghuninya -sekarang bangun dan ketakutan-berpegangan kuat-kuat pada kepala tempat tidur. Ranjang itu terbang di atas atap-atap ke arah puncak menara sebuah gereja di mana terdapat penunjuk mata angin yang tampaknya lebih besar dari seharusnya. Di sini ranjang yang hidup itu melemparkan penumpangnya, dan terbang terus meninggalkan penumpangnya. Semua di sekelilingku di gedung musik gelap itu, para penonton tertawa bergemuruh sementara pria malang berbaju tidur itu bergantungan tak berdaya pada penunjuk arah angin, menyepak-nyepak dan berteriak-teriak. Adegan terakhir-dengan tanpa transisi yang mengganggu-menunjukkan ia aman di tempat tidurnya lagi, bangun dari mimpi buruk. Perlahan-lahan mengangkat tangan kanannya dan menatap ke langit, sementara menggerakkan bibirnya dalam pertunjukkan bisu, pria itu mengeluarkan sumpah diam: dimisalkan takkan makan rarebit Welsh lagi sebelum tidur. "Watson, ini benar-benar cukup sudah," Sherlock Holmes berkomentar di sebelahku, di tengah kegembiraan parau penonton di sekeliling kami. "Tentunya, di kedalaman Manhattan yang luas, kita bisa mendapatkan hiburan yang lebih bermutu daripada ini. Mari kita pergi ke tempat lain." Gambar di layar berubah sekali lagi. Sekarang menampakkan perempatan jalan kota besar, hampir tak istimewa kecuali trem, kereta dengan tempat duduk sopir di luar, dan kendaraan lain- dalam tata cara Amerika-bergerak di sisi jalan yang salah. Di layar, pria dan wanita berjalan dalam gaya mereka yang biasa dan kecepatan jalan yang berbeda-beda, masuk ke satu sisi dan meninggalkan panggung dari sisi lain. Seorang bocah penjual koran menjajakan surat kabarnya di antara dua tumpukan koran di bawah sebuah lampu jalan, dan walaupun lampu itu tak menyala-tableau itu terjadi di siang bolong- aku terkejut melihat bahwa lampu jalan itu diperlengkapi untuk aliran listrik, bukan lampu gas. Dua papan tanda yang tergantung dari tiang lampu memberitahu kami bahwa perempatan ini adalah perpotongan "BROADWAY" dengan "W. 58TH STREET". Di latar belakang, sebuah jam yang terpasang di permukaan sebuah menara di kejauhan menunjukkan waktu pukul sepuluh lewat tujuh belas menit. Jelas, film Vitascope terbaru ini bukan pertunjukan komedi maupun tragedi, tapi hanya lukisan tanpa persiapan penduduk Manhattan dalam lingkungan asli mereka . . . dan sepertinya, tak ada drama yang akan dipaparkan. "Kau benar, Holmes," bisikku pada temanku. "Aku sudah memenuhi kebutuhanku. Mari pergi ke Teater Empire, dan memberikan penghormatan pada Miss Adams." Sewaktu aku berbicara demikian, gambar-gambar, di layar meneruskan gerakan diam mereka. Saat aku berbicara, satu sosok lagi masuk ke latar belakang tableau di depan kami. Ia seorang pria dengan tinggi di atas rata-rata, sekitar tiga puluhan. dengan kumis yang dicukur rapi. Ia bersepatu bagus, dalam kulit kuda halus yang mahal, dan tangan kirinya memegang sebuah payung yang terlipat. Tapi sesuatu di sekelilingnya tidak biasa: baju bergaris-garisnya berpotongan dalam gaya yang sudah lewat tiga puluh tahun lalu, dan ia memakai cambang dalam gaya yang disebut dundrearies, yang sudah lama tak mode lagi. Tiba-tiba aku merasakan rasa sakit di pergelanganku: ujung jari-jari Sherlock Holmes menekan ke dalam dagingku, saat tubuh Holmes menjadi kaku. "Watson!" ia berteriak, begitu keras hingga semua orang di teater bisa mendengarnya. "Orang di layar itu! Ia James Phillimore !" Dari baris-baris gelap di belakang kami, seseorang berteriak pada Holmes agar tetap tenang. Aku merasakan geletar tengkukku saat aku memandang gambaran Vitascope yang berkerlip. James Phillimore menghilang tiga puluh satu tahun yang lalu, namun pendatang baru di layar kinetografis itu tampak tak sampai berumur tiga puluh. "Kau pasti salah, Holmes," aku berbisik, sehingga tidak mengganggu penonton. "Bila Phillimore masih hidup, ia sekarang berusia lima puluh enam." "Kuberitahu kau, Watson, ia orang yang samaI" Holmes berdiri tegak, dan menunjukkan tangannya yang panjang ke arah layar. "Orang itu adalah James Phillimore yang hidup, dan ia tak menua sehari pun sejak ia lenyap!" Kurasa semua kepala penonton pastilah berpaling pada kami saat itu, dan setiap mulut-dalam aksen Amerika yang kasar-berteriak pada kami supaya diam. Karena itu aku yakin tak ada seorang pun kecuali Holmes dan aku sendiri yang melihat apa yang terjadi setelah itu di layar Vitascope. Seakan merespon suara Sherlock Holmes, pria di layar tiba-tiba berpaling dan melihat tepat ke arah kami. Matanya melebar senang, dan mulutnya membuka dalam seringai lebar. Bibirnya bergerak diam, dalam kata-kata yang tak terdengar. Holmes melompat dari kursinya. "Yang di depan, duduklah!" teriak seseorang di belakang kami. Aku sudah mengatakan pria di gambar itu berdiri di antara latar belakang. Sekarang tidak lagi Sambil memandang tepat pada Sherlock Holmes, sosok diam James Phillimore berjalan dengan berani ke latar depan gambar itu. Dengan lirikan samping yang singkat sebelum meneruskan tatapannya ke arah Holmes, ia melintasi West Fifty-Eighth Street, melangkah ke trotoar di sisi terdekat, dan meletak- kan kakinya yang bersepatu bagus dengan kokoh ke atas trotoar sementara ia mengangkat payungnya, dan menunjukkannya tepat ke Holmes. Sekarang aku juga melompat berdiri dari kursiku. Simulacra lain dalam layar Vitascope tak memperhatikan James Phillimore, tapi meneruskan keluar masuk mereka di kedua sisi gambar persegi empat itu. Di tengah-tengah layar, tangan kiri James Phillimore diam-diam membidikkan payungnya pada penonton: tepat ke arah kepala Sherlock Holmes. Pada waktu yang sama, Phillimore mengangkat tangan kanannya ke alis untuk pemberian hormat. Pada waktu itu juga, James Phillimore lenyap! Tak mungkin ada pintu jebakan di bawahnya. Dengan mataku sendiri, aku melihat Mr. James Phillimore lenyap ke udara. Di layar Vitascope orang-orang dan kendaraan-kendaraan di West Fifty-Eighth Street mempertahankan arak-arakan kinetografis mereka, jelas tak menyadari fakta bahwa seorang pria lenyap dari antara mereka. "Cepat, Watson!" Seketika, Sherlock Holmes melompat ke gang teater dan bergegas ke pintu keluar terdekat. Dan sekali lagi, seperti yang sudah sering terjadi di masa lalu, aku mendapati diriku sendiri mengikutinya, mengejar buruan kami. "James Phillimore ada di Manhattan, Watson, karena kinetograf itu difoto hari iniI Holmes menyatakan saat kami menembus keluar lobi Gedung Hiburan Edisonia. "Aku sudah berjanji pada pejabat Perusahaan Asuransi Continental bahwa aku akan naik kereta besok ke San Fransisco, dan aku terikat pada kehormatanku untuk menepati janjiku. Karena itu kita punya sedikit kurang dari enam belas jam untuk menemukan pria yang lolos dariku selama tiga puluh satu tahun. Watson, ayo! Permainan sudah dimulaiI" Kami berlomba keluar dari teater, muncul di Broadway. Temanku bergegas melambai menghentikan sebuah bendi yang lewat. Holmes menginstruksikan pengemudi kereta itu untuk mengantar kami ke perempatan Broadway dan Fifty-Eighth, tempat kejadian lenyapnya Phillimore yang terakhir kali. Pengemudi kereta itu melecutkan tali kemudinya, dan sesaat kemudian pengejaran Phillimore dimulai. "Pasti ada suatu kesalahan," kataku pada temanku, saat kami duduk di bangku dan bendi kami meluncur ke arah utara menembus lalu lintas yang padat. "Bagaimana kau bisa yakin Vitascope yang kita lihat diambil hari ini?" "Itu jelas, Watson. Kau lihat bocah penjual koran di gambar itu? Judul yang terbentang sepanjang timbunan korannya adalah salinan kepala berita di New York Herald hari ini." Aku masih sangat keheranan melihat seorang pria lenyap. "Tapi apakah kau yakin orang di layar itu benar-benar James Phillimore? Kita di Manhattan, Holmes: mungkin orang ini orang Amerika yang kebetulan punya kemiripan dengan Phillimore." Sherlock Holmes menggelengkan kepalanya. Ia telah mengeluarkan sebuah buku untuk mencorat-coret dari sakunya, dan dengan sibuk membuat sketsa di dalamnya saat ia berbicara. "Yakinlah, Watson: orang di layar Vitascope itu orang Inggris." "Bagaimana kau bisa yakin, Holmes?" "Tak ada orang yang bisa menyembunyikan warisannya, Watson. Aku bisa membedakan orang Amerika dari orang Inggris dari caranya memasang tali sepatu: orang yang baru kita lihat itu orang Inggris... atau kalau ia punya pelayan Inggris yang menalikan tali sepatu untuknya. Dan apakah kau memperhatikan hormat yang diberikan Phillimore saat ia lenyap?" Holmes menirunya sekarang- memiringkan siku kanannya, tangan Holmes naik ke dahinya: ujung atas ujung jarinya rata di alisnya, sementara ibu jarinya menunjuk ke bawah. "Beginilah seorang prajurit tentara Inggris memberi hormat... seperti yang kauketahui dengan sangat baik dari penugasanmu sendiri di Afghanistan." Sekarang Holmes memberi hormat lagi; sekali lagi tangannya naik ke alis, tapi kali ini jari-jarinya pararel dengan tanah, dan ibu jarinya mengarah ke belakang. "Beginilah seorang anggota militer Amerika memberi hormat, Watson: ini juga tanda hormat Angkatan Laut Kerajaan kita sendiri. Ketika aku menyelidiki latar belakang Phillimore di tahun 1875, aku tak menemukan catatan penugasan militer. Namun ia pasti pernah jadi bocah laki-laki, dan bocah laki-laki bermain menjadi tentara. Mereka mempelajari latihan mereka dengan melihat tentara betulan, dan meniru mereka." Holmes benar: pria di Vitascope itu memberi hormat bergaya Inggris. "Lebih jauh lagi," Holmes meneruskan, membuat sketsa mati-matian di kertas corat-coretnya saat kereta kami melaju, "apakah kau mengamati. Watson, bahwa pria di layar itu melirik dengan cepat ke satu sisi?" "Tentu saja." Aku mengangguk. "Saat ia turun dari trotoar ke jalan, ia melirik ke samping untuk melihat apakah ada kendaraan yang akan lewat." "Memang begitu, Watson. Tapi ia melirik ke kanan. Itu yang kita lakukan di Inggris. Di jalan-jalan Amerika, dan jalan-jalan Eropa, seorang pejalan kaki melirik ke kiri terlebih dulu. Orang Inggris menguasai kebiasaan asing ini bila ia sudah menghabiskan waktu cukup banyak di luar Kerajaan. Tapi orang di layar itu, Watson, berpaling ke arah yang salah: ia terbiasa dengan lalu lintas London, dan baru saja tiba di Amerika Serikat." Tiba-tiba, aku bergetar sekali lagi. "Tapi faktanya tetap, Holmes, bahwa kita melihat seorang pria lenyap ke udara." "Kita tak melihat hal semacam itu, Watson. Apakah kau mengenal ilusionis Perancis Georges Melies? Ia melakukan tipuan sulapnya dalam sebuah kinetoskop. Buruan kita Phillimore ini tahu muslihat yang sama." "Aku tak mengerti." "Apakah kau melihat, Watson, mata Philimore di layar Vitascope menatap tepat pada kita di tempat duduk orkestra itu? Aku berpikiran sama... untuk sementara. Tapi hal semacam itu tak mungkin. Ketika kita memandang gambar bergerak, kita hanya melihat apa yang dilihat kamera itu. Phillimore tidak menatap kita, atau memberi hormat pada kita. Ia menatap tepat ke lensa kamera, sementara memberi hormat pada jura kamera...dan melalui tatapan pinjaman kamera itu kita mengandaikan ia memandang pada kita." "Tapi, Holmes! Kita melihatnya lenyap...seperti hantu!" "Watson, tidak. Sebuah kamera kinetografis merekam gerak-gerik bukan hanya melewati ruang, tapi melalui waktu. Kurasa aku tahu mengapa Phillimore memberi hormat: untuk mengalihkan perhatian petugas kamera ke tangan kanannya, dan menjauh dari tangan kirinya." "Tangan kirinya memegang sebuah payung," aku mengingat. "Memang demikian, Watson. Dan apakah kau memperhatikan apa yang dilakukannya dengan payung itu? Tepat sebelum ia menghilang, Phillimore terlihat mengarahkan tongkat payungnya tepat ke arah kita. Malahan, ia mengulurkannya ke arah kamera." "Dan kemudian ia menghilang, Holmes!" "Tidak. Ia hanya memotong satu fragmen waktu. Yaitu, ia mendorong ujung payungnya ke mekanisme kamera-dengan begitu membuatnya macet-kemudian menarik payungnya dan berjalan pergi. Juru kamera itu membutuhkan waktu tepat empat menit untuk menjalankan lagi mekanisme itu." "Bagaimana mungkin kau tahu berapa lama... " "Ketika buruan kita menghilang, Watson, tidakkah kau melihat gerak tiba-tiba gambar di layar Vitascope?" Aku menggelengkan kepala. "Aku hanya melihat James Phillimore... dan kemudian tempat waktu ia tak berada di sana." "Ah! Tapi tepat sebelum ia lenyap, jam di menara di belakangnya menunjukkan pukul sepuluh lebih tujuh belas. Dan kemudian, tepat setelah ia lenyap, jam itu tiba-tiba melompat ke sepuluh lewat dua puluh satu. Sikap badan bocah penjaja koran langsung berpindah dari satu posisi ke posisi lain yang berbeda. Semua orang dan kendaraan lain dalam tableau itu juga lenyap... dan digantikan orang lain. Georges Melies mempelajari tipuan yang sama secara tak sengaja, Watson. Ia sedang memotret lalu lintas di Paris ketika mekanisme kameranya macet. Lalu lintas tetap bergerak sementara Melies berusaha menjalankan lagi alatnya. Setelah itu, ketika Melies memproses filmnya dan memproyeksikannya, ia terheran-heran melihat bis penumpang Paris tiba-tiba berubah menjadi mobil jenazah." Saat itu kami telah mencapai West Fifty-Eighth Street; Holmes membayar pengemudi kereta, dan kami turun. Aku tak pernah berada di sini sebelumnya, namun aku mengenali tempat itu: bangunan-bangunan, bocah penjual koran di bawah lampu jalanan, bahkan jam di menara yang jauh semua tepat seperti aku melihat mereka di layar Vitascope... kecuali warna-warna yang ditambahkan pada palet abu-abu fotografis Mr. Edison. Saat kereta kami berangkat, aku berkata pada Holmes: "Orang di film Vitascope itu tak mungkin James Phillimore, Holmes." Rahang temanku mengeras. "Tidak, Watson. Ia Phillimore yang benar-benar hidup. Dalam setiap detail, orang yang kita lihat identik dengan foto lemari yang kami lihat. Aku menghafal foto itu dalam ingatanku di tahun 1875, Watson. Aku takkan pernah melupakan dundrearies itu! Buruan ini bahkan mengenakan jas yang sama: bergaris-garis. dengan potongan dan desain yang disenangi penjahit Savile Row kurang lebih tiga puluh tahun lalu. Aku menanyai kedua bankir Leamington yang ada waktu Phillimore lenyap: mereka meyakinkanku bahwa baju yang ia pakai di potretnya adalah yang dipakai Phillimore pada pagi ketika ia lenyap." "Sedikit sekali jas yang bertahan selama tiga puluh satu tahun," aku berkomentar. "Dan sedikit orang yang bisa lenyap selama tiga dekade dan kembali tanpa bertambah tua sehari pun," jawab Holmes. "Namun buruan kita orang yang tepat semacam itu." Hari itu hangat, tapi tiba-tiba aku merasa dingin. "Holmes, apakah mungkin James Phillimore menembus ruang waktu? Aku ingat kasus awalnya: ada bukti bahwa semacam pusaran melingkar di rumah Phillimore. Dapatkah seorang pria jatuh menembus lubang di Warwichshire di tahun 1875, dan muncul di Manhattan di tahun 1906? Itu akan menjelaskan mengapa Phillimore tidak menua sedikitpun, dan mengapa jasnya tidak menjadi aus." Kami berdiri di luar sebuah gedung besar batu abu-abu di Nomor 1879, Broadway. Sebuah plat tembaga di dekat pintu masuk memberi tahu kami bahwa ini adalah tempat sesuatu yang disebut 'COSMOPOLITAN. PENERBIT HEARST." Sherlock Holmes mengetukkan jari telunjuknya di sisi hidung, seakan mengajakku bersekongkol. "Jangan hiraukan bocah penjual koran itu, Watson, dan hiburlah aku dengan sebuah permainan kata-kata." Holmes dengan sengaja melangkah ke titik tepat tempat alat Vitascope itu berdiri. "Ini tempat yang bagus untuk mulai, Watson," kata temanku dalam suara keras, "bila kita ingin mendapatkan uang hadiah." Aku tak mengerti maksudnya, tapi aku mengikuti permainannya: "Ya! Tentu! Uang dalam jumlah besar sedang dipertaruhkan." Sherlock Holmes sekarang mengeluarkan sebuah pita pengukur, dan mulai mengambil ukuran tepat pinggiran trotoar dan trotoar, selama itu sambil menggumamkan hadiah besar. Ia tampak benar-benar tak menyadari keberadaan bocah penjaja koran, yang sedang mengamati setiap gerak-gerik Holmes dengan perhatian mendalam. Ketika ia tak bisa menahan keingintahuannya lebih jauh lagi, anak miskin itu berkata dalam logat Amerika kental: "Apa yang kalian cari, cul?" "Pergi, anak muda," kata Holmes. "Tidakkah kaulihat bahwa kami sibuk? Para pimpinan di Perusahaan Film Edison menyewa kami untuk menyelidiki kejadian vandalisme serius, dan . . ." "Aku tahu apa yang kalian cari," kata bocah itu bersekongkol. Mulutnya dipenuhi oleh bahan lengket yang dikunyahnya cepat-cepat sementara ia berbicara, dengan demikian lebih mengaburkan kata-katanya. "Kalian mencari orang yang mengacaukan kamera itu, bukan?" Holmes mengangkat kepala dari pengukurannya. "Perusahaan Film Edison menawarkan uang hadiah cukup besar untuk informasi yang mengarah pada penahanan pria yang merusakkan salah satu alat kinetografis... " "Berapa banyak?" kata bocah itu. "Hadiahnya, maksudku." "Kami tak berkeinginan membayar uang banyak untuk gosip sembarangan," kata Holmes. "Karena kau jelas tak menyaksikan kejadian itu..." "Aku melihatnya!" bocah penjaja koran itu menyombong. "Aku melihat segalanya!" Sekarang ia mulai memperagakan ulang seluruh kejadian itu, dalam gerakan-gerakan lebar, bergantian berperan sebagai James Phillimore, juru kamera Edison, dan bahkan kamera itu sendiri. "Ada salah seorang petugas kamera di sini, mengambil gambar. Seorang lelaki datang, mengayunkan payungnya, lihat? Ia tampak seperti jenis pria yang akan membuat keributan hanya demi kesenangannya. Memang betul, aku melihatnya menyodokkan payungnya ke dalam kamera di sana. Ia menariknya keluar lagi, dan kemudian ia berjalan pergi sambil tertawa. Payung itu tidak rusak, tapi kamera itu mulai berkeretak cukup keras untuk membangunkan nenek Anda yang sudah meninggal. Juru kamera itu mulai menyumpah-nyumpah, dan ia harus menghentikan kamera. Aku melihatnya mengutak-atik kamera itu selama dua menit, dan kemudian ia menyalakannya lagi." Wajah bocah itu dihiasi seringai lebar. "Apakah aku mendapat hadiahku?" "Tidak kecuali kau bisa memberitahuku nama dan alamat pelaku itu," kata Sherlock Holmes, mengantungi pita pengukurnya dan mengeluarkan sebuah buku catatan. Entah bagaimana selembar uang lima dolar tercecer dari dompet Holmes dan sekarang menonjol-tentunya secara kebetulan- dari lembar-lembar buku catatannya. "Bila kau bisa memberikan kami informasi yang berguna... " " Itu merekaI" kata bocah itu, menusukkan sebuah jari berminyak ke arah buku saat Holmes membukanya. Aku mengintip lewat bahunya, dan senang melihat apa yang digambar temanku dengan begitu rajin selama perjalanan kami dengan kereta. Di halaman-halaman buku catatannya, Holmes menggambarkan dua potret besar yang kukenali sebagai kemiripian dengan musuh kami dari petualangan yang sudah lalu: Profesor Moriarty dan Kolonel Moran. Di antara keduanya, hampir sedikit lebih dari renungan, ada cara pembawaan James Phillimore yang kecil dan dicoretkan dengan tergesa. Namun bocah penjaja koran itu sekarang mengabaikan gambar-gambar besar Moriarty dan Moran yang menyolok mata, dan menunjuk dengan tegas pada lukisan kecil Phillimore. "Itu mereka!" katanya penuh kemenangan. " Itu mereka berduaI" Untuk sekali ini, Sherlock Holmes tampak bingung... tapi ia cukup cepat mengembalikan ketenangannya untuk menarik buku catatan itu sedetik sebelum anak melarat berwajah bintik-bintik itu mencoba menjambret lembar uang di dalamnya. "Mereka berdua, katamu?" tanya Holmes. Bocah penjaja koran itu mengangguk. "Kau mendengarku, bos. Laki-laki dengan payung itu: setelah ia merusakkan kamera, aku melihatnya berjalan ke dalam bangunan di sana itu." Bocah itu menganggukkan kepala ke arah kantor-kantor Cosmopolitan. "Juru kamera itu pergi, dan aku tetap menjajakan koran-koranku, lihat? Kemudian, mungkin setengah jam kemudian, laki-laki berpayung itu keluar lagi. Hanya saja kali ini mereka berdua." Holmes dan aku bertukar pandang. "Mungkinkah ada dua James Phillimore?" aku bertanya keras-keras. "Ada, karena aku melihat mereka," jawab bocah penjaja koran itu. "Mereka seperti kembar... dan ada yang berbeda pada mereka berdua." Bocah itu mengetukkan tangannya pada buku catatan, meninggalkan sidik jari bernoda tinta di atas lukisan James Phillimore. "Baju yang sama, topi yang sama, kumis yang sama, semuanya. Satu-satunya perbedaan adalah, salah satu kembaran membawa payung dan yang satunya tidak." Saat ia berbicara, jari-jari bocah itu bergerak menuju lembaran uang yang tercecer itu, tapi Holmes menjaga uang itu di luar jangkauan. "Dan apakah kau melihat ke mana ia... mereka pergi, anak muda?" tanya Holmes. Mata bocah itu berkilau tamak. "Berapa harganya bagi Anda?" tanyanya. "Lima dolar," kata Holmes. "Tapi aku ingin kebenaran, tolong!" Ia mengacungkan sketsa James Phillimore lagi. "Kemana pria ini pergi?" "Ada dua orang, aku sudah beri tahu Anda... jadi Anda seharusnya membayar dobel," kata bocah penjaja koran itu. Holmes menghela nafas, dan menekankan dua lembar lima dolar ke tangan berhasrat bocah itu. "Nah, sekarang!" "Aku melihat mereka masuk kereta kuda," lapor bocah itu. "Tepat sebelum pintu menutup, aku mendengar salah satu kembaran itu-yang tanpa payung-memberi tahu pengemudi untuk membawa mereka berdua ke Madison Square." Dengan demikian terjadi, lima menit kemudian, Sherlock Holmes dan aku berada di kereta kuda lain bergegas menuju Madison Square: suatu tempat yang tak kami kenal, tapi pengemudi kereta meyakinkan kami bahwa ia mengenalnya dengan baik. "Sungguh mati, Watson," kata Holmes, saat kereta kami menuju selatan di jalan Broadway, "tapi misteri ini semakin lama semakin aneh. Tiga puluh satu tahun yang lalu, James Phillimore melangkah melewati sebuah ambang pintu dan berhenti ada di dunia. Pagi ini ia kembali dari kehampaan: tak lebih tua sehari pun, dan tak lebih buruk karena absennya. Dan sekarang tampaknya ia menjadi kembar identik." "Apakah kau menganggap bocah penjaja koran itu mengatakan yang sejujurnya, Holmes?" aku mempertimbangkan. "Ia bisa saja berbohong pada kita, hanya untuk mendapat hadiahnya." "Kurasa tidak, Watson." Sekali lagi Holmes mengeluarkan buku catatannya, menampakkan potret ukuran kecil James Phillimore di kedua sisinya diapit oleh dua gambar besar Moriarty dan Moran. "Seorang pembohong yang berpura-pura menjadi saksi mata akan mengklaim mengenali gambar pertama yang ia lihat. Bocah koran kita melewati kedua yang terbesar dan potret paling jelas dalam galeri penjahat dadakanku-ia tidak mengenali mereka, Watson-dan ia meraih lukisan yang lebih kecil yang memang ia kenali: buruan kita James Phillimore... yang sekarang tampaknya telah meminjam ketrampilan amoeba dan membelah dirinya menjadi kembar identik." Lalu lintas ke selatan Broadway lebih menyenangkan daripada arus balik ke utara, dan kami segera membelok ke timur dan tiba di perempatan Madison Avenue dan East Twenty-Seventh Street. Di sana, sebuah alun-alun hijau lahan parkir menunggu kami yang, pasti, adalah Madison Square. Aku membayar pengemudinya, dan segera setelah aku turun dari trotoar tangan Sherlock Holmes berada di bahuku: "Watson! Lihat!" Aku berpaling, dan melihat... dan berpikir aku pasti melihat segala sesuatu ganda. Di ujung jauh taman berdiri dua pria identik. Keduanya berpakaian setelan bergaris, dalam potongan yang ketinggalan jaman. Keduanya berkumis dan bercambang dundreary. Mereka berdua adalah James Phillimore. Dalam gerakan cepat anggota tubuhnya yang lentur, Sherlock Holmes menyeberangi lapangan segi empat itu. Karena luka Jezail-ku, aku tak bisa mengejarnya. Karena itu aku masih beberapa yard dari buruan kami ketika Holmes mendekati mereka dan bertanya: "Apakah saya mendapat kehormatan berbicara dengan Mr. James Phillimore dan Mr. James Phillimore?" Kedua pria itu tertawa serempak. "Anda mendapat kehormatan itu, sir," kata salah satunya, dengan logat Inggris. "Memang Anda mendapat kehormatan," kata kembarannya, dalam aksen Amerika. Sekarang aku tiba dengan terengah-engah untuk bergabung dengan mereka, dan aku membuat penemuan aneh. Kedua James Phillimore itu tidak identik. Salah satu dari mereka-yang orang Inggris -berumur awal tiga puluhan: tentunya, orang yang sama yang gambarnya kami saksikan dalam Vitascope. Tapi yang orang Amerika berumur enam puluhan. Ia juga, aku melihatnya sekarang, sekitar tiga inci lebih pendek dari rekan Inggrisnya, dan badannya sedikit lebih padat. Mata orang Amerika itu biru muda, sementara mata orang Inggris itu punya iris berwarna pucat aneh yang hanya bisa kudeskripsikan sebagai warna tanduk. Wajahnya panjang dan berahang seperti lentera, sementara wajah si Amerika lebih dekat ke bentuk kotak. Kemiripan kuat kedua pria itu karena fakta bahwa mereka berdandan dalam pakaian yang sama, dan wajah mereka mempunyai cambang identik dan kumis sama yang berwarna berangan. Mengingat kata-kata Holmes, aku melirik sepatu kedua pria itu. Sepatu mereka tidak sama, begitu pula tali sepatunya. Lubang tali sepatu pria yang lebih tua ditalikan saling silang, dalam apa yang kuketahui sebagai gaya Amerika. Sepatu pria yang lebih muda diikat langsung menyeberangi kura-kura kaki, dalam model Inggris yang kukenal baik. "Sekalian melepaskan semua ini, bagaimana menurutmu?" tanya si orang Inggris. Ia meraih ke wajahnya, dan melepas kumisnya sendiri... Meninggalkan hanya beberapa lembar rambut tipis yang tertinggal masih tertempel di tempat dengan permen karet. Si Amerika tertawa. "Ya, aku mulai merasa panas memakai ini semua." Ia menjambret lepas set cambangnya. Kumisnya tetap di tempat, dan itu tampaknya barang asli. Tapi sekarang, dalam sinar matahari terang Madison Square, aku memperhatikan sebuah noda samar warna berangan di sepanjang tepian kerahnya: warna alami rambut si Amerika itu putih, dan ia telah menyemirnya menjadi coklat untuk menyesuaikan dengan warna rambut teman Inggrisnya. Namun demikian, bahkan tanpa samaran mereka, ada semacam kualitas hubungan saudara dalam kedua orang James Phillimore itu, raut kecerdikan yang tajam dalam wajah kedua pria itu... yang menunjukkan bahwa-meskipun mereka berbeda-kedua pria ini memang bisa menjadi kembar indentik dalam pikiran." Sudut barat daya alun-alun Madison Square terpotong, menciptakan ruang di mana sebaris bangku-bangku taman terkucil dari lalu lintas pengasuh-pengasuh bayi dan kereta bayi. Temanku memberi isyarat pada kami bertiga agar bergabung dengannya di sana. "Saya Sherlock Holmes, dan ini rekan kerja saya Dr. Watson," ia memperkenalkan pada kedua orang kembar palsu itu. "Mohon berbaik hati menunjukkan nama asli Anda berdua, dan alasan lelucon khusus ini." Si Amerika membungkukkan badan sebelum duduk. "Sebaiknya menceritakan semuanya, karena tak merugikan. Nama saya Ambrose Bierce, dan saya koresponden Amerika untuk Cosmopolitan Mr. Hearst. Mungkin Anda sudah membaca kolom saya 'Pertunjukkan yang Lewat'?" "Belum." Holmes memindahkan perhatiannya pada pria yang lebih muda. "Dan Anda, sir?" Pria Inggris berahang seperti lentera itu tersenyum. "Nama saya Aleister Crowley." "Ambrose dan Aleister." Holmes mendengus. "Dua nama tak biasa, dengan inisial sama. Apa hubungan antara Anda berdua, tolong?" Kedua pelaku kejahatan itu bertukar pandang dengan lirikan berwajah malu. "Kita sebaiknya menceritakannya," kata si Amerika pada pengikutnya, dengan sebuah seringai. "Lelucon ini terlalu bagus untuk kita simpan sendiri." "Baiklah," kata pria Inggris berwajah panjang itu. Ia berpaling untuk menghadapi Sherlock Holmes, dan mulai menjelaskan: "Nama kelahiran saya adalah Edward Crowley, Junior. " "Diberi nama sesuai nama ayah Anda," aku bergumam, tapi Crowley melemparkan lirikan dengan teguran paling menggetarkan ke arahku segera setelah aku mengatakan ini. "Dinamakan sesuai suami ibu saya," ia membetulkanku. "Pada waktu kelahiran saya, ibu saya, Emily Bishop Crowley, tinggal di Clarendon Square 30, di Leamington, Warwickshire. Saya lahir di sana pada tanggal 12 Oktober 1875." "Segera setelah hilangnya James Phillimore," kata Sherlock Holmes, mengangguk dengan bijaksana. "Ayo, apa lagi?" "Mengenai kelahiran saya," kata Ambrose Bierce, "malapetaka itu terjadi di Ohio tahun 1842. Sembilan bersaudara mendahuluiku. Untuk suatu alasan, terasa menyenangkan bagi ayah saya untuk memberi nama semua anaknya dengan nama yang berinisial huruf 'A'. Dramatis personae kami, dalam urutan kelahiran, adalah sebagai berikut: Abigail, Amelia, Ann, Addison, Aurelius, Augustus, Almeda, Andrew, Albert. . . dan Ambrose." "Lalu, apa hubungannya hal ini dengan James Phillimore?" tanya Holmes. "Aku baru hendak sampai ke sana," kata Ambrose Bierce. "Di usiaku yang ketiga puluh, dengan ditemani istriku yang tercinta, aku pindah ke Inggris dan menjadi penulis untuk majalah Fun dan The Lantern milik Tom Hood. Istriku dan aku pertama-tama tinggal di London, tapi selama musim semi 1874 kami berumah tangga di South Parade Nomor 20, di... " "...di Leamington, Warwickshire," Holmes menyelesaikan untuknya. "Watson, aku mengingat topografi umum Leamington Spa dari peristirahatanku di sana di tahun 1875. Clarendon Square dan South Parade hanya satu mil jauhnya. Tepat di antara keduanya adalah Tavistock Street... dan rumah tempat James Phillimore mempertunjukkan lenyapnya dirinya. Yang memang merupakan pertunjukan... bukan, Mr. Bierce?" Ambrose Bierce mengangguk sedih. "Aku takkan mengatakan apa pun tentang karakter Mrs. Crowley, kecuali untuk mengamati bahwa-seperti diriku sendiri-ia terperangkap dalam pernikahan tanpa cinta. Cukuplah dikatakan bahwa ia dan saya... saling menghibur satu sama lain selama musim semi dan musim panas tahun 1875." Aku mulai melihat ke mana hal ini mengarah. Ada kemiripan fisik antara Bierce dan Crowley yang melebihi kostum identik mereka. Dan bila Ambrose Bierce mengenai Emily Crowley sekitar delapan atau sepuluh bulan sebelum kelahiran putranya Aleister, maka memungkinkan bila... "Rumah di Tavistock Street, Bierce," kata Sherlock Holmes tak sabar. "Apakah ini tempat terjadinya perselingkuhanmu?" Bierce mengangguk sekali lagi. "Kusewa lewat agen perumahan. Tentu saja suatu identitas palsu sebaiknya dipakai... " "Dan dengan demikian Anda mengambil nama James Phillimore?" "Begitulah," kata Bierce. "Edward Crowley adalah seorang pria kaku yang menganggap semua bentuk hiburan sangat tak bermoral. Ia menghindari restoran, teater, dan gedung musik... dan melarang istrinya mengunjungi tempat-tempat seperti itu. Istriku sendiri Mollie mempunyai sikap sama. Di sisi lain, Mr. James Phillimore dan teman wanitanya-apakah saya cukup jelas, sir?-sangat sering mengunjungi tempat-tempat hura-hura di Leamington. Pada suatu saat selama periode ini Emily Crowley mendapati dirinya hamil." Bierce berhenti sesaat, kemudian melanjutkan: "Di bulan Mei tahun 1875, istriku pergi ke California... membawa kedua putra bayiku dengannya. Tom Hood-sponsor literaturku di Inggris- telah meninggal dua bulan sebelumnya. Pada akhir bulan Agustus, kondisi kandungan Mrs. Crowley mendekati klimaksnya, dan-karena ia tak punya niat meninggalkan suaminya-aku merasa akan bijaksana bila saya kembali ke Amerika." Kali ini giliranku menjadi penanya: "Tapi bagaimana dengan hilangnya Mr. Phillimore yang aneh?" aku bertanya. "Tanda-tanda pusaran aneh itu... " Ambrose Bierce menengadahkan kepalanya dan tertawa. "Minat saya sudah selalu terbangkitkan oleh ide bahwa mungkin ada lubang-lubang di alam semesta-vacua, bila Anda lebih senang-yang mampu menelan manusia utuh, sehingga ia menghilang tanpa jejak. Aku sudah menuliskan beberapa cerita tentang subyek itu. Aku sudah memutuskan bahwa-ketika waktuku tiba untuk keluar-aku akan menghilang ke salah satu lubang-lubang di alam semesta, dan tak meninggalkan sisa-sisa manusia. Jadi ketika tiba waktunya untukku untuk meninggalkan rumah Tavistock-dan identitas Phillimoreku-aku membayangkan bahwa akan menyenangkan mementaskan kelenyapan seperti itu. Dan kemudian mengawasi hasilnya dari kejauhan, dalam keamanan jati diriku sendiri." Sherlock Holmes memindahkan sikap duduknya di atas bangku. "Sekarang aku mengerti satu detail yang telah membingungkanku selama tiga puluh tahun ini," ia mengangguk. "Cuaca di Warwickshire terang selama dua minggu sebelum Phillimore menghilang, tanpa hujan sama sekali. Namun entah bagaimana Phillimore membawa jejak lumpur ke rumahnya sendiri, walaupun ia hanya keluar sebentar. Bila aku tidak begitu tak terlatih dalam seni detektif pada hari-hari awal itu, aku akan memperhatikan bahwa jejak berlumpur dalam rumah tak ada sumber yang berhubungan dengan selokan di luar. Sekarang aku mengerti: jejak kaki berlumpur dalam kamar antara itu disiapkan sebelumnya, dibentuk dari tanah liat" Dengan tersenyum, Ambrose Bierce mengakui hasil karyanya. "Cemerlang, bukan? Segala macam detail itu-jejak kaki mengarah pada ketiadaan, papan lantai yang gosong, payung yang terpotong, bahkan dua saksi tak bercela yang dibawa ke tempat kejadian dengan suatu alasan-semua detail itu adalah bagian rencanaku, sir." "Namun begitu Anda lenyap ke udara kosong..." aku mulai. "Sama sekali tidak, sir. Itu sederhana sekali. Ketika aku keluar dari pintu depan untuk menyambut tamuku dari bank, serambi sudah dihiasi dengan bekas-bekas penculikanku. Aku kembali melewati pintu depan sebagai James Phillimore, menyempatkan sebentar untuk berteriak minta tolong sementara aku mengenakan baju pelapis tukang sepatu dan menarik lepas kumisku... dan kemudian aku menyelinap keluar lewat belakang, seperti pedagang terhormat mana pun." Alesteir Crowley tergelak. "Karena James Phillimore terdengar berteriak minta tolong, para saksi berasumsi bahwa ia menghilang dengan terpaksa. Tak pernah terpikir oleh siapa pun bahwa ia melakukan omong kosong dengan sukarela." Sherlock Holmes bangkit dari bangku taman dan-dengan sangat khidmat-membungkuk ke arah Ambrose Bierce, kemudian duduk kembali. "Ayo sekarang, sir!" kata temanku pada Bierce. "Saya mengaku Anda mengakali saya. Sedangkan tentang sisa kisah itu, bila Anda berkenan: mengapa, setelah bertahun-tahun, James Phillimore tiba-tiba muncul kembali?" Kali ini gilirian Bierce yang tergelak. "Walaupun saya meninggalkan Inggris segera setelah kelahiran satu-satunya anak Emily Crowley, saya secara diam-diam berkorenspondensi dengannya. Ia tetap memberiku kabar tentang perkembangan putranya. Di tahun 1897-setelah kematian Edward Crowley, Senior-saya mengambil kebebasan untuk menulis pada ahli warisnya, dan mengungkapkan peranku dalam masa lalunya. Aku juga menyebutkan tradisi keluargaku tentang nama dengan yang dimulai dengan huruf A." Crowley mengangguk. "Itulah tahun ketika saya mengubah nama depan saya menjadi Aleister." "Kami menjaga korespondensi kami sejak itu," Bierce mengungkapkan. "Sementara itu, tugas saya sebagai jurnalis mengharuskan saya berkelana di seluruh Amerika Serikat tanpa pernah kembali ke Eropa. Crowley muda ini sudah berkelana hingga Rusia dan Tibet, tapi hingga sekarang tak pernah mengunjungi Amerika. Istri saya meninggal bulan April tahun lalu, dan kedua putra saya darinya telah meninggal lima tahun terakhir ini: salah satu karena bunuh diri. Karena itu saya sendirian, yang berarti saya kekurangan teman. Saat ini saya tinggal di Washington, tapi saya sering melakukan perjalanan ke Kota New York untuk mengunjungi majikan saya Mr. Hearst. Ketika Alesteir Crowley menulis pada saya beberapa bulan lalu dari rumahnya di Skotlandia, memberi tahu pada saya niatnya untuk mengunjungi New York, saya memutuskan bahwa kami akhirnya harus bertemu." "Tapi mengapa menghidupkan James Phillimore kembali?" tanya Sherlock Holmes. "Itu bagian dari lelucon," jawab Aleister Crowley, meletakkan tangannya di atas bahu Bierce dengan sayang. "Saya selalu punya citarasa lelucon aneh. Suami ibu saya sepenuhnya menghindari humor, namun akal Ambrose Bierce amat mirip dengan saya: saya ingin percaya saya mewarisi ini darinya. Beberapa tahun lalu, Ayah Ambrose-sebutan saya untuknya-mengirimkan sebuah foto kabinet dirinya dalam samaran James Phillimorenya pada saya, dengan surat yang menceritakan lelucon itu dalam setiap detail nikmatnya. Ketika saya setuju mengunjungi Mr. Bierce di kantor Cosmopolitan, saya memutuskan untuk menyenangkan diri saya dengan mengunjunginya dalam samaran sebagai James Phillimore. Saya menyuruh orang membuat kostum itu di London sebelum keberangkatan saya." "Jelas citarasa humor saya sendiri dan Aleister Crowley berada pada jalur yang sama," kata Ambrose Bierce. "Karena kami berdua menelurkan gagasan sendiri-sendiri, dan saya juga memutuskan untuk menghidupkan James Phillimore untuk pertemuan kami. Saya masih memiliki setelan itu siap dalam bola kamper, jadi saya mengeluarkannya sedikit dan membeli beberapa kumis panggung untuk menyamai kumis yang saya pakai tiga puluh tahun lalu. Katakanlah, semua orang di kantor Hearst tertawa terbahak-bahak hampir mati ketika saya berjalan masuk ke sana berpakaian seperti Pangeran Albert. Kemudian, ketika Aleister mud; datang berjalan mondar-mandir ke sini ke dalam ruangan dengan pakaian yang sama... " "Saya bisa membayangkan kegembiraannya," kata Sherlock Holmes, tanpa tersenyum. Ia bangkit lagi dari bangku, memberi isyarat padaku untuk bergabung dengannya sementara ia melangkah menuju barisan kereta kuda di ujung selatan Madison Square. "Watson, ayo! Kita masih punya waktu untuk melihat Maude Adams mengadakan pertunjukkannya di Empire." Sambil memutar tubuh, temanku mengangkat topinya ke pasangan Phillimore. "Adieu, tuan-tuan," kata Sherlock Holmes. "Saya usulkan tindakan menghilang terakhir James Phillimore adalah pertunjukkan terakhirnya. Karena Dokter Watson dan saya sedang dalam perjalanan ke San Fransisco-tempat daftar kematian akhir-akhir ini sangat banyak-saya bisa dengan mudah mengatur agar nama James Phillimore disisipkan di antara barisan orang-orang mati. Mari kita biarkan ia begitu. Selamat tinggal." 4. Dua Petualangan April Mop Cuaca dingin dan berkabut itu tampak tak habis-habisnya beberapa hari terakhir ini dan aku merasa, setelah hari yang berat di tempat praktekku, aku ingin beristirahat di kursiku yang paling nyaman dan meneruskan membaca beberapa bacaan yang kutinggalkan. Aku telah menyalakan api besar untuk mengusir udara dingin dalam ruangan dan sedang melihat sekilas beberapa buku di perpustakaanku untuk melihat buku mana yang menarik perhatianku. Saat itulah aku memperhatikan kotak berkasku terselip di rak atas rak bukuku. Kotak itu belum dibuka selama bertahun-tahun. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri bahwa aku sekali lagi akan mulai menulis tentang sekian banyak petualangan-petualangan yang kusaksikan dengan temanku tersayang, Sherlock Holmes. Tentu saja, aku menyadari, inilah yang benar-benar ingin kulakukan. Bukan membaca, tapi menulis. Aku cepat-cepat menurunkan kotak itu, menghapus debunya, dan duduk dengan nyaman di kursi favoritku dan mulai membolak-balik bertumpuk-tumpuk catatan yang kutulis selama bertahun-tahun. Setelah beberapa lama aku mendapati cerita tak terselesaikan tentang salah satu kasus Holmes paling awal. Aku mulai membaca, dan seluruh kasus kembali tampak jelas dalam ingatanku. Cepat-cepat aku cembali ke mejaku, mengeluarkan kertas, pena dan mulai menulis. Cerita ini adalah sebuah kasus luar biasa yang sebetulnya bermula dari kejahilan. Kasus yang kubicarakan ini terjadi hanya beberapa waktu setelah Sherlock Holmes dan aku pertama kali berjumpa dan menyewa tempat tinggal bersama di Baker Street 221 B. Holmes waktu itu amat misterius buatku. Aku berbagi tempat tinggal dengannya selama sebulan sebelum aku yakin pada profesinya, pengetahuan yang kupelajari, dengar kagum dan terheran-heran, ketika petualangan pertama kami A STUDY IN SCARLET terjadi. Dan bahkan setelah petualangan itu aku kadang-kadang ingin tahu aku terlihat dalam hal apa karena berbagi tempat tinggal dengan teman yang begitu aneh. Dalam salah satu perasaan ragu-ragu dan bingung inilah ceritaku mulai. Suatu malam di bulan Maret aku mendapati diriku berada di sekitar Piccadilly Circus. Waktu itu udara dingin, dan hujan rintik-rintik yang terus-menerus menurunkan semangatku. Aku merasa segelas anggur dan suara musik dapat memperbaiki ruasana hatiku. Dan karena itu, aku masuk restoran Criterion. Waktu aku duduk dengan segelas anggur langka di sikuku, orkestra memainkan waltz Strauss yang mendayu-dayu, aku menjadi santai, merasa menjadi diriku yang sebenarnya lagi. Tiba-tiba, aku merasa bahuku ditepuk, aku menoleh dan, yang membuat aku terkejut, Stamford muda sedang berdiri di depanku, pria muda yang pertama-tama mengenalkanku pada Sherlock Holmes. "Watson, atau seharusnya aku bilang, Dr. Watson! Bagaimana kabarmu, sobat?" "Yah, halo, Stamford. Heran kita bertemu di sini lagi. Ayo duduklah." "Trims. Aku senang kau tidak mendendam padaku." "Kenapa aku harus begitu?" tanyaku heran. "Karena mengenalkanmu dengan Sherlock Holmes. Aku sudah berpikir-pikir lagi sejak itu. Kupikir ia gila." "Tidak," kataku tertawa, "ia mungkin eksentrik... sebetulnya aku akui ia memang eksentrik, tapi ia orang yang luar biasa menarik. Ia akan membangun nama besar sebagai detektif pribadi suatu hari nanti. Kau lihat saja, Stamford." "Dulu kubaca sesuatu tentangnya di koran." "Ya," tambahku, "kukira itu urusan Lauriston Gardens. Ia pria yang cemerlang, Stamford, amat cemerlang, kuberi tahu kau. Walaupun harus kuakui kadang-kadang ia susah dibuat senang. Ia bekerja seperti kesetanan, sebagai hukumnya, tapi kadang-kadang suatu reaksi muncul dan berlangsung selama berhari-hari, ia akan berbaring di sofa kami hampir tanpa mengucapkan sepatah kata atau menggerakkan satu otot pun dari pagi hingga malam. Saat itu cukup menegangkan saraf, menurutku." "Kurasa ia menganggap dirinya terlalu serius," renung Stamford. "Mungkin kau benar." Secercah senyum tiba-tiba muncul di wajah Stamford, saat ia mencondongkan badan ke arahku. "Maukah kau menggabungkan diri denganku dalam komplotan kecil?" "Sebuah komplotan? Melawan Holmes?" "Yah, ini cuma omong kosong, tahu. Kami pikir ini akan agak menyenangkan!" "Kami?" kataku ingin tahu. "Murphy dan aku. Kami baru saja membicarakannya. Begini, biarkan aku memanggilnya." Stamford berbalik dan melambai pada seorang pria muda yang duduk di meja di dekat kami. "Aku pernah melihatnya sebelum ini, betul kan?" "Kurasa kau pasti pernah melihatnya, Watson. Ia biasanya berada di sekitar rumah sakit, dan kapan pun kau pergi ke British Museum, kau akan mendapatinya di sana. Pria yang baik, tapi membosankan, jelas membosankan." "Ya, Stamford?" kata pria muda itu saat ia maju. "Ini temanku, Dr. John H. Watson. Ini James Murphy." "Senang bertemu dengan Anda. Saya pernah melihat Anda di rumah sakit." "Dan saya tahu saya pernah melihat Anda, Dr. Watson." Stamford memberi tanda agar Murphy duduk. Begitu kami sudah duduk nyaman, kupesankan anggur untuk mereka, dan percakapan dimulai. "Aku baru memberi tahu Watson tentang komplotan kecil kita," kata Stamford dengan riang. "Sekarang lihat," kataku sedikit tak senang. "Aku ingin kalian menyadari bahwa Holmes adalah teman akrabku!" "Jangan khawatir, Watson," kata Murphy, "Ini semua lelucon. Tidakkah kau sadari tanggal berapa besok?" "Tanggal satu April, betul kan?" "Ya, hari April Mop!" "Oh, sekarang aku mengerti," kataku, amat lega, "kau berencana memainkan lelucon April Mop pada Holmes!" "Ya, itu rencana kami!" "Yah, itu hampir-hampir bukan rencana kita, Stamford. Itu sebetulnya ide Lady Ann Partington. Begini, Dr. Watson, Holmes berlaku sangat kasar pada Lady Partington saat ia di rumah sakit baru-baru ini, dan ia ingin... yah, kau tahu, mengerjainya." "Kedengarannya cukup polos. Aku harus mengakui Holmes cenderung agak sombong kadang-kadang," renungku. "Apa tepatnya rencana kalian?" "Kami akan membutuhkan bantuanmu, Watson. Kau harus hati-hati agar tidak membocorkan lelucon ini," kata Murphy. "Aku bertaruh lima pound, jika Holmes akan menelan seluruh cerita ini," Stamford tertawa, "kail, benang pancing dan pemberat." Murphy, dengan suasana konspirasi, menarik kami lebih dekat. Ia menceritakan rencana yang sangat lucu untuk mengerjai Holmes berdasarkan kepercayaan dirinya sendiri. Ini ide yang mengagumkan dan aku segera setuju melakukan bagianku untuk mengerjai temanku. Keesokan paginya, Lady Ann Partington mengunjungi temanku Sherlock Holmes. Mrs. Hudson mengantarnya masuk dan Holmes cepat-cepat berdiri menyambutnya. "Lady Ann, saya merasa tersanjung Anda mengunjungi saya dalam kapasitas profesional saya." "Tentunya, tuanku yang baik, Anda tidak mengira kunjungan ini kunjungan sosial. Anda amat terlalu kasar pada saya di rumah sakit beberapa saat lalu untuk mendapatkan kunjungan sosial." "Itulah hal yang ingin saya tunjukkan," kata Holmes dengan senyum terpaksa. "Silakan duduk, silakan." "Di sini," tambahku, "tolong pakai kursi ini, Lady Ann. Kursi ini yang paling nyaman di ruangan." "Terima kasih, Dr. Watson," jawabnya, lalu duduk. "Dan sekarang, apa yang bisa saya bantu?" tanya Holmes. "Anda pernah mendengar Zamrud Elfenstone?" "Oh, ya, tentu saja," kata Holmes, "sebuah batu yang bagus sekali yang bernilai tinggi. Benda warisan dalam keluarga Anda, bukan?" "Itu betul, Mr. Holmes. Saya menyimpan batu itu dalam lemari besi dinding di kamar tidur saya. Namun, pagi ini, ketika saya sempat melihat leman besi itu, saya mendapati bahwa zamrud itu sudah dicuri!" "Dicuri? Ya Tuhan, sungguh urusan yang mengejutkan. Tentu saja, Anda ingin Mr. Holmes menemukannya untuk Anda?" "Sungguh kesimpulan yang mengagumkan, dokter yang baik," kata Holmes tak sabar. "Sekarang. Lady Ann, saat Anda membuka lemari besi itu apakah Anda melihat tanda-tanda bahwa lemari itu pernah dibongkar?" "Mr. Holmes, saya rasa agak bodoh bila kita duduk dan menjawab pertanyaan di sini di Baker Street. Kenapa Anda tidak datang ke rumah saya di Cavendish Square dan meneliti lemari besi itu sendiri? Anda detektif, bukan?" "Lady Ann," kata Holmes sangat tidak senang, "Anda baru saja menuduh bahwa saya kasar. Saya yakinkan Anda paling tidak kekasaran saya tak disengaja." "Oh, ayolah, ayolah, Holmes. Jangan begitu sensitif," kataku cepat-cepat dalam usaha mencegah mereka naik darah. "Saya bisa menjanjikan bayaran yang cukup besar, Mr. Holmes." Selama sesaat wajah Holmes menjadi keras saat ia memandang Lady Ann. "Saya orang yang masih berjuang dalam profesi baru, begitu? Kemiskinan saya, tapi bukan kemauan saya, menyetujui." "Saya bayar kemiskinan Anda," balas Lady Ann, "dan bukan kemauan Anda. Anda lihat, Mr. Holmes, saya juga dapat mengutip Shakespeare. Kereta saya sudah menunggu, tuan-tuan. Mari kita berkendara ke Cavendish Square saat ini juga, oke?" Holmes membungkuk sopan pada Lady Ann, dan memberi tanda padaku untuk mengambil topi dan jaket kami. Dalam waktu singkat kami berkendara melalui jalan-jalan London dalam kereta roda empat, dan sejenak kemudian berhenti di pintu Lady Ann. Ia mengantar kami masuk ke ruang duduk yang paling menarik, dipenuhi tirai-tirai berat, keramik terbaik dan salah satu piano paling banyak hiasannya yang pernah kulihat. Lady Ann mendekati salah satu dinding, mendorong sebuah potret besar ke samping, menampakkan sebuah lemari besi. "Inilah lemari besi dindingnya, Mr. Holmes." "Hmmm," kata temanku saat ia menelitinya, "bukan lemari besi yang sulit dibuka oleh seorang ahli. Anda meletakkan zamrud itu di dalamnya, betul begitu?" "Ya, ketika saya pergi tidur. Dan pagi ini zamrud itu sudah hilang." "Tentunya Holmes," aku angkat bicara, "ini saat yang baik untuk menggunakan kaca pembesar yang selalu kau bawa-bawa." "Saat yang tepat, dokterku yang baik. Itulah kenapa aku membawanya." Holmes mengeluarkan kaca pembesarnya dan mulai memeriksa lemari besi itu dengan sangat teliti. Aku harus menahan tawa kecil saat Lady Ann tersenyum padaku. Kami berdua tahu bahwa temanku Sherlock Holmes tidak tahu; petunjuk yang akan diperolehnya adalah sebagian dan merupakan paket tipuan April Mop kami untuknya. "Yah, ini sangat menarik." "Apa itu, Mr. Holmes?" "Lemari besi ini dibuka oleh seorang ahli. Tak ada tanda bahwa lemari ini dibuka paksa. Hei, apa ini? Watson, lihatlah, ada noda aneh di kenop besinya. Kenop ini jelas dipegang oleh seseorang yang jari-jarinya biasa dinodai oleh bahan kimia." "Apakah kau pasti, Holmes?" "Ini cukup gampang, Watson. Lady Ann, tolong beri tahu saya ke mana pintu-pintu itu mengarah," katanya, melambai ke pintu ganda berukuran besar di ujung ruangan. "Kamar tidur saya." "Saya ingin menelitinya bila diizinkan." "Tentu saja." Ia melangkah ke pintu itu, tak pernah sekalipun kehilangan kesempatan meneliti segala sesuatu yang dapat ia lihat. Amat mengagumkan melihatnya saat ia berhenti, melihat sekilas pada sesuatu melalui kaca pembesarnya, atau menyentuh sesuatu kemudian menggosokkan jari-jarinya ke benda itu untuk mendapatkan tekstur atau rasa benda itu. Dengan cepat ia sudah berada di ruang yang satu lagi dan berada cukup jauh dari Lady Ann dan aku. Saat itulah Lady Ann menoleh padaku dengan gembira. "Dr. Watson," bisiknya senang, "ini adalah tipuan April Mop yang paling indah yang pernah saya mainkan." "Menurut saya, Murphy benar. Ia menelan semuanya, kait, benang pancing, dan pemberatnya. Walaupun begitu, Lady Ann, saya mulai merasa bersalah tentang semua ini. Saya tidak bisa tidak merasa tidak setia." "Omong kosong, dokter, semua ini cuma lelucon. "Apakah Stamford dan Mr. Murphy mendengarkan?" "Ya, mereka berada di sebelah, di ruang tamu saya. Saya yakin telinga mereka tertempel ke lubang kunci." "Saya betul-betul berharap Holmes tidak marah pada saya," kataku, perasaan bersalahku muncul hingga taraf yang tak mengenakkan. Sesaat kemudian Holmes kembali dan berdiri di depan kami. "Tak ada yang menarik di sini. Jendela-jendela tidak dibongkar. Oleh karena itu, kita bisa mengasumsikan, pencuri itu tidak masuk melalui jendela di tingkat atas. Lady Ann, apakah ruangan ini belum tersentuh sama sekali sejak Anda mengetahui kehilangan itu?" "Tidak, Mr. Holmes. Saya beri tahu para pelayan untuk membiarkan ruangan ini tepat seperti adanya sementara saya menjemput Anda." "Hebat!" katanya, melihat sekeliling, tumpukan tebal karpet, heh? Tak ada yang lebih baik! Saya bisa memberitahu Anda ini, Lady Ann: Pencuri itu orang yang tinggi dengan langkah-langkah panjang." "Ayolah, Holmes," kataku membantah, "aku tahu metodemu. Tak ada jejak kaki di karpet yang bisa kau identifikasi, bahkan dengan kaca pembesarmu." "Dokterku yang baik, aku sudah mempelajari banyak kejahatan dan aku belum pernah melihat satu pun yang dilakukan oleh makhluk terbang. Selama seorang kriminal mempunyai dua kaki, selalu ada pemindahan kecil yang dapat dideteksi oleh peneliti yang cermat. Aku yakinkan bahwa tanda-tanda di atas karpet ini mengindikasikan bahwa pencuri itu pria tinggi dengan langkah lebar!" Aku sudah hendak berbicara lagi, tapi Holmes berputar pergi dan mengeluarkan kaca pembesarnya untuk melihat beberapa barang kecil. "Jejak abu tembakau, Watson. Tembakau pipa. Tembakau rajangan kasar yang dijual empat pence per ons." "Sekarang serius Mr. Holmes," tanya Lady Ann, "bagaimana Anda dapat mengidentifikasi tembakau tertentu?" "Ini hobi saya. Malahan, saya bahkan menulis suatu monograf tentang subyek ini. Sekarang, satu kali penelitian lagi pada lemari besi itu. Bila Anda ijinkan lagi, Lady Ann." Saat Holmes melanjutkan penyelidikannya, kuamati Lady Ann mulai memandang Holmes dengan sikap yang lebih hormat. Dalam hal itu, aku juga, karena Holmes, dalam sikapnya yang khas, sedang menelan setiap petunjuk yang kami letakkan dengan hati-hati untuknya! "Hei," katanya keras-keras, "apakah ini setitik debu? Ini resin! Jejak resin yang samar! Lady Ann, saya sarankan Anda menghubungi Scotland Yard, saat ini juga!" "Maksudmu perkara ini sudah terpecahkan, Holmes?" "Maksudku, dokter, bahwa aku dapat memberi gambaran yang cukup lengkap akan pencuri ini padamu, dan bahwa gambaran ini begitu individual sehingga aku takkan terkejut bila cocok dengan lebih dari satu orang di London!" "Ini betul-betul keajaiban Mr. Holmes. Tolong deskripsikan orang itu untuk saya," kata Lady Ann, duduk di atas sofa. "Yah, ia orang yang tinggi. Lebar langkahnya menunjukkan hal itu, dan ia kurus." "Apa yang memungkinkan kau mengetahui hal itu, Holmes?" kataku betul-betul ingin tahu. "Jejak kakinya menghasilkan sedikit lekukan di bulu-bulu karpet. Pencuri kita berhubungan dengan bahan kimia, seperti yang diindikasikan oleh noda di kenop lemari besi itu. Dan jejak resin menunjukkan bahwa ia juga memainkan biola. Ia mengisap tembakau rajangan kasar. Ia punya pengetahuan praktis yang hebat tentang bagaimana membuka kunci kombinasi lemari besi, dan ia jelas berhubungan dekat dengan kelas kriminal." "Bagaimana Anda mengetahui itu, Mr. Holmes?" "Saya ragu ia akan mencuri batu terkenal kecuali ia tahu bagaimana menjualnya; melalui beberapa penadah yang dapat dipercaya, saya yakin itu." "Ya, itu gambaran yang sangat lengkap, Holmes. Saya hampir merasa saya kenal pria itu." "Terima kasih, dokter," kata Holmes. Lady Ann tak bisa menahan lebih lama lagi. Tawanya memenuhi ruangan dengan suaranya yang cemerlang dan riang. "Saya sangat setuju, Mr. Holmes," katanya akhirnya. "Dr. Watson, saya rasa lelucon ini sudah cukup." Holmes pertama-tama memandangku, kemudian Lady Ann, dengan pandangan penuh keheranan. "Lelucon?" tanyanya, "apa maksud Anda?" "Kau benar," Holmes, kataku tertawa. Kau sangat luar biasa dengan kaca pembesar itu. Kau mengatakan hanya ada satu orang seperti itu di London. Apa yang kaulakukan, temanku yang baik, adalah memberi deskripsi sempurna akan DIRIMU SENDIRI!" "April Mop, Mr. Holmes!" kata Lady Ann riang, kemudian berbalik ke pintu ruang tamu. "Dr. Stamford, Mr. Murphy, kalian bisa masuk sekarang!" Stamford dan Murphy masuk ke dalam ruang duduk berteriak APRIL MOP. Kami tertawa dan melontarkan lelucon pada Holmes, yang, menerima keisengan ini dengan lapang dada. Tawa kami dengan cepat mereda dan kami mulai berdiskusi dengan gembira, sebelum Lady Ann menginterupsi kami. "Tuan-tuan, masuklah ke ruang tamu. Mari kita minum segelas anggur untuk Mr. Holmes, yang sudah begitu murah hati memaafkan kita atas permainan kita padanya. Dan juga Dr. Stamford yang memikirkan seluruh masalah ini!" "Kuharap tak ada rasa tak enak, Holmes," kataku, masih merasa bersalah mempermainkannya. "Tidak, tidak, dokter," kata Holmes sambil tertawa, "walaupun ini pengalaman yang cukup memalukan." "Ketika Murphy memberi tahu kami tentang rencana itu, aku tidak tahan untuk tidak ikut serta." Stamford telah menuangkan minuman dan membagikannya pada kami saat kami terus berbicara. "Kau kenal Murphy, bukan, Mr. Holmes?" kata Stamford. "Tidak, kurasa kami tidak pernah bertemu. Senang bertemu Anda, sir." "Senang bertemu Anda, Holmes. Bagaimana menurutmu lelucon yang kami mainkan untuk Anda?" "Itu pengalaman yang cukup bermanfaat. Kurasa kau memberi mereka semua detail untuk membangun gambaran diriku, Watson?" "Ya memang, Holmes. Karena tahu beberapa metodemu, kami mencoba menaruh setiap petunjuk, yang harus kuakui, kautemukan." "Pekerjaan yang rapi, tuan-tuan. Dan secara tak sengaja, ini adalah contoh sempurna bahaya deduksi yang hanya berdasar pada bukti tak langsung. Aku memperoleh manfaat dari pelajaran ini." "Harus kuakui," tambah Stamford, "berharga senilai sebuah zamrud melihat tampangmu, Holmes, ketika kau menyadari apa yang telah kau lakukan." "Omong-omong," kataku, memandang berkeliling, "di mana Lady Ann?" "Aku yakin ia berkata hendak mengambil Zamrud Elfenstone itu. Ia pikir kau mungkin tertarik melihatnya," kata Murphy. "Ia mungkin merasa pandangan akan zamrud itu akan menyelamatkan harga diriku yang terluka," kata Holmes, tawa terdengar dalam suaranya. Sesaat kemudian, Lady Ann kembali, sepucat kertas. Holmes dan aku cepat-cepat membantunya duduk. Ia memandang ke atas dan mencengkeram lengan Holmes. "Mr. Holmes, zamrud itu . . . zamrud itu tidak ada di tempat saya menyembunyikannya! Kali ini benda itu benar-benar dicuri!" Kami semua berdiri di depan Lady Ann, tercengang oleh berita ini. Lelucon April Mop kami telah berbalik, mengerjai kami semua. Aku sedang memandang pada Holmes untuk melihat reaksinya atas berita terbaru tentang zamrud itu, dan hatiku sangat senang melihat perubahaan tiba-tiba dalam dirinya. Aku harus mengakui bahwa aku merasa agak malu atas bagianku dalam lelucon ini, karena aku bisa melihat harga diri Holmes terluka. Tapi sekarang, hanya beberapa menit setelah kami tertawa, dan dengan kejahatan yang jelas di depannya, perubahan dalam diri Holmes amat menakjubkan. Ia tiba-tiba menjadi dinamo, menyala dengan cepat saat berdiri di depan kami, melemparkan pertanyaan pada semua anggota konspirasi ini. "Lady Ann, siapa selain Anda yang tahu tempat persembunyian baru ini?" "Murphy dan saya tahu, Mr. Holmes", kata Stamford. "Ya, setelah kami meninggalkan petunjuk jelas kami di lemari besi," tambah Murphy, "kami pergi dengan Lady Ann dan melihatnya menyembunyikan zamrud itu di laci atas meja riasnya." "Kami pikir tak apa-apa benda itu diletakkan di sana," kata Lady Ann, "Lagi pula, segera setelah lelucon ini selesai, saya akan mengembalikannya ke lemari besi." "Saya pikir rencana paling baik kita, sebelum menanyai para pelayan, adalah agar Anda masing-masing yang terlibat lelucon April Mop ini mau diperiksa." "Holmes," protes Stamford dengan tegas, "tentunya kau tidak mengatakan salah satu dari kami mencuri zamrud itu?" "Tidak, Stamford, tidak. Tapi bila kalian berempat tidak bersalah, ini adalah cara yang sangat baik untuk membuktikan bahwa kalian tidak bersalah!" "Tenang Holmes," kataku, terkejut oleh tuduhan yang dilontarkan, "kau tidak mengatakan bahwa Lady Ann mencuri zamrudnya sendiri, bukan?" "Aku tidak mengatakan apa-apa. Tapi biarkan saya tekankan bahwa mode terbaru untuk... apa yang kita sebut... kalian tahu, perusahaan asuransi, telah menyediakan motif menarik lain untuk hal- hal yang disebut pencurian." "Saya menolak sindiran Anda! Ini keterlaluan!" "Lady Ann," Holmes bersikeras, "bila saya harus menemukan zamrud Anda, saya harus paling tidak mempertimbangkan segala kemungkinan. Suatu penggeledahan adalah tindakan praktis paling cepat, karena itu saya mengusulkan bahwa mungkin Anda bisa masuk ke ruang sebelah sementara saya membujuk tuan-tuan ini untuk membiarkan diri mereka digeledah. Kemudian, dengan segala hormat, saya akan memanggil seseorang, tentu saja yang berjenis kelamin sama dengan Anda, untuk menggeledah Anda!" "Baiklah," balas Lady Ann dengan frustrasi, "tapi saya rasa Anda dalam bahaya mempermalukan diri Anda sekali lagi!" Saat Lady Ann bersiap-siap untuk pergi, Murphy melangkah maju dan mengacungkan tangan, menarik perhatian semua orang pada dirinya. "Tunggu," katanya, "jangan . . . jangan pergi, Lady Ann. Penggeledahan tidak dibutuhkan." "Apa maksudmu, Murphy?" tanyaku. "Saya harus mohon belas kasihan Anda, Lady Ann. Saya mengaku saya mencuri zamrud itu! Setelah Anda meletakkannya di dalam laci, Lady Ann, saya menyelinap kembali ke dalam ruangan dan mengambilnya." Semua orang menatap Murphy. "Itu tindakan kriminal!" aku berseru. "Saya tahu," jawabnya. "Tapi saya miskin. Saya amat membutuhkan uang untuk penelitian matematika saya. Saya tahu zamrud itu bernilai tinggi dan saya tak dapat menahan godaan untuk mengambil keuntungan dari lelucon ini. Ini, Lady Ann, ini batu permata itu. Tolong, saya mohon, jangan menuntut saya. Tolong jangan. Itu akan menghancurkan saya." Saat itulah aku memperhatikan Holmes. Sementara semua perhatian tertuju pada Murphy dan apa yang ia katakan, Holmes perlahan-lahan mengitari kelompok kami dan memposisikan dirinya dengan nyaman di sebelah pria itu. "Bolehkah saya memeriksa zamrudnya?" tanyanya cepat. Tanpa menunggu ijin, ia mengambil batu itu dan mulai memutarnya perlahan-lahan di tangannya. "Yah, Mr. Murphy," kata Lady Ann yang terheran-heran dan marah, "Saya tak akan berpura-pura bahwa saya tidak sangat terkejut. Saya harus meminta Anda meninggalkan rumah saya saat ini juga!" "Tapi Anda tak akan menuntut saya, bukan? Ini hanya godaan sesaat." "Tidak, Mr. Murphy, saya tak akan menuntut Anda." Aku memperhatikan Holmes dengan cermat, dan melihat senyuman tipis muncul di bibirnya. Ia meraih saku rompinya dan mengeluarkan wadah kecil dengan cairan bening di dalamnya. "Holmes," tanyaku, "apa yang kau lakukan dengan zamrud itu?" "Pertanyaan yang tepat, dokter. Yah, karena mengetahui beberapa cara menipu pencuri, aku menerima kasus ini dengan persiapan lengkap untuk mengetes zamrud itu ketika kutemukan. Sekarang, setetes asam dari wadah ini, dan akan kita lihat." Lady Ann bangkit dari kursinya dan mendekati Holmes. "Mr. Holmes, apa yang kaulakukan? Kau akan merusak batu itu." "Tidak, tidak bila ini benar-benar zamrud." Kami semua menatap zamrud itu. Dalam beberapa detik, jawabannya muncul. "Ya Tuhan, asam menggerogoti batu itu seakan-akan benda itu gula!" teriakku. "Jadi itu berarti ..." kata Lady Ann. Holmes berbalik dan menghadapi Murphy, menatap tepat ke matanya. "Itu artinya, Lady Ann, Mr. Murphy baru saja memusnahkan kehormatan dan kebebasannya, untuk mencuri TIRUAN yang indah!" Aku tak bisa memberi tahu Anda betapa terhinanya kami oleh kejadian itu. Holmes melemparkan zamrud tiruan itu ke atas meja, duduk di hadapan kami dan dengan tenang tersenyum pada Murphy. Lady Ann, berada dalam keadaan hampir panik, duduk di sebelah Holmes dan menatapnya dengan pandangan memohon. "Lady Ann, saya harus menanyai pembantu-pembantu Anda secepatnya. Tolong suruh mereka menemui saya, satu demi satu. Pada waktunya nanti, kita akan berkumpul lagi di ruang ini. Selama itu, saya minta Dr. Watson menahan kalian semua di ruang makan hingga saya selesai menanyai para pelayan. Watson, tolong bantu aku." Aku membawa mereka semua ke ruang makan tempat mereka semua duduk. Sementara mereka bercakap-cakap, aku diam-diam memanggil setiap pelayan dan bergantian menyuruh mereka masuk ke ruang duduk untuk ditanyai Holmes. Setelah selesai Holmes membuka pintu dan mengisyaratkan agar Stamford dan Murphy masuk ruang duduk. Sebentar kemudian pintu sekali lagi terbuka dan Holmes meminta Lady Ann memasuki kamar tidurnya, untuk digeledah oleh pengasuh pribadinya. Tidak lama kemudian kami sekali lagi berkumpul di ruang duduk berhadapan dengan Holmes. Ia berdiri di sebelah perapian, tangannya terlipat di belakang punggungnya saat ia memandang kami satu demi satu. Lady Ann maju ke depan, pandangan panik tampak di matanya. "Mr. Holmes, lelucon ini berubah jadi mimpi buruk! Apakah tak ada jalan untuk menemukan zamrud saya?" "Saya harap demikian, Lady Ann. Saya sudah mengambil langkah dalam urutan logis. Para pelayan semuanya sudah ditanyai, dan kita sudah menggeledah Mr. Stamford dan Mr. Murphy." "Ya, pengalaman paling memalukan. Membuat aku merasa seperti penjahat!" kata Stamford jijik. "Yah, secara pribadi saya sangat berterima kasih membiarkan diri saya digeledah kali ini; saya tahu saya tak perlu mengkhawatirkan apa pun," tambah Murphy. , "Anda, Anda sendiri Lady Ann," kataku, "Anda bersedia digeledah oleh pengasuh pribadi yang disuruh Holmes." "Hanya karena ia mengancam hendak memanggil polisi bila saya tidak bersedia. Tapi, walaupun pemeriksaan itu tidak menyenangkan, saya lebih baik menahannya daripada melihat cerita ini dicantumkan di halaman depan surat kabar." "Dan setelah semua cara kerja yang cukup tak bersahabat ini, kita tidak sampai ke mana pun juga untuk menemukan zamrud itu!" kata Stamford yang tak puas. "Tapi paling tidak kita telah membuang kemungkinan bahwa pencuri itu menyembunyikan permata ini di badannya." "Jadi kau masih berpikir benda itu berada di suatu tempat di kedua ruang ini, Holmes?" tanyaku. "Kurasa begitu, walaupun masih ada satu kemungkinan lagi." "Dan apakah itu?" tanya Murphy. "Permata asli diganti dengan tiruannya beberapa saat sebelum kalian semua menyusun lelucon April Mop kalian." "Oh tidak, Mr. Holmes, itu tidak mungkin. Saya tahu zamrud itu asli waktu saya keluarkan pagi ini." "Bagaimana Anda bisa yakin? Permata palsu itu tiruan yang sempurna. Tanpa tes kimia, seperti yang saya lakukan, keasliannya tak bisa diyakinkan!" "Saya beri tahu Anda kenapa saya yakin," lanjut Lady Ann, "kemarin malam ayah saya datang untuk makan malam dan membawa Mr.Vanderlighter dari Amsterdam. Ia memeriksa batu itu. Dan Anda tentu setuju bahwa ahli permata tak dapat ditipu." "Itu betul, Lady Ann," kata Holmes, "dan apa yang Anda lakukan dengan permata itu setelah Mr. Vanderlighter pergi?" "Saya kunci permata itu dalam lemari besi dan pergi tidur. Saya tidak membuka lemari besi lagi hingga Dr. Stamford dan Mr. Murphy datang pagi ini." "Sudah beres kalau begitu," kataku gembira. "Zamrud yang asli masih tersembunyi di suatu tempat di kedua ruang ini!" "Tapi di mana, itulah pertanyaannya," tambah Stamford. "Saya harus mengakui," kata Murphy bingung, "perkara ini menyesatkan." "Mari kembali ke apa yang sedang kita semua lakukan pada saat Anda masuk ke ruangan, Lady Ann, dan memberi tahu kami akan kehilangan batu." "Wah, kita sedang mengadakan toast, Holmes," kataku. "Temanku yang baik, Watson, itulah dia! Lady Ann, berpikir keras tentang itu, yah, pekerjaan yang membuat haus." "Saya minta maaf Mr. Holmes, saya ambilkan sesuatu. Segelas port, mungkin?" "Tidak terima kasih, tapi saya perhatikan Anda mempunyai kumpulan lengkap minuman keras. Saya ingin tahu apakah saya boleh minta segelas Creme de Menthe?" "Tentu saja, saya ambilkan untuk Anda." "Creme de Menthe di siang bolong, Holmes?" tanyaku, kebingungan. "Aku tahu kau eksentrik Holmes," tambah Stamford, tapi ini lebih dari yang kubayangkan. "Mr. Holmes, botol ini... berdenting saat kuangkat!" Lady Ann berseru. "Saya pikir memang akan berdenting. Tolong ijinkan saya, madam. Terima kasih." Kami mengawasi saat Holmes mulai menuang isi botol. "Saya yakin Anda tidak keberatan bila saya menghambur-hamburkan minuman ini ke Aspidistra. Supaya... " Sesaat kemudian, terdengar suara berdenting dan sesuatu jatuh ke tangan Holmes. Ia mengangkatnya supaya kami dapat melihatnya. "Lady Ann, ijinkan saya mengembalikan Zamrud Elfenstone pada Anda." "Ya Tuhan!" teriakku. Segera saja kami berbicara bersama-sama setelah sadar dari keterkejutan kami. "Cerdik," kata Holmes, memotong kegairahan kami, "tempat persembunyian yang aman di ruangan. Di mana sebuah permata hijau dapat disembunyaikan dengan efektif kalau bukan di botol minuman berwarna hijau?" "Siapa yang mencurinya, siapa yang menukar batu tiruan?" tanyaku, keingintahuan menguasaiku. Lady Ann maju ke depan dan menghadapi kami semua. "Sejujurnya, saya tak perduli. Batu permata ini sudah kembali. Itu saja yang penting. Saya lebih senang tidak mengajukan masalah ini ke pengadilan. Tak seorang pun dari Anda maupun saya, Mr. Sherlock Holmes, akan maju ke depan. Dan ayah saya tak akan menyetujui seluruh urusan ini, saya yakin!" "Terserah Anda, Lady Ann," Holmes menyetujui, menyerah pada keinginannya. "Di sisi lain saya mengharapkan cek Anda untuk jasa saya, pada waktunya!" Walaupun Lady Ann agak terkejut oleh komentar Holmes, ia melangkah pergi. Semua orang membungkuk padanya dan perlahan-lahan, di tengah-tengah percakapan ringan tentang apa yang telah terjadi, kami meninggalkan rumahnya. Aku menghentikan kereta roda empat, dan Holmes, Stamford, Murphy dan aku segera mendapati kami sudah berada di Picadilly Circus. "Kusir, berhenti di sini. Kami akan keluar. Kita di sini lagi di Criterion, Stamford. Tidak maukah kau masuk dan makan siang dengan kami?" "Terima kasih, Watson, tapi aku akan menumpang kereta dan jalan terus. Aku sebetulnya punya seorang pasien siang ini. Pengalaman yang jarang dan menyenangkan bagi seorang dokter muda dan baru berdiri, seperti yang kau tahu." "Apakah jarang dan menyenangkan sama seperti klien bagi detektif muda, Stamford?" Holmes tertawa. "Aku cukup mengerti, dan karena itu aku berterima kasih padamu untuk harapanmu yang berguna." "Aku senang ini semua berguna bagimu, Mr. Holmes. Secara pribadi aku merasa agak bodoh tentang semua ini. Yah, selamat tinggal!" Berdiri di hujan rintik-rintik yang dingin, kami melambaikan salam selamat tinggal saat Stamford pergi. Murphy tampak termenung dan sangat diam. Aku berpaling padanya saat ia berdiri melambaikan selamat tinggal pada temannya. "Kau luar biasa diam, Murphy." "Yah, aku khawatir kesadaranku tidak mengijinkan aku banyak bicara, Dokter. Aku amat malu pada diriku sendiri. Terima kasih untuk tumpangannya. Kutinggalkan kalian di sini." "Omong kosong," Holmes berkeras, "kau harus ikut makan siang dengan kami, dan tak ada tapi! Aku berkeras, ayolah." "Kau benar-benar baik." "Ayo, ayolah Murphy, setiap orang bisa membuat kesalahan bodoh," kataku. "Mujur kau tidak harus membayar kesalahanmu." Sesaat kemudian kami sudah berada di dalam Criterion dan duduk mendengarkan untaian waltz Wina yang indah. Pelayan menuangkan anggur pilihan bagi kami dan kami membuka-buka menu. "Ya Tuhan," aku berseru, "Aku selapar seorang pemburu. Bagaimana denganmu, Murphy?" "Tidak, kurasa aku punya selera makan kecil. Seluruh urusan ini membuatku sangat sedih." "Kau seharusnya jangan terlalu mengambil hati, Murphy. Omong-omong, dokter, aku ingin mendengar pendapatmu dalam kasus ini. Siapa menurutmu yang melakukan pencurian zamrud itu hari ini?" "Itu cukup jelas buatku, Holmes. Lady Ann Partington melakukannya sendiri untuk mendapatkan uang asuransi. Kalau tidak, ia pasti memaksa kau menemukan pencurinya. Tapi kau tak perlu khawatir, Holmes, kau akan mendapatkan bayaranmu, aku yakin itu." Holmes tertawa dan menggelengkan kepalanya. "Aku bukan khawatir tentang bayarannya, tapi aku yakinkan kau, bahwa Lady Ann tidak mengatur pencurian itu hari ini." "Maksudmu pencurinya Stamford?" kataku, bingung. Holmes berbalik menghadapi Murphy. "Beri tahu dia siapa yang bertanggung jawab, Murphy." "Tapi, bagaimana aku tahu?" "Oh ayolah, Murphy," kata Holmes sangat serius saat ia mencondongkan badannya ke arah pria itu, "mari jangan menutupi lagi. Kau melakukan pekerjaan sempurna. Pekerjaan amat istimewa. Aku hampir merasa bersalah merusaknya." "Aku tidak mengerti maksudmu, Mr. Holmes." "Oh ya kau tahu, Murphy!" Ada kemarahan dalam suara Holmes sekarang. "Kau adalah aktor yang hebat juga. Aku begitu sangat tersentuh ketika kau jelas sudah mencuri permata palsu, sementara selama itu kau tahu permata yang asli tersembunyi dengan aman di botol Creme de Menthe! Untuk diambil nanti, saat kau sempat! Ha, ha! Kau bangsat!" "Holmes," kataku, "maukah kau memberitahu aku apa yang terjadi? Aku benar-benar tidak tahu apa-apa!" "Tentunya sudah jelas, dokter yang baik. Zamrud palsu itu tiruan yang sempurna." "Apa yang membuat kau yakin akan hal itu, Holmes yang baik?" kata Murphy. "Karena lelucon April Mop ini baru disusun kemarin. Paling tidak kau ingin itulah yang dipercaya teman-temanmu. Permata tiruan yang begitu hebat tidak dapat dibuat dalam waktu demikian singkat. Karena itu, permata itu harus sudah dipersiapkan oleh seseorang yang mengetahui lelucon ini sebelum disusun. Sekarang, Watson, ketika Stamford memberitahumu tentang rencana itu kemarin malam, menurut dia ide siapa lelucon itu?" "Ia berkata padaku itu rencana Lady Ann Partington." "Tepat. Namun Lady Ann hari ini membicarakannya sebagai ide Stamford. Jelas kau, Murphy, memunculkan rencana itu pada mereka sebagai ide salah satu dari mereka! Dan dengan demikian, hanya kau yang mungkin mengatur pencurian sebenarnya di belakang lelucon ini. Kuulangi. Pekerjaan yang sangat baik!" "Terima kasih, Mr. Holmes," kata Murphy, tak lagi terlihat seperti pria muda yang malu seperti sebelumnya. "Bolehkah saya juga memuji Anda atas kecerdasan Anda dalam merusak rencana saya?" "Lihat ini," kataku bingung, "ada apa ini? Salah satu dari kalian penjahat, sedang yang satunya lagi detektif. Namun kalian saling melempar pujian seakan-akan kalian berada dalam profesi yang sama!" "Garis pemisah antara penjahat dan penyelidik kriminal lebih tipis dari yang kau bayangkan, Watson." "Sangat benar, Holmes," tambah Murphy, menatap tepat ke temanku, "maukah Anda mempertimbangkan untuk menyeberang garis batas ke sisiku? Bersama-sama kita akan membentuk tim yang tak terkalahkan." Holmes tertawa terbahak-bahak. "Kau menyanjungku. Namun, aku harus menolak tawaranmu, Mr. Murphy." "Sungguh sayang. Di sisimu, kau tak akan pernah menjadi kaya. Omong-omong, untuk pengetahuanmu, namaku bukan Murphy, walaupun Stamford berkeras mengira itu namaku." "Lalu siapa namamu, bangsat!" teriakku marah. "Temanmu Holmes mengatakan kata bangsat jauh lebih baik dari Anda, dokter. Eh, nama saya? Nama saya adalah M-o-r-i-a-r-t-y." "Oh, begitu?" kata Holmes, "dieja M-O-R-R-I-E-T-Y?" "Bukan. Sialan, aku selalu mendapat kesulitan dengan namaku. Orang lain selalu salah mengeja atau salah menyebutnya. Kurasa aku harus mulai menyebutnya seperti ejaannya. M-O-R-I-A-R-T-Y. "Moriarty," teliti Holmes, "aku akan mengingat nama itu. Aku punya perasaan kita akan bertemu lagi." "Aku percaya kita akan bertemu lagi. Kau memenangkan ronde pertama, Sherlock Holmes, kuakui itu. Tapi aku percaya pertandingan ulang akan terjadi." "Aku menantikan saat itu, Moriarty. Dan sekarang, Watson, aku tak tahan melihat tatapanmu yang mengancam lebih lama lagi. Mari memesan makanan, oke?" Dan itulah bagaimana konflik mengerikan dan aneh antara Holmes dan Moriarty dimulai. Saat itu kami tidak menyadari apa yang disediakan di masa depan oleh pertemuan pertama ini. Saat itu adalah awal bagi kedua pria itu, dan, bila aku boleh menambahkan, bagi diriku sendiri, dalam praktek sebagai dokter yang baru mulai dan teman Holmes dan petualangannya yang berjumlah banyak itu. 5. Kasus Pertempuran Terakhir -L.B. Greenwood- Setelah kasus terakhir dan kasus "Surai Singa", Holmes mengucilkan diri selama beberapa tahun hingga kehebohan perang yang tak menyenangkan membuatnya masuk pamong praja dalam episode yang dicatat Watson dalam "Salam Terakhir". Itu adalah kasus Sherlock Holmes terakhir yang diterbitkan, terjadi tahun 1914. Ada banyak yang telah menuliskan kasus tiruan, petualangan masaperang dan kasus berkelanjutan Holmes hingga tahun 1920-an, tapi aku percaya hampir semuanya tiruan. Tapi ada satu kasus terakhir, yang detailnya tetap tersembunyi dalam arsip Kantor Perang hingga pengarang Kanada dan Sherlockian, Beth Greenwood, membongkarnya. Di sini, akhirnya, adalah kasus paling akhir Sherlock Holmes. "Ia meninggal, sir." "Aku tahu itu, Jackson," kataku tajam. Cukup tak bisa dimaafkan, tapi aku masih basah dengan darah bocah laki-laki itu, dan kematiannya hanyalah kematian terakhir di antara sekian banyak kematian. Karena saat ini awal November 1918, aku satu-satunya dokter di stasiun perawatan lapangan, dan dia ada beberapa hektar di sepanjang sejarah yang sama tersiksanya seperti mereka yang berada di sekitar Ypres, aku tak pernah mendengarnya. Sebuah mug berisi sesuatu yang panas dan digodok-kopi garis depan jarang bisa dibedakan dari teh-disodorkan ke tanganku. "Trims, Jackson. Maaf soal kemarahanku." "Tak apa, sir. Bagaimana dengan mereka yang di sudut? Mereka sekarang cukup tenang, tapi..." Dengan kaki kaku kelelahan, aku berjalan terhuyung-huyung menuju lima gundukan selimut. Tak ada pelbet yang bisa diberikan hanya pada yang sakit, tak peduli betapa pun parah kondisi mereka, kami juga tak dapat berharap akan mempunyai tempat selama beberapa hari. Tidak setelah serangan semacam itu yang baru-baru saja sekali lagi meledakkan bagian. Tentu saja kami berurusan dengan penyakit dari hari-hari awal perang. Malahan, tugas medis pertamaku untuk angkatan darat adalah memberi tahu seorang mayor yang marah bahwa ia terserang campak. Namun, penyakit sekarang adalah yang belum pernah kulihat hingga kurang lebih sebulan yang lalu, sejak saat itu jumlah kasus yang meningkat di kedua belah pihak telah dibawa ke posku. Kasus itu tampaknya sejenis infeksi pernafasan, dengan demam tinggi, persendian yang amat sakit, dan amat sering terjadi igauan gelisah. Bagi sebuah pos perawatan kecil yang terlalu penuh oleh orang-orang terluka, dirawat oleh satu dokter tua yang satu-satunya asistennya hingga setahun lalu magang sebagai tukang jagal di Smithfield, penderitanya terdiri dari pasien-pasien yang sangat kacau, orang-orang malang. Jadi, kemarin malam, aku telah menyuntik lima korban dengan morfin. Satu orang sekarang kudapati meninggal, dua masih tak sadarkan diri, tiga orang mulai bergerak, dengan kulit dingin dan nafas teratur yang mengherankan. Ini jauh lebih baik dari yang kuharapkan, tingkat kematian lima puluh persen atau lebih sudah biasa. Aku menyuruh Jackson melembutkan beberapa kain penyeka keras di air mendidih-kami tak punya yang lebih baik untuk ditawarkan-dan mulai menyeka mereka, sekarang paling tidak harapan yang tersisa tetap bersih. Aku sedang bersandar dengan lelah ke tiang tenda, menyesap ramuan yang mendingin di mug milikku, ketika dari belakangku seakan terdengar suara yang tak pernah terlupakan itu, dalam kata-kata sesedikit dan pasti seperti biasa. "Watson, aku memerlukanmu. " Kupikir aku berhalusinasi, itu tak terlalu mengherankan; aku tak bisa ingat kapan aku tidur atau makan. Aku tahu sejak hari-hari awal perang Holmes terlibat dalam sesuatu yang sangat rahasia, dan aku mendengar bisikan bahwa ia kadang-kadang terlihat di ruang tamu-ruang tamu yang amat pribadi milik penguasa beberapa negara. Di mana pun ia berada malam ini, ia tak akan berada di pos perawatan berdarah di garis depan Barat. Namun cengkeraman sekuat baja yang turun di bahuku cukup nyata, dan begitu pula kekasaran yang mengguncangku. "Kuasai dirimu, dokter. Kau diperlukan." Sebuah tempat minum perak dengan hiasan timbul diangkat ke bibirku. Aku mendorongnya menjauh. "Sekarang, Holmes, minuman itu akan menghabisiku. Dan untuk masalah dibutuhkan, aku percaya itu benar, jauh lebih dibutuhkan daripada seharusnya bagi seorang pria dengan rambut seputih rambutku-" Aku berhenti bicara karena aku diputar tanpa aba-aba sehingga aku bisa melihat sebuah sosok bermantel putih tak bernoda, dengan sebuah stetoskop dan tas hitam besar berkilau di tangannya, sudah bergerak di antara orang-orang sakit dan terluka yang merupakan pasienku. "Dr. Ostenborough, Watson," Holmes melambaikan sebuah perkenalan asal saja. "Aku mengenalmu terlalu baik untuk mengira bahwa kau akan pergi tanpa pengganti, dan ia memohon mendapatkan kesempatan. Sekarang, ayo." "Ostenborough," ulangku bodoh saat Holmes menarikku dengan tegas keluar dari tenda. "Bukankah ia dari istana?" Di luar seorang sersan Inggris menunggu kami di depan kemudi sebuah taksi tua. "Ini mobil yang tepat," sersan itu memberitahuku dengan ceria, "tak tahu kapan aku mengendarai yang lebih parah, tapi ini akan bisa berjalan, sir, ini akan bisa jalan." "Aku sudah berkeliling dengan alat-alat yang agak tak konvensional," jelas Holmes dengan gaya ringan lamanya, "dan mengambil apa yang tersedia. Masuklah kau, Watson, dan minum ini," ia sekali lagi menyerahkan tempat minum perak itu. "Tak ada yang bisa kita kerjakan hingga kita mencapai kedutaan. Tidak, tak ada penjelasan sekarang." Brendi itu seperti kenangan cair kemewahan yang takkan pernah jadi biasa dalam kehidupanku. "Apakah tempat minum dan isinya berasal dari istana pula?" "Para biarawan Perancis membuat brendinya, Tsar terakhir mengirimkan beberapa botol dari Istana Putih ke sepupunya di Inggris, tempat minuman itu dari Bavaria dan diberikan padaku oleh Pangeran Max." "Jadi bahkan duta besar Jerman berada di belakangmu, Holmes." "Memang, ya. Aku tak bisa mengatakan semua teman senegaranya begitu. Minumlah, Watson, dan tidurlah. Aku khawatir kau akan membutuhkannya sebelum misi kita sekarang berakhir." Yang kulihat terakhir adalah sosok langsing Holmes yang akrab di mataku (Apakah berat badannya turun? Mungkin. Siapa yang tidak?) tergeletak dalam di pojok sebelahku, kepalanya di dada, tangannya terkunci di lutut. Kami bisa saja baru keluar dari Paddington. Apakah dunia ini masih ada, di suatu tempat, dunia kami yang menyenangkan? Aku hanya mengingat potongan-potongan perjalanan Holmes dan aku. Aku tahu bahwa kami bergerak tiba-tiba beberapa lama, lebih dari sekali terjebak dan dibebaskan oleh para tentara yang sudah sama dipenuhi lumpurnya seperti jalanan, dan kemudian berpindah pertama-tama ke satu kereta, kemudian ke kereta yang lain. Di suatu tempat aku samar-samar sadar bahwa tas obat tuaku terletak di antara kakiku-percaya Holmes ingat membawanya-dan ditenangkan oleh keakrabannya. Aku sadar saat kami naik kereta api yang lain lagi, mendapatkan kami berada dalam gerbong yang jelas elegan. Holmes mengayun sebuah pintu pojok terbuka menampakkan keindahan sebuah kamar mandi luas yang hampir terlupakan, dengan seorang pelayan rapi dengan hati-hati menata satu set lengkap pakaian pria. Aku keluar sebagai manusia baru, dan duduk bersama Holmes menikmati jenis sarapan yang menghantui mimpi-mimpi setiap orang Inggris yang lapar. "Baju-baju ini," tanyaku sementara dengan cepat menyendok bola-bola melon dalam jus jeruk. "Semuanya pas sempurna." "Memang seharusnya begitu," jawab Holmes cermat, "aku sangat spesifik. Baiklah, Watson, makan dan dengarkan. Kau tahu situasi militer. Percobaan terakhir Jerman telah gagal, balasan kita terhalang-" "Sekali lagi kekuatan Amerika tiba," aku memulai, hanya untuk dipotong pada giliranku. "Tepat, dan orang-orang Jerman mengetahui itu sebaik Sekutu. Satu-satunya pertanyaan realistis sekarang adalah bentuk perdamaian. Pangeran Max setuju untuk menjadi penasehat tepat untuk tujuan itu, dan tampaknya ada harapan ia bisa sukses." "Bila ada orang yang bisa dipercaya semua pihak," aku setuju, "ia adalah Pangeran Max." "Dengan persetujuan rahasia dari London dan Paris, ia sudah dalam komunikasi tersembunyi dengan Presiden Amerika Serikat." "Akhirnya!" aku berteriak, dengan mulut penuh roti gulung segar. "Tahan kesenanganmu, dokter, karena Pangeran Max mengirimkan pertanyaan apa yang akan diperlukan untuk mengakhiri perang tanpa sepengetahuan Kaiser, dan Yang Mulia Paling Bodoh sekarang menolak menerima kebutuhan itu tanpa mau menyerah. Bahkan lebih mengkhawatirkan lagi, Jendral Ludendorf telah mendapatkan keberaniannya dan sedang memaksakan serangan lain, dalam skema itu ia mendapat dukungan pejabat-pejabat yang lebih fanatik." "Bunuh diri!" aku berseru. "Pembunuh!" "Semua itu, dan sialnya masih mungkin. Kaiser telah sekali lagi mengendarai kereta pribadinya dan sedang sibuk membuat bingung jauh di belakang garis depan, jauh dari siapa pun yang akan menekan kebenaran yang tak diinginkan padanya. Dan Pangeran Max jatuh sakit; ia sekarang tak mampu mencoba menelusuri dan menyudutkan pemimpin resmi Jerman." Aku mengerang. "Apakah sakitnya serius?" "Kukhawatirkan begitu. Bahkan kemarin, ketika aku terakhir kali melihatnya, pangeran itu... bukan dirinya sendiri. Masalahnya adalah kita hanya punya waktu sedikit. Sekarang ini pangeran itu sudah akan menerima jawaban Presiden Amerika, sebuah pesan yang pasti dijawab segera, atau anjing-anjing peperangan akan menggonggong lagi." Ia sedang memandangku dengan arti serius yang tak bisa pura-pura tak kumengerti. "Pangeran itu jelas punya dokter, Holmes. Tentunya dokter terbaik yang ada di Jerman, dan itu ada banyak." "Secara medis, memang tak diragukan. Namun secara politis dan militer, mereka milik Kaiser dan Jendral Ludendorf, semua bertekad untuk mengejar bayang-bayang kemenangan sekali lagi." "Walaupun begitu, Holmes, aku ragu pangeran itu akan menerima layananku yang tak pantas. Kenapa ia harus menerimanya?" "Karena kau orang Inggris, dokter, dan temanku," jawab Holmes dengan keputusan tak terbantahkan. Kami tiba di Berlin di jam-jam awal pagi hari, dan ditemui oleh seorang pengemudi limusin dengan jendela bertirai. Beberapa kali aku mengintip keluar, selalu melihat segerombol orang, pria dan wanita, mengalir tak henti-hentinya berputar-putar; beberapa tentara juga ada di jalan, bahkan beberapa pejabat, tapi mereka tak melakukan apa pun selain membaur dengan kerumunan yang bergerak dengan aneh. Aku sering melirik Holmes, tapi ia tidak memandang keluar ataupun berbicara. Di Kedutaan kami diantar langsung ke tempat tinggal Pangeran Max. Namun saat kami mendaki tangga marmer itu dan melewati aula penuh hiasan, lebih dari satu pejabat terang-terangan berbalik pergi: jelas Holmes mengatakan yang sebenarnya dan kami tidak disambut baik di sini. Saat kami menunggu di sebuah ruang penghubung suite pangeran itu, pintu menuju kamar dalam mengayun terbuka oleh seorang sosok berbaju hitam polos, dengan rambut abu-abu pendek dan wajah petani jujur yang sekarang tegang oleh rasa khawatir, merengut garang pada seorang tamu yang pulang. Tamu ini adalah seorang pria dengan wajah seperti paruh burung, dalam pakaian malam, yang membungkuk pada Holmes dengan rasa hormat yang jelas dimaksudkan mengejek. "Selamat pagi, Mr. Holmes," katanya dalam bahasa Inggris sempurna. "Aku khawatir Anda akan mendapati pangeran tak lagi bisa mengurus masalah bisnis. Selamat tinggal, Hans, pastikan kau merawat tuanmu dengan baik." Ia tersenyum pura-pura manis saat Hans berdiri kaku karena marah, dan berjalan pergi dengan angkuh. "Siapa itu Holmes?" tanyaku, bingung. "Aku yakin tak pernah melihatnya sebelum ini, namun ia tampak akrab." "Tak ragu lagi karena Count Hoffenstein menyerupai sepupunya, Von Bork, yang kau... temui, haruskah kita sebut, beberapa tahun lalu." Memang aku bertemu dengannya, karena bersama-sama Holmes saat ia memerangkap mata-mata ahli itu di rumahnya sendiri di perbukitan Dover. "Buruk," selaan marah Hans menunjukkan perhatiannya yang mendalam dan rasa frustasinya yang pahit. "Aku mengusir yang lain, tapi ia, Count ini, ia datang juga. Mengganggu tuanku. Ia... hilang, Herr Doktor, hilang seperti anak kecil. Anda bantu, tolong, tolong, Herr Doktor." Aku sudah bergegas ke kamar dalam, dengan Holmes dekat di belakangku. Hans malang itu punya sebab untuk khawatir yang jelas terlihat dari pandangan pertama. Pangeran Max berdiri di mejanya di lautan kertas yang bertebaran-surat, amplop, memo, dan bloknot. Tangannya penuh kertas, bagian atas mejanya tertutup kertas, semua laci terbuka, dan karpet dikotori kertas. Pangeran itu menengadah memandang kami dengan wajah merona dan putus asa. "Aku tak bisa menemukannya!" serunya, dadanya naik turun. "Aku memegangnya! Aku memegangnya di tanganku hanya sesaat yang lalu, tapi sekarang hilang! Di mana benda itu? Di mana?" Ia melontarkan tangannya lebar-lebar, dan kertas-kertas terbang seperti konfeti. "Yang Mulia, ini Dokter Watson. Ia-" "Aku memegangnya beberapa saat lalu, Mr. Holmes! Baru saja! Namun sekarang hilang!" "Apakah Anda memegang kertas itu sejak Count Hoffenstein pergi, Yang Mulia?" Sekilas kesadaran tampak di wajah tegang pangeran itu. "Aku baru saja mengeluarkannya dari sakuku ketika Hans mengumumkan kedatangannya, dan aku... " Ia mengarahkan matanya yang liar ke arahku. "Aku sudah selalu menyimpannya dalam saku dalamku, selalu sejak awal, dan ketika berita baru itu tiba... aku harus... aku harus... Di mana barang itu?" Ia gemetar dari kepala hingga kaki, terengah-engah. "Yang Mulia," kataku, mencengkeram lengannya. "Anda seharusnya tidur." "Tidak, tidak, dokter, aku tidak bisa tidur. Tidak sampai aku menemukannya. Kalau tidak aku tak bisa menjawab, kau mengerti... Tidak, tidak, tidak!" Kami bertiga akhirnya berhasil menidurkan pangeran malang itu, dan, dengan Hans di satu sisi dan aku di sisi lainnya, menjaganya tetap di ranjang hingga kelelahan akhirnya menguasainya. Istirahat itu, aku tahu, akan berlangsung singkat. Sementara itu Holmes telah dengan cepat memeriksa baju luar pangeran, mengeluarkan sebuah rangkaian kecil kunci dari satu saku berkancing, dan kembali ke kantor. Ketika aku bergabung dengannya, ia sedang duduk di meja, yang di atasnya sekarang terletak tumpukan-tumpukan kertas, menatap sambil berpikir pada selembar kertas, yang telah digarisi menjadi kotak-kotak teratur, semua dipenuhi huruf-huruf. "Diagnosamu benar, Holmes," kataku. "Pangeran sangat sakit dan aku khawatir semakin parah." Holmes memandangku dengan mata melamun sehingga kesadaran akan kehadiranku hanya muncul perlahan-lahan. "Tahukah kau sebabnya?" "Semacam influenza, kukira," jawabku. "Penyakit itu menyebar dengan cepat di antara pasukan kedua belah pihak di garis depan." "Hasilnya?" "Beberapa selamat, walaupun cuma sedikit kalau sudah mendekati pneumonia seperti pangeran." "Pneumonia," ulang Holmes muram. "Jadi paling tidak ia takkan bisa bekerja selama berhari-hari. Tak bisakah kau melakukan sesuatu untuk mempercepat penyembuhannya? Waktu begitu berharga, Watson, bahkan hitungan jam bisa membuat perbedaan apakah seratus-seribu nyawa- hidup atau mati." "Aku telah mendapat sukses dengan suntikan morfin," kataku. "Aku tak punya alternatif lain." "Kalau begitu, demi apa pun juga, coba suntikan itu, dokter. Aku sudah berharap pangeran itu mungkin bisa sadar cukup lama untuk mengingat sesuatu-apa pun-yang akan membantuku dalam hal ini, tapi..." Ia menyerahkan kertas itu padaku. Aku menatap baris-baris huruf mati tak berarti itu dengan kebingungan. "Ini adalah pesan terbaru dari Presiden Amerika?" Holmes mengangguk. "Aku percaya demikian. Pasti ditulis di atas kertas Amerika, yang disimpan di sebuah laci dalam yang terkunci di meja pangeran itu, dan jelas ditulis dalam kode." "Kalau begitu apa yang dihilangkan pangeran itu? Atau itu hanya khayalannya karena sakit?" "Jauh dari itu, dokter. Apa yang telah dihilangkannya-tepatnya, apa yang dibawa pergi Count Hoffenstein-adalah kunci pesan ini dan semua cara komunikasi seperti ini dari Presiden Amerika. Pangeran itu menyimpannya, seperti yang dikatakannya, dalam sebuah saku dalam, dan tak ragu lagi baru saja mengeluarkannya untuk membawa pesan ini dengan bantuannya ketika Count itu memaksa melewati Hans dan masuk. "Apakah count itu tahu bahwa pangeran sesaat sebelumnya, menerima surat ini dari presiden Amerika atau tidak aku tak tahu, walaupun aku merasa kemungkinan itu sangat besar. Tentunya ia memanfaatkan kondisi hampir berkhayal pangeran untuk mengambil kertas itu dari mana pun pangeran itu dengan terburu-buru menjejalkannya-permainan anak kecil untuk seorang pria seperti count itu." Aku melihat lagi lembar kertas yang kupegang, tanpa lebih mengerti dari sebelumnya. "Seperti apa, sih, kunci kode ini?" "Satu halaman kertas tipis transparan dengan ukuran dan bentuk sama seperti kotak-kotak yang digariskan di sana, tapi dengan huruf-huruf acak yang ditambahkan hanya sebagai gangguan samaran. Dengan meletakkan halaman itu di atas kertas ini, orang langsung bisa melihat huruf-huruf yang membuat pesan aslinya." "Tak ada huruf hidup di sana," aku menunjukkan. "Tak diperlukan." Holmes mencorat-coret di atas bloknot dan menyerahkannya padaku. "Bisakah kaubaca itu?" Ia telah menulis HLMSDNWTSN. "Holmes dan Watson," kataku. "Tepat." Aku menatap halaman dengan kotak-kotak berisi huruf. "Tanpa kuncinya itu tak mungkin?" "Aku takkan menutupi kenyataan itu, dokter. Hanya saja tekanan waktu mengkhawatirkanku. Paling tidak kita mulai dengan beberapa keuntungan." "Aku tak bisa melihat apa pun, Holmes, benar-benar tak ada apa pun." Holmes mengetuk bagian atas kiri dan bawah kanan halaman. "Kita tahu bahwa ini adalah pesan pribadi dari presiden Amerika pada duta besar Jerman. Karena dua huruf pertama ini adalah PM dan terakhir WW, tentunya mungkin semua ini singkatan untuk Pangeran Max dan Woodrow Wilson." "Itu terlalu banyak." "Ada asumsi lain yang bisa, kurasa, dibuat dengan aman. Misalnya, karena pangeran itu lancar berbahasa Inggris dan presiden itu bukan orang Jerman, hampir pasti bahasa yang digunakan adalah bahasa Inggris. Juga, walaupun keduanya secara alamiah punya status politik tertinggi, mereka amatir dalam menggunakan kode. Karena itu alat yang dipilih cenderung mudah. "Lebih jauh lagi, bahkan mengirimkan lembar-lembar seperti ini di antara mereka menjadi semakin sukar untuk diatur dengan aman. Count Hoffenstein bukan merupakan satu-satunya mata-mata yang mengamati rute itu. Karena itu kode yang sama amat mungkin dimaksudkan untuk semua komunikasi tersembunyi mereka, berarti ruang kosong akan ditempatkan. Kau akan memperhatikan tiga baris kotak-kotak halaman ini punya konsonan berselang-seling dalam urutan alfabetis biasa, dari B hingga X. Itu hampir pasti mengindikasikan bahwa pesannya hanya terdapat dalam delapan baris pertama." "Kita belum kalah, dokter. Tidak sewaktu kita ada pekerjaan yang harus dilakukan." Itu tentu saja kusetujui, walaupun menarik nafas dalam-dalam akan peluang sukses kami. Aku kembali ke pangeran itu, yang sedang berjuang untuk bangun, dan menyuntikkan satu dosis kecil morfin. Walaupun ini dengan cepat menenangkannya, ia masih mendapat periode ketika seluruh tubuhnya tersentak, matanya bergerak-gerak gelisah, dan la akan berteriak keras. "Di mana... di mana... di mana..." sepanjang nafasnya. Gejala-gejala ini berhenti setelah suntikan kedua, tapi nafasnya menjadi semakin tak lancar, wajahnya lebih merona, kulitnya panas membakar. Ia, entah baik atau buruk, mendekati waktu kritis penyakitnya. Hans amat berharga selama waktu-waktu itu, melakukan apa pun yang kusuruh tanpa bertanya. Bahkan ketika, segalanya tampak akan gagal, aku berpaling pada penyembuhan perawatan sederhana membasuh tubuhnya dengan air panas dan dingin bergantian tinggi di dada dan di punggung bawah; selama satu jam sekali. Ketika terlibat aktif dalam tugas seperti itu, Hans berbaring di kaki ranjang tuannya, siaga terhadap gerakan atau suara paling kecil. Aku tidur di sebuah kursi di sebelah perapian; bila pikiran sadarku tertuju pada pasienku, pikiranku saat tidur dipenuhi dengan parade konsonan yang tak habis-habisnya. Dengan menganggap pesan rahasia itu mulai dengan "Pangeran Max", lalu kata-kata apa yang tersembunyi dalam BFDRCSTCN yang melengkapi baris pertama? Tentunya tak ada di mana pun dalam pesan itu kalau saja aku bisa memecahkannya, nama atau gelar Kaiser, namun aku akan mengharapkan cucu Ratu Victoria yang penipu itu menjadi topik utama pesan seperti itu. Karena, selama ia menolak menerima kenyataan kekalahan pasti Jerman, dan selama korp pejabat mempertahankan ketaatan tak tergoyahkan pada sumpah setia "betapa terpujinya suatu sifat kalau saja orang dan sebabnya layak!", perang akan berlanjut, selama berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Secara harfiah berember-ember darah akan tumpah di setiap pos perawatan garis depan, dan itu hanya akan berasal dari mereka yang bertahan hidup cukup lama untuk dibawa ke oasis medis seperti itu. Suatu waktu menjelang malam aku kembali ke kantor untuk memberi tahu Holmes tentang perjuangan terus menerus pangeran: seperti dunia, ia berada tapi belum melewati saat-saat paling gelap. Aku mendapati Holmes masih duduk di meja, masih mengerutkan dahi memandang halaman kotak-kotak berhuruf itu, dan di atasnya berputar asap biru pipanya. Aku kembali ke sisi ranjang. Hampir malam, menyusul lebih banyak basuhan air panas dan dingin, nafas pangeran itu menjadi lancar. Dapatkah aku berharap ia akan segera cukup sadar untuk bisa, bahkan sebentar saja, membantu Holmes? Beranikah aku memaksa pasienku hingga titik itu? Aku memutuskan resikonya tak layak: pangeran itu terlalu sakit, keyakinanku pada temanku terlalu besar. Sebaliknya, aku menyuntikkan satu dosis morfin lagi. Saat subuh hari kedua membawa sedikit warna biru pada kegelapan langit, Hans membangunkan aku, air mata kegembiraan membasahi wajah tuanya, dan membawaku ke sisi ranjang pangeran. Koma karena obat itu telah berubah menjadi tidur yang sebenarnya, dadanya naik turun dengan wajar, pipi yang retak bernuansa merah muda normal. Duta besar itu akan sembuh. Aku bergegas memberitahukan berita bagus itu pada Holmes, dan mendapati kantor dan ruang-ruang yang berhubungan semuanya kosong. Penjaga di ruang penghubung memberitahuku bahwa "tuan Inggris yang satunya" keluar berjam-jam yang lalu... Apakah itu pertanda baik atau tidak? Siapa yang bisa mengatakan? Dalam dua jam pangeran bangun dengan penerimaan lemah dan tanpa bertanya-tanya tentang segala sesuatu yang menandai kesembuhannya yang cepat dari sakitnya yang serius. Aku ingin meminta semangkuk bubur untuknya, tapi Hans tak mau: tuannya membenci bubur dan akan makan roti panas dan susu, hanya seperti itu yang bisa dibuat Hans, dengan madu. "Dan kopi, tolong," gumam pangeran, genggaman tangannya menunjukkan rasa terima kasihnya pada pengabdian pelayan tuanya. Aku dengan senang hati menyetujui, dan aku sendiri makan sandwich ketika Holmes masuk tanpa pemberitahuan. "Saya senang Anda sudah lebih baik, Yang Mulia," katanya pada Pangeran Max dengan ketenangannya yang bisa. "Bolehkah kunyalakan radio? Suatu pengumuman sekarang diharapkan dari istana." Kami menunggu tanpa bergerak, kami berempat, saat detik demi detik yang serasa berjam-jam berlalu. Kemudian musik itu-salah satu koleksi Bach yang serius, seingatku-terputus tiba-tiba, dan dalam nada halus suara seorang pria menyatakan bahwa Duta Besar, Pangeran Max dari Baden, telah mengeluarkan pernyataan: Yang Maha Mulia Kaiser Wilhelm II telah turun takhta, dan semua pangeran kerajaan setuju melepaskan hak atas takhta untuk perdamaian. Pangeran Max dan Holmes saling pandang lama dan dengan pengertian mendalam. Akhirnya dengan tarikan nafas kecil pangeran itu berkata, "Jadi Yang Mulia tak mau menemui Anda pula. Bahkan hingga saat terakhir." "Apa yang Anda harapkan," kataku, dengan kepahitan selama empat tahun, "dari seorang pria yang tak pernah berada di medan peperangan namun mau memakai sebuah helm emas besar?" Pangeran itu tersenyum kecil. "Berbicara seperti orang Inggris sejati, Dr. Watson. Saya sangat lega oleh apa yang Anda kerjakan, Mr. Holmes, karena saya takut saya tak bisa melakukannya. Walaupun saya dapat melihat hal itu perlu." "Saya rasa Anda akan melakukannya, Yang Mulia, bila Anda melihat kerusuhan yang berkembang di jalan-jalan dan juga membaca pesan dari Presiden Wilson." Kenangan menyakitkan dan lamban muncul di mata lelah pangeran itu. "Saya bertanya syarat apa yang diajukan untuk mengakhiri perang dan baru saja menerima balasannya-saya ingat itu, walaupun saya tak punya waktu memecahkan kode pesan itu ketika count itu tiba. Jadi Anda menemukan kunci kode itu, Mr. Holmes? Di mana benda itu?" "Saya khawatir dalam saku Count Hoffenstein, Yang Mulia." Pangeran itu menyapukan tangan yang lemah ke wajahnya. "Entah bagaimana saya tidak terkejut. Kami tak pernah dekat, namun ia menyalami tangan saya begitu sungguh-sungguh sebelum meninggalkanku! Tak ragu lagi untuk mengambil kunci kode yang kudorong di bawah selembar penghisap tinta di atas mejaku. Bagaimana Anda bisa berhasil membaca pesan itu, Mr. Holmes?" "Dengan lebih banyak usaha dari yang seharusnya, Yang Mulia. Trik dalam memecahkan kode semacam itu, Anda tahu, adalah menjalankan seluruh kombinasi huruf-huruf yang mungkin, menambahkan huruf hidup bila diperlukan, hingga kata-kata terbentuk. "Pertama-tama yang bisa saya lihat hanyalah score-singkatan dari fourscore-delapan puluh. Saya tak bisa membayangkan Presiden Wilson menggunakan bahasa yang begitu misterius, namun saya tak bisa menemukan kata lain dari huruf-huruf pertama. Kemudian saya menyadari bahwa kotak-kotak yang tak diperlukan untuk pesan itu tidak diisi secara acak, seperti biasa, tapi dengan kata-kata yang, sementara bukan bagian dari komunikasi dengan Yang Mulia, berarti banyak bagi Presiden Amerika Serikat. Orang macam apa yang pada waktu semacam itu mengutip sesuatu yang mulai dengan delapan puluh?" "'Delapan puluh tujuh tahun lalu,'" Pangeran Max langsung mulai, "'leluhur kami membawa ke benua ini suatu negara baru-'" "'Disusun dalam kemerdekaan,'" Holmes menyelesaikan. "Awal pidato Gettysburg!" aku berseru. "Saya bisa memberi tahu Anda tentang hal itu dan menghemat banyak waktu dan tenaga," kata pangeran itu sedih, "bila saya bisa." "Itu tak bisa dihindari, Yang Mulia. Ketika konsonan pidato itu diambil, yang tinggal hanyalah huruf-huruf yang membentuk pesan presiden itu, jawabannya atas pertanyaan Anda tentang apa yang diperlukan untuk mengakhiri perang. 'Turun tahta tanpa penerus. Serangan Sekutu yang diperbarui segera dilancarkan. Jawaban secepatnya penting.'" "'Jawaban secepatnya'!" pangeran itu menarik nafas, "dan saya sedang mengigau! Mr. Holmes, banyak sekali yang berhutang terima kasih pada Anda. Apakah Anda mengalami kesulitan meyakinkan pimpinan layanan telegram kami bahwa perintah Anda datang dari saya?" "Oh, saya punya teman di mana-mana," jawab Holmes tak jelas. "Saya juga mengambil kebebasan menggunakan kertas tulis Yang Mulia." Dan, aku yakin, memalsukan tulisan tangan Pangeran dengan ketrampilan ahli. "Kali terakhir saya mengunjungi Kaiser," kata Prince Max sedih, "ia mengirimkan pesan bahwa ia tak bisa menemui saya karena waktu itu sudah pukul tujuh dan ia terlambat berpakaian untuk makan malam. Saat itu lima menit lewat dari tengah malam. Saya takut negara saya sudah lima menit lewat tengah malam untuk waktu lama, Mr. Holmes. Tanggal berapa sekarang?" "Sepuluh November, Yang Mulia. Segalanya akan diakhiri besok." "Hans, sampanye." Kami mengangkat gelas kami. "Untuk sebelas November," kata Pangeran Max dengan air mata di matanya. "Semoga dunia tak pernah melupakannya." Itulah mengapa aku menuliskan baris-baris ini, sehingga bagian yang dimainkan Sherlock Holmes dalam hari-hari terakhir itu diketahui semua orang. Semoga dunia tak pernah melupakannya. Setelah kasus ini Holmes pensiun lagi ke pondoknya di Sussex. Watson kadang-kadang mengunjunginya tapi sekarang mreka berdua berumur tujuh puluhan dan berkelana menjadi melelahkan. Pada tahun 1926 Watson selesai menyusun catatannya yang terakhir. Cerita terakhir yang diterbitkan, "Tempat Tua Shoscombe " muncul di Strand Magazine terbitan Maret 1927. Sedikit aneh tak ada akte kematian yang tercatat untuk Sherlock Holmes, tapi saya tahu bahwa pondoknya di Sussex, dijual bulan Agustus 1939, tepat sebelum pecahnya Perang Dunia Kedua. Holmes, pada saat itu, berusia sekitar delapan puluh enam dan kemungkinan besar tak terlibat dalam penyelidikan masa perang lebih jauh lagi, tapi fakta bahwa kematiannya tak tercatat di Inggris menimbulkan sugesti bahwa, tepat sebelum pecahnya Perang Dunia, ia beremigrasi. Ke mana dan mengapa saya tak tahu. Tak ragu lagi ia memutuskan sudah waktunya untuk petualangan besar terakhir. Sumber Pdf: www.Sherlocked.org Edit & Convert: zhe (zheraf.wapamp.com) http://www.zheraf.net